Thursday, 26 June 2014

PTK IPA SD KELAS V



UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL TENTANG FUNGSI ORGAN PERNAFASAAN PADA SISWA
KELAS V SD NEGERI …………………………


abstrak

Perolehan nilai rata-rata hasil belajar siswa secara klasikal pada pembelajaran IPA materi fungsi organ pernafasan menunjukkan angka 56,80.  Adapun  nilai  KKM  di  sekolah  tersebut  untuk  mata pelajaran  IPA  yaitu  70. Hal ini dikarenakan rendahnya keterlibatan dan aktivitas siswa dalam pembelajaran di samping model pembelajaran yang digunakan guru cenderung teacher centered. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu diadakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media audiovisual. Perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri atas empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Obseravsi, dan (4) Refleksi.  Penerapan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media audiovisual terbukti dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat adanya peningkatan minat belajar siswa menunjukkan perolehan pada studi awal hanya 8 siswa atau 32%, naik menjadi 16 siswa atau 48% pada siklus pertama, dan 100% atau 25 siswa pada siklus kedua. hasil belajar siswa dari rata-rata pada studi awal hanya  56,80, naik menjadi 63,20 pada siklus pertama, dan 73,20 pada siklus kedua, dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak  5 siswa (20%) pada studi awal,  44% atau 11 siswa pada siklus pertama,  22 siswa atau 88% pada siklus kedua, dan masih ada tiga orang siswa (12%) yang belum tuntas, sehingga semua kriteria ketuntasan telah tercapai pada siklus kedua. Berdasarkan pada hasil penelitian dengan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media audiovisual dapat disimpulkan bahwa proses perbaikan pembelajaran  berhasil meningkatkan minat dan hasil belajar siswa.

Kata Kunci : minat, hasil belajar, kooperatif, audiovisual


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam   mempunyai potensi besar untuk memainkan  peran  strategis  dalam  menyiapkan  sumber  daya  manusia  untuk menghadapi  era  industrialisasi  dan  globalisasi.  Potensi  ini  dapat  terwujud  jika pendidikan  IPA  mampu  melahirkan  siswa  yang  cakap  dalam  IPA  dan  berhasil menumbuhkan  kemampuan  berpikir  logis,  bersifat  kritis,  kreatif,  inisiatif  dan   adaptif  terhadap  perubahan  dan  perkembangan.  Kualitas  sumber  daya  manusia seperti  ini  menjamin  keberhasilan  upaya  penguasaan  teknologi  untuk pembangunan di Indonesia. Namun  pada  kenyataannya  pelajaran  IPA  masih  dianggap  menjadi suatu mata pelajaran yang sulit,  Ketidaktahuan peserta didik mengenai kegunaan IPA  dalam  praktik  sehari-hari  menjadi  penyebab  mereka  lekas  bosan  dan  tidak tertarik  pada  pelajaran  IPA,  di samping  pengajar  IPA  yang  mengajar  secara monoton dan hanya berpegang teguh pada diktat-diktat atau buku-buku paket saja.
Faktor  lain  yang  menentukan  keberhasilan  dalam  pembelajaran  adalah kemampuan  guru  dalam  menterjemahkan  nilai-nilai  yang  terdapat    dalam kurikulum  melalui  pembelajaran   untuk   siswa  secara  optimal. Guru dituntut memiliki wawasan  yang berhubungan  dengan  mata  pelajaran    yang  diajarkan dan  wawasan  yang  berhubungan  dengan    kependidikan      untuk     menyampaikan  isi    pelajaran    kepada  siswa  Kedua  wawasan  tersebut  sesungguhnya  merupakan suatu kesatuan wawasan propesional guru                                                                              
Mengingat    guru    merupakan    ujung    tombak  ,  maka    diharapkan    guru mampu    meningkatkan    kemampuannya    melalui    pengembangan    diri    secara  professional.    Guru    tidak    hanya    menyajikan    materi    secara    tepat    melainkan  juga  di  tuntut  menilai  sekaligus  memperbaiki  praktek  pembelajaran  yang di  rasakan  kurang  berhasil  melalui  refleksi. Dari pelaksanaan studi pendahuluan menemukan hasil bahwa  prestasi hasil belajar siswa pada pembelajaran  IPA di kelas  V  SDN  …………….. Kecamatan ………… Kabupaten …………… hanya mendapat nilai rata-rata 56,80  atau  di  bawah  KKM.  Adapun  nilai  KKM  di  sekolah  tersebut  untuk  mata pelajaran  IPA  yaitu  70. 
Hal  ini,  ternyata  selain  yang  diutarakan  di  atas penyebanya yaitu cara guru dalam penyampaian materi pelajaran kurang menarik akibatnya  siswa  menjadi  cepat  merasa  bosan  dan  kurang  memperhatikan penjelasan  guru.  Ini  dapat  dikatakan  bahwa  kondisi  buruk  yang  terjadi  dalam kegiatan  pembelajaran  tersebut  disebabkan  kurang  atau  bahkan  tidak  nampaknya bentuk  penggunaan  metode  yang  tepat  oleh  guru.Dengan  kata  lain  permasalahan tersebut  mengidentifikasikan  bahwa  proses  pembelajaran  IPA  di  SD  masih memerlukan  inovasi  dan  pengembangan  model  atau  metode  pembelajaran  yang dapat  mengaktifkan  siswa  dalam  kegiatan  ilmiah  dan  memudahkan  guru  dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Untuk  mengatasi  permasalahan  yang  terjadi,  diperlukan  suatu  upaya untuk  memperbaiki  kualitas  pembelajaran  agar  dapat  meningkatkann   pembelajaran  yang  lebih  menitikberatkan  pada  model  pembelajaran  yang  dapat memberikan  kesempatan  kepada  siswa  untuk  mengembangkan  dan mengeksplorasikan  pengetahuannya  serta  mengambil  kesimpulan  sendiri  tentang konsep  materi  yang  telah  diterimanya  (student  centered)  bahkan  diharapkan mampu  memberikan  solusi  dari  berbagai  permasalahan  alam  yang  terjadi didaerahnya. 
Keadaan tersebut perlu diperhatikan oleh seorang pendidik khususnya guru mata pelajaran IPA agar selalu berusaha untuk menciptakan inovasi dalam pembelajaran sebagai solusi untuk  meningkatkan daya tarik siswa dalam pembelajaran IPA sehingga prestasi belajar siswanya mengalami peningkatan. Diantara inovasi tersebut yaitu dengan mengembangkan metode dan media pembelajaran yang sesuai. Salah satu upaya meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan menggunakan media  kedalam kegiatan belajar mengajar. Media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Media tidak hanya berupa alat atau bahan, tetapi juga hal-hal lain yang memungkinkan  siswa memperoleh pengetahuan. Sehingga media pembelajaran bisa dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang siswa untuk terjadinya proses pembelajaran.Pembelajaran dengan menggunakan media akan bermanfaat bagi terselenggaranya proses pembelajaran tersebut.  Karena dengan memanfaatkan media yang tersedia, siswa diharapkan  lebih tertarik mengikuti pembelajaran di sisi lain siswa akan lebih mudah  memahami serta menguasai materi yang diajarkan. Dengan menggunakan media siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab siswa tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga melakukan aktivitas lain seperti mengamati, melakukan demonstrasi dan kegiatan yang lain sehingga siswa tidak bosan.
Setiap siswa mempunyai modalitas belajar. Modalitas belajar merupakan potensi dasar atau kecenderungan yang  dimiliki anak. Modalitas ini akan mempengaruhi penentuan pendekatan belajar, strategi, metode, dan teknik belajar anak. Sehingga modalitas belajar ini perlu dipertimbangkan dalam proses pembelajaran termasuk pemilihan dan penggunaan media pembelajaran yang akan ditetapkan.
Modalitas belajar tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu; visual (yaitu belajar dengan cara melihat), auditorial (yaitu belajar dengan cara mendengar), dan kinestetik (yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh). Dengan memperhatikan berbagai kegunaan media dan macam-macam media serta dengan memperhatikan modalitas belajar yang dimiliki siswa yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti akan mencoba menggunakan media audiovisual. Media audiovisual yaitu media pandang-dengar. Media audiovisual akan menjadikan penyajian bahan ajar kepada siswa semakin lengkap dan optimal sesuai dengan  modalitas belajar siswa sehingga diharapkan siswa akan lebih paham akan materi pembelajaran yang dipelajari sehingga prestasi belajar siswa akan lebih meningkat. Selain itu media audiovisual ini juga tidak hanya digolongkan sebagai pengalaman belajar yang diperoleh dari penginderaan, tetapi  sebagai alat teknologis yang bisa memperkaya serta memberikan pengalaman yang bersifat konkrit kepada siswa. 
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual. Dengan media ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mempelajari materi secara mandiri. Saat ini ketersediaan media audiovisual untuk membantu proses pembelajaran khususnya IPA masih kurang dan belum banyak digunakan di  sekolah-sekolah atau madrasah. Di SDN …………….. merupakan salah satu sekolah yang belum menggunakan dan memaksimalkan media ini dalam proses pembelajaran. Walaupun di madrasah tersebut telah  tersedia adanya sarana yang mendukung, diantaranya yaitu adanya  Liquid Crystal Display (LCD) dan Laptop.
Berangkat dari permasalahan yang diuraikan di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian tindakan kelas  dengan judul “upaya meningkatkan minat dan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual tentang fungsi organ pernafasaan”
B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan data di atas peneliti melakukan konsultasi kepada supervisor dan teman sejawat, untuk mengidentifikasi kelemahan dan atau kekurangan yang telah menyebabkan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan kurang memenuhi tuntutan yang diharapkan. Sehingga, dampaknya pada hasil belajar siswa tidak memenuhi target pembelajaran. Melalui hasil diskusi, diperoleh identifikasi masalah sebagai berikut :
  1. Siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran
  2. Siswa tidak mencatat hal-hal penting selama proses pembelajaran berlangsung.
  3. Tingkat penguasaan siswa terhadap kompetensi dasar pembelajaran  IPA yang berdampak hasil belajar rendah.
  4. Pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran kurang sesuai dengan harapan.

C.    Analisis Masalah
Untuk mengetahui masalah yang sedang terjadi, peneliti melakukan anlisis masalah dan menempuh refleksi terhadap kinerja yang telah dilakukan, mengkaji literatur, serta diskusi dengan kepala sekolah dan teman sejawat. Hasil analisis masalah yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kemungkinan yang menjadi faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa dan aktivitas pembelajaran kurang kondusif adalah sebagai berikut.
  1. Model pembelajaran yang diambil tidak tepat dan penjelasan materi terlalu cepat, sehingga kurangnya model dialog yang interaktif, efektif dan kreatif.
  2. Guru tidak mampu mengembangkan model dialog yang efektif, aktif dan kreatif yang mengakibatkan kurangnya perhatian siswa saat pembelajaran berlangsung.
  3. Guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menarik.
  4. Guru harus lebih teliti melihat siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran berlangsung.
Beberapa permasalahan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil permasalahan utama yang akan diteliti adalah tingkat pemahaman dan hasil  belajar siswa IPA masih rendah. Melihat kondisi awal sebagaimana tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga ketuntasan belajar siswa dapat tercapai dengan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Apakah peningkatan  pemahaman siswa  pada pembelajaran IPA materi fungsi organ pernafasan  setelah  melalui  pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual?
2.      Apakah hasil belajar siswa dapat meningkat setelah diterapkan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual pada pembelajaran IPA materi fungsi organ pernafasan?

E.     Tujuan Penelitian
Untuk  menghindari  kesimpangsiuran  penelitian  ini,  maka  perlu  adanya tujuan  yang  hendak  dicapai  oleh  peneliti.  Sejalan  dengan  masalah  yang  peneliti kemukakan  pada  rumusan  masalah.  Maka  tujuan  yang  hendak  dicapai  oleh peneliti dalam penelitian ini adalah :
1.      Mengetahui  peningkatan pemahaman  konsep  siswa  pada pembelajaran IPA materi fungsi organ pernafasan  setelah  melalui  pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual di  kelas V  SDN  …………. Kecamatan …………. Kabupaten ……….; dan
2.      Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi fungsi organ pernafasan  setelah diterapkan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual di  kelas  V  SDN  ………….. Kecamatan ………………. Kabupaten ………………..

F.     Manfaat Penelitian
Dari  hasil  penelitian  ini,  penulis  berharap  dapat  memberikan  manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan  sebagai  pedoman  pemilihan  metode  pembelajaran  IPA khususnya materi fungsi organ pernafasan serta pada pembelajaran-pembelajaran lainnya. Secara  praktis  hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan sumbangan bagi :  
1.      Siswa
a.   Dapat  meningkatkan  penguasan  konsep  dalam  pembelajaran  IPA khususnya  pada  pembelajaran  IPA materi fungsi organ pernafasan.
b.   Dapat  meningkatkan  keterampilan  proses  siswa  dalam  melaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual.
c.  Dapat  meningkatkan  terjadinya  interaksi,  aktivitas,  dan  kerjasama  antar siswa  dalam  pembelajaran  IPA materi fungsi organ pernafasan. 
2.      Guru 
a.   Dapat  memberikan  wawasan  dan  pengalaman  dalam  menyusun  model pembelajaran IPA dengan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual.
b.   Dapat  memperoleh  masukan  dari  hasil  penelitian  tindakan  kelas  sebagai pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA di mana penulis bertugas.
c.   Dapat meningkatkan upaya guru dalam mata pelajaran IPA dengan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual khususnya  dalam  pembelajaran  IPA materi fungsi organ pernafasan.
d.  Dapat meningkatkan kinerja dan profesional guru dalam mengajar.
3.      Lembaga (Sekolah) 
a.   Dapat  dijadikan  sebagai  masukan  dalam  penyediaan  dan  pengolahan sumber belajar di sekolah.
b.   Dapat  memberikan  kontribusi  untuk  meningkatkan  kualitas  sekolah khususnya pada mata pelajaran IPA.

 

BAB II

KAJIAN TEORI

A.    Kajian Teori

1.      Pembelajaran IPA
Ilmu  Pengetahuan  Alam  atau  IPA  bisa  juga  di  sebut  dengan  Sains.  IPA dapat  pula  disebut  dengan  ilmu  yang  mempelajari  ilmu  kealaman  atau  yang mempelajari tentang alam. (Poedijadi, 2001:3). Beberapa ilmuan memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden order,  yaitu    Suatu  kegiatan  berupa  pertanyaan  dan  penyelidikan  alam semesta  dan  penemuan  dan  pengungkapan  serangkaian  rahasia  alam.  “Sains mengandung  makna  pengajuan  pertanyaan,  pencarian  jawaban,  pemahaman jawaban, penyempurnaan baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas 2002a 1 ).
Ilmu  Pengetahuan  Alam  atau  IPA  bisa  juga  di  sebut  dengan  Sains.  IPA dapat  pula  di  sebut  dengan  ilmu  yang  mempelajari  ilmu  kealaman  atau  yang mempelajari tentang alam. ( Poedijadi, 2001:3 ) 
James Conant (Samatawo, 2006:1), mendefinisikan Sains sebagai “ suatu deretan  konsep  serta  konseptual  yang  berhubungan  satu  sama  lain  dan  yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi serta berguna untuk diamati dan dieksperimrntasikan lebih lanjut.  Sedangkan  menurut  Powler  (Samatowa,  2006:2)  bahwa    IPA merupakan  ilmu  yang  berhungan  dengan  gejala-gejala  alam  dan  kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur berlaku untuk umum yang berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen.
Ilmu  Pengetahuan  Alam  atau  IPA  atau  Sains,  merupakan  salah  satu  mata pelajaran  yang  dalam  penyampaiannya  menekankan  pada  pemberian pengalaman  secara  langsung,  di mana  siswa  dibekali  untuk  mengembangkan sejumlah  keterampilan  proses  guna  menjelajahi  alam  sekitar  dan memahaminya.  Yuliariantiningsih  (2004:28)  berpendapat  bahwa  pada prinsipnya  sains  di  sekolah  dasar  membekali  siswa  kemampuan  berbagai  cara mengetahui  dan  suatu  cara  mengerjakan  yang  dapat  membantu  siswa  untuk memahami alam sekitar secara mendalam.
Di dalam  kurikulum  tingkat  satuan  pendidikan disebutkan bahwa  Ilmu Pengetahuan  Alam  (IPA)  merupakan  cara  untuk  mencari  tahu  tentang  alam secara  sistematis  untuk  menguasai  pengetahuan,  fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-pronsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan IPA di  sekolah  dasar  bermanfaat  bagi  peserta  didik  untuk  mempelajari  diri  sendiri dan  alam  sekitar.  Pendidikan  IPA  menekankan  pada  pemberian  pengalaman langsung  untuk  mengembangkan  kompetensi  agar  peserta  didik  mampu menjelajahi  dan  memahami  alam  sekitar  secara  ilmiah.  Pendidikan  IPA diarahkan  untuk    “mencari  tahu“    dan  “berbuat“  sehingga  dapat  membantu peserta  didik  untuk  memperoleh  pemahaman  yang  lebih  mendalam  tentang alam sekitar”
Pengaplikasian  pendidikan  IPA  sebagaimana  yang  tercantum  dalam Kurikulum  Tingkat  Satuan  Pendidikan  serta  mengarah  kepada  pencapaian tujuan  dan  fungsi  Pendidikan  Nasional  akan  terarah  kepada  elemen  yang bersentuhan langsung dengan peserta didik yaitu Guru.
Guru  sebagai  pelaksana  kegiatan  yang  sangat  mendasar  yaitu  proses belajar  mengajar  (PBM),  sehingga  mempunyai  peran  yang  sangat  penting  di dalam mencapai tujuan pembelajaran, tidak terkecuali pembelajaran IPA. Perbaikan  PBM  merupakan  suatu  keharusan  yang  harus  dilakukan  oleh seorang  guru.  Perbaikan  PBM  tersebut  sangat  berkaitan  erat  dengan  kinerja-kinerja dari guru itu sendiri sebagai pelaksana dan pengembangan PBM.
Keberhasilan  PBM  sekarang  ini  sangat  sulit  sekali  untuk  ditinggalkan, khususnya  di  daerah  pedesaan  yang  identik  masih  berpikir  tradisional.  Hal  ini terlihat dari cara pandang bahwa proses pembelajaran hanya dijadikan sebagai keharusan  bukan  sebagai  kebutuhan.  Proses  pembelajaran  hanya  untuk memperoleh  ijazah  saja  sebagai  pengakuan  dari  pemerintah,  bukan  sebagai kegiatan  untuk  mendapatkan  wawasan  yang  kelak  akan  berguna  untuk kehidupannya  di masa  datang.  Sepertinya  gaya  berpikir  seperti  ini  masih  harus diturunkan,  apalagi  dengan  keadaan  yang  semakin  sulit  semakin  memperkuat cara berpikir seperti itu.
Teori  belajar  Hilda  dan  Taba  (Kardisaputra,  2000  :  26),    semua  teori belajar bertitik tolak dari konsep mengenai manusia dan tingkah laku”. Dengan demikian,  teori  belajar  disebut  juga  dengan  teori  perkembangan  mental  yang membicarakan  tentang  kesiapan  seseoarang  untuk  melakukan  tugas-tugasnya sesusai dengan fase-fase tertentu sedangkan teori-teori mengajar adalah uraian tentang petunjuk bagaimana semestinya seoarang guru mengajar kepada anak. 
Berdasarkan  pengertian-pengertian  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  IPA adalah  Pengetahuan  (ilmiah  yang  dapat  meliputi  fakta,  konsep,  prinsif, gagasan-gagasan atau ide teori, hukum-hukum dan model-model ) tentang alam sekitar yang diperoleh melalui proses ilmiah (eksperimen dan observasi) yang dilakukan  melaui  indra  dan  interaksi  dua  arah,  serta  berkaitan  dengan pengembangan sikap ilmiah, tindakan dan mengasung nilai-nilai atau manfaat.
Fungsi  dan  tujuan  utama  pendidikan  IPA  di  SD  (Yager,  1996:9)  tentang ruang  lingkup  hasil  belajar  IPA  yang  mencakup  kognisi  atau  konsep, keterampilan  proses,  sikap,  kreativitas  dan  aplikasi.  Seperti  halnya  tujuan pendidikan  di  SD  adalah  agar  siswa  mampu  menerapkan  konsep-konsep  dan prinsip-prinsip  IPA  yang  telah  dipelajari  menggunakan  teknologi  sederhana untuk  memecahkan  masalah-masalah  yang  ditemukan  dalam  kehidupan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa maka pembelajaran IPA di  sekolah  diupayakan  untuk  sesederhana  mungkin  supaya  siswa  dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mereka berpikiran IPA sangat penting untuk di pelajari untuk menunjang kehidupannya dan bermanfaat bagi mereka.
Dengan  demikian  dapat  disimpulkan  bahwa  pada  hakekatnya  sains  terdiri atas  tiga  komponen,  yaitu  produk,  proses  dan  sikap  ilmiah.  Jadi  tidak  hanya terdiri  atas  kumpulan  pengetahuan  atau  fakta  yang  dihafal,  namun  juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan fikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.
Pendidikan  IPA  dengan  menggunakan  pendekatan  STM  adalah  suatu bentuk  pengajaran  yang  tidak  hanya  menekankan  penuasaan  konsepnya  saja tetapi  menekankan  peran  IPA  dan  teknologi  dalam  berbagai  kehidupan  di masyarakat  dan  dapat  menumbuhkan  rasa  tanggung  jawab  terhadap  dampak teknologi di masyarakat.
Tujuan mata pelajaran IPA/Sains, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a.   Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.
b.   Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c.   Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. (Permen 22 tahun 2006)
2.      Karakteristik Pembelajaran IPA
Objek kajian pendidikan IPA berada pada berbagai persoalan/fenomena alam. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Supriyadi (1999: 1) bahwa objek kajian IPA adalah segala fenomena lingkungan (alam) yang berujud titik kecil hingga alam raya yang sangat besar. IPA menurut Depdiknas (2003: 6) merupakan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis untuk menguasai pengetahuan fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.
Trowbidge dan Byebee (1986: 38) mendefinisikan IPA sebagai berikut : Science is body of knowledge, formed by of continous inquiry, and compassing the people who are engaged in the scientific enterprise. Jadi karakteristik IPA yang kemudian membedakannya dengan ilmu pengetahuan yang lain adalah bahwa IPA ditempuh melalui berbagai penemuan proses empiris secara berkelanjutan yang masing-masing akan memberi kontribusi dengan berbagai jalan untuk membentuk sistem unik yang disebut IPA.
Suyoso (2001: 1-4) mengungkapkan bahwa nilai intelektualitas IPA menuntut kecerdasan dan ketekunan, dalam mencari jawaban suatu persoalan didasarkan atas pertimbangan rasional dan objektivitas dengan
 melalui observasi atau kegiatan eksperimen untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Secara lebih terperinci. Robert B. Sund (1973: 12) menjelaskan tentang bagaimana suatu pemahaman IPA ditemukan atau yang sekarang dikenal sebagai metode IPA (scientific method). Setidaknya ada enam langkah untuk melakukan proses IPA , yaitu (1) stating the problem, (2) formulating hypotheses, (3) designing an experiment, (4) making obsevation, (5) collecting data from the experiment, (6) drawing conclutions.
3.      Minat Belajar
a.       Pengertian Minat
Menurut Hardjana (1994:24), minat  merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu yang timbul karena kebutuhan, yang dirasa atau tidak dirasakan atau keinginan hal tertentu. Minat dapat diartikan kecenderungan untuk dapat tertarik atau terdorong untuk memperhatikan seseorang sesuatu barang atau kegiatan dalam bidang-bidang tertentu (Lockmono, 1994:17). Minat dapat menjadi sebab sesuatu kegiatan dan sebagai hasil dari keikutsertaan dalam suatu kegiatan. Karena itu minat belajar adalah kecenderungan hati untuk belajar untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, kecakapan melalui usaha, pengajaran atau pengalaman (Hardjana, 1994:42). Menurut Gie (1998:9), minat berarti sibuk, tertarik, atau terlihat sepenuhnya dengan sesuatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Dengan demikian, minat belajar adalah keterlibatan sepenuhnya seorang siswa dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang pengetahuan ilmiah yang dituntutnya di sekolah.
Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Siswa yang berminat terhadap biologi akan mempelajari biologi dengan  sungguh-sungguh seperti  rajin belajar, merasa senang mengikuti penyajian pelajaran biologi, dan bahkan dapat menemukan kesulitan–kesulitan dalam belajar menyelesaikan soal-soal latihan dan praktikum karena adanya daya tarik yang diperoleh dengan mempelajari biologi. Siswa akan mudah menghafal pelajaran yang menarik minatnya. Minat berhubungan erat dengan motivasi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat, sehingga tepatlah bila minat merupakan alat motivasi. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Oleh karena itu, guru perlu membangkitkan minat siswa agar pelajaran yang diberikan mudah siswa mengerti (Hasnawiyah, 1994:56). Kondisi kejiwaan sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar. Itu berarti bahwa minat sebagai suatu aspek kejiwaan melahirkan daya tarik tersendiri untuk memperhatikan suatu obyek tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa kurangnya minat belajar dapat mengakibatkan kurangnya rasa ketertarikan pada suatu bidang tertentu, bahkan dapat melahirkan sikap penolakan kepada guru (Slameto, 1995:11). Minat merupakan salah satu faktor pokok untuk meraih sukses dalam studi. Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengenai salah satu sebab utama dari kegagalan studi para pelajar menunjukkan bahwa penyebabnya adalah kekurangan minat (Gie, 1998:11).
Minat melahirkan perhatian spontan yang memungkinkan terciptanya konsentrasi untuk waktu yang lama dengan demikian, minat merupakan landasan bagi konsentrasi. Minat bersifat sangat pribadi, orang lain tidak bisa menumbuhkannya dalam diri siswa, tidak dapat memelihara dan mengembangkan minat itu, serta tidak mungkin berminat terhadap sesuatu hal sebagai wakil dari masing-masing siswa (Gie, 1995:20). Minat dan perhatian dalam belajar mempunyai hubungan yang erat sekali. Seseorang yang menaruh minat pada mata pelajaran tertentu, biasanya cenderung untuk memperhatikan mata pelajaran tersebut. Sebaliknya, bila seseorang menaruh perhatian secara kontinyu baik secara sadar maupun tidak pada objek tertentu, biasanya dapat membangkitkan minat pada objek tersebut. Kalau seorang siswa mempunyai minat pada pelajaran tertentu dia akan memperhatikannya. Namun sebaliknya jika siswa tidak berminat, maka perhatian pada mata pelajaran yang sedang diajarkan biasanya dia malas untuk mengerjakannya. Demikian juga dengan siswa yang tidak menaruh perhatian yang pada mata pelajaran yang diajarkan, maka sukarlah diharapkan siswa tersebut dapat belajar dengan baik. Hal ini tentu mempengaruhi hasil belajarnya (Kartono, 1995:41).
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap sesuatu dipelajari sejak lahir melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap sesuatu dipelajari dan mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat baru. Jadi minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya walaupun minat terhadap sesuatu hal tidak merupakan hal yang hakiki untuk  dapat mempelajari hal tersebut.
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses ini berarti menunjukkan pada siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggapnya penting dan bila siswa melihat bahwa dari hasil dari pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya, kemungkinan besar siswa akan berminat dan bermotivasi untuk mempelajarinya.
Dengan demikian perlu adanya usaha-usaha atau pemikiran yang dapat memberikan solusi terhadap peningkatan minat belajar siswa, utamanya dengan yang berkaitan dengan bidang studi biologi. Minat sebagai aspek kewajiban bukan aspek bawaan, melainkan kondisi yang terbentuk setelah dipengaruhi oleh lingkungan. Karena itu minat sifatnya berubah-ubah dan sangat tergantung pada individunya.
b.      Peranan dan Fungsi Minat
Minat memegang peranan penting dalam kehidupannya dan mempunyai dampak yang besar atas prilaku dan sikap, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar, anak yang berminat terhadap sesuatu kegiatan baik itu bekerja maupun belajar, akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. William Amstrong (dalam Zanikhan, 2008), menyatakan bahwa konsentrasi tidak ada bila tidak ada minat yang memadai, seseorang tidak akan melakukan kegiatan jika tidak ada minat, Lester dan Alice Crow juga menekankan beberapa pentingnya minat untuk mencapai sukses dalam hidup sesorang.
Peranan minat dalam proses belajar mengajar adalah untuk pemusatan pemikiran dan juga untuk menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar seperti adanya kegairahan hati dapat memperbesar daya kemampuan belajar dan juga membantunya tidak melupakan apa yang dipelajarinya, jadi belajar dengan penuh dengan gairah, dapat membuat rasa kepuasan dan kesenangan tersendiri.
Dalam hubungannya dengan pemusatan pemikiran, minat mempunyai peranan dalam memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan mencegah gangguan perhatian dari luar (Gie, 2004:57). Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik- baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bila bahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan mudah dipelajari dan disimpan karena adanya minat sehingga menambah kegiatan belajar.
Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk terus belajar.
c.       Unsur-Unsur Minat Belajar
Reber dalam Syah (1995: 136) mengemukakan bahwa minat mempunyai ketergantungan pada faktor internal seperti perhatian, kemauan dan kebutuhan. Unsur-unsur inilah yang akan digunakan dalam penelitian ini. Berikut uraian dari beberapa komponen minat tersebut.
1)   Perhatian
Perhatian sangatlah penting dalam mengikuti kegiatan dengan baik, dan hal ini akan berpengaruh pula terhadap minat siswa dalam belajar. Menurut Suryabrata (2007:14) perhatian dalam belajar yaitu pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas seseorang yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek belajar. Siswa yang aktifitas belajarnya disertai dengan perhatian yang intensif akan lebih sukses, serta prestasinya akan lebih tinggi. Aktivitas yang disertai dengan perhatian intensif akan lebih sukses dan prestasinya pun akan lebih tinggi. Orang yang menaruh minat pada suatu aktivitas akan memberikan perhatian yang besar. Ia tidak segan mengorbankan waktu dan tenaga demi aktivitas tersebut. Oleh karena itu seorang siswa yang mempunyai perhatian terhadap suatu pelajaran, ia pasti akan berusaha keras untuk memperoleh nilai yang bagus yaitu dengan belajar.
Maka dari itu sebagai seorang guru harus selalu berusaha untuk menarik perhatian anak didiknya dengan cara mengajar yang menyenangkan agar perhatian siswa dapat muncul dengan sendirinya untuk lebih memperdalam pelajaran yang diajarkannya.
Beberapa indikator yang berhubungan dengan aspek perhatian dalam belajar ini diantaranya bertanya kepada guru, memperhatikan penjelasan guru, mencari sumber belajar di luar sekolah, konsentrasi dalam belajar, dan tidak melamun saat guru menerangkan pelajaran di depan kelas.
2)   Kemauan
Kemauan yaitu kondisi dimana seorang siswa cenderung untuk melakukan suatu aktifitas tanpa adanya paksaan. Siswa yang memiliki keinginan yang kuat untuk mempelajari suatu hal, maka dia akan berusaha untuk mencari pengetahuan yang lebih terhadap sesuatu itu. Kondisi inilah yang menyebabkan adanya aktifitas belajar. Jika sejak awal siswa tidak ada kemauan untuk belajar, maka sulit baginya untuk memulai aktifitas belajar tersebut.
Beberapa indikator yang berhubungan dengan aspek kemauan ini diantaranya berusaha mengerjakan latihan walaupun sulit, tetap belajar walaupun guru tidak masuk mengajar, rajin membaca buku matematika, mau mengerjakan soal latihan matematika selain yang ditugaskan guru, dan bersemangat mengikuti pelajaran matematika.
3)   Kebutuhan
Menurut Suryabrata (2007:70) kebutuhan (motif) yaitu keadaan dalam diri pribadi seorang siswa yang mendorongnya untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai suatu tujuan . Kebutuhan ini hanya dapat dirasakan sendiri oleh seorang individu. Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya. Dalam hal ini motivasi sebagai dasar penggeraknya yang mendorong seseorang untuk belajar. Dan minat merupakan potensi psikologi yang dapat dimanfaatkan untuk menggali motivasi bila seseorang sudah termotivasi untuk belajar, maka dia akan melakukan aktivitas belajar dalam rentangan waktu tertentu.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Dan segala sesuatu yang menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, apa yang seseorang lihat sudah tentu membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri.
Jadi motivasi merupakan dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar seseorang sehingga ia berminat terhadap sesuatu objek, karena minat adalah alat motivasi dalam belajar.
d.      Faktor-fatkor yang Mempengaruhi Minat Belajar
Berhasil atau tidak seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi banyak jenisnya, tetapi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern, dan faktor ekstern, faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu seperti faktor, kesehatan, bakat perhatian, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu (dirinya) seperti Keluarga, sekolah, masyarakat.
Di bawah ini akan dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar tersebut.
1)      Faktor-faktor Intern :
a)      Faktor Biologis 
(1)   Faktor Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar, bila seseorang kesehatannya terganggu misalkan sakit pilek, demam, pusing, batuk dan sebagainya, dapat mengakibatkan cepat lelah, tidak bergairah, dan tidak bersemangat untuk belajar.
Demikian halnya jika kesehatan rohani (Jiwa) seseorang kuarang baik, misalnya mengalami perasaan kecewa karena putus cinta atau sebab lainnya, ini bisa mengganggu atau mengurangi semangat belajar.Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan sangat penting bagi setiap orang, baik fisik maupun mental, agar badan tetap kuat, pikiran selalu segar dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar. 
(2)   Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat tubuh seperti buta, tuli, patah kaki, lumpuh dan sebagainya bias mempengaruhi belajar, siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Sebenarnya jika hal ini terjadi hendaknya anak atau siswa tersebut dilembagakan pendidikan khusus supaya dapat menghindari atau mengurangi kecacatannya itu.
(3)   Faktor Psikologis
Ada banyak faktor psikologis, tapi disini penulis mengambil beberapa saja yang ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini, faktor-faktor tersebut adalah :
a)      Perhatian
Untuk mencapai hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan atau materi pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka minat belajarpun rendah, jika begitu akan timbul kebosanan, siswa tidak bergairah belajar, dan bias jadi siswa tidak lagi suka belajar. Agar siswa berminat dalam belajar, usahakanlah bahan atau materi pelajaran selalu menarik perhatian, salah satunya usaha tersebut adalah dengan menggunakan variasi gaya mengajar yang sesuai dan tepat dengan materi pelajaran.
b)      Kesiapan
Kesiapan menurut James Drever adalah,Prepanednesto Respond or Reach. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan response atau bereaksi kesediaan itu timbul dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, seperti halnya jika kita mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk dibangku sekolah menengah, anak tersebut tidak akan mampu memahami atau menerimanya. Ini disebabkan pertumbuhan mentalnya belum matang untuk menerima pelajaran tersebut.
Jadi menganjurkan sesuatu itu berhasil jika tarif pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk menerima karena jika siswa atau anak yang belajar itu sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya itupun akan lebih baik dari pada anak yang belum ada kesiapan.
c)      Bakat atau Intelegensi
Bakat adalah kemampuan untuk belajar.Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar, misalkan orang berbakat menyanyi, suara, nada lagunya terdengar lebih merdu disbanding dengan orang yang tidak berbakat menyanyi. Bakat bias mempengaruhi belajar, jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakat, maka siswa akan berminat terhadap pelajaran tersebut, begitu juga intelegensi, orang yang memiliki intelegensi (IQ) tinggi, umumnya mudah belajar dan hasilnyapun cenderung baik, sebaliknya jika seseorang yang “IQ” nya rendah akan mengalami kesukaran dalam belajar.Jadi kedua aspek kejiwaan ini besar sekali pengaruhnya terhadap minat belajar dan keberhasilan belajar. Bila seseorang memiliki intelegensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses disbanding dengan orang yang memiliki“IQ” rendah dan berbakat, kedua aspek tersebut hendaknya seimbang, agar tercapai tujuan yang hendak dicapai.
2)      Faktor-faktor eksternal :
Faktor eksternal yang mempengaruhi minat belajar siswa adalah faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Uraian berikut akan membahas ketiga faktor tersebut.
a)      Faktor Keluarga
Minat belajar siswa bias dipengaruhi oleh keluarga seperti cara orang tua mendidik, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga. Akan diuraikan sebagai berikut :
(1)     Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Hal ini dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo yang menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Jika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya (acuh tak acuh terhadap belajar anaknya) seperti tidak mengatur waktu belajar, tidak melengkapi alat belajarnya dan tidak memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, semua ini berpengaruh pada semangat belajar anaknya, bias jadi anaknya tersebut malas dan tidak bersemangat belajar. Hasil yang didapatkannya pun tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya.
Mendidik anak tidak baik jika terlalu dimanjakan dan juga tidak baik jika mendidik terlalu keras. Untuk itu, perlu adanya bimbingan dan penyuluhan yang tentunya melibatkan orang tua, yang sangat berperan penting akan keberhasilan bimbingan tersebut.
(2)     Suasana rumah
Suasana rumah dimaksudkan adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga, dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, ramai dan semrawut tidak member ketenangan kepada anaknya yang belajar. Biasanya ini terjadi pada keluarga yang besar dan terlalu banyak penghuninya, suasana rumah yang tegang, ribut, sering cekcok, bias menyebabkan anak bosan di rumah, dan sulit berkonsentrasi dalam belajarnya. Dan akibatnya anak tidak semangat dan bosan belajar, karena terganggu oleh hal-hal tersebut.
Untuk memberikan motivasi yang mendalam pada anak-anak perlu diciptakan suasana rumah yang tenang, tentram dan penuh kasih saying supaya anak tersebut betah dirumah dan bias berkonsentrasi dalam belajarnya.
(3)     Keadaan Ekonomi Keluarga
Dalam kegiatan belajar, seorang anak akadang-kadang memerlukan sarana prasarana atau fasilitas-fasilitas belajar seperti buku, alat-alat tulis dan sebagainya. Fasilitas ini hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang, jika fasilitas tersebut tidak dapat dijangkau oleh keluarga. Ini bias menjadi faktor penghambat dalam belajar tapi sianak hendaknya diberi pengertian tentang hal itu. Agar anak bias mengerti dan tidak sampai mengganggu belajarnya. Tapi jika memungkinkan untuk mencukupi fasilitas tersebut, maka penuhilah fasilitas tersebut, agar anak bersemangat senang belajar.
b)      Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi minat belajar siswa mencakup metode mengajar, kurikulum, pekerjaan rumah.
(1)     Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui dalam mengajar, metode mengajar ini mempengaruhi minat belajar siswa. Jika metode mengajar guru kurang baik dalam artian guru kurang menguasai materi-materi kurang persiapan, guru tidak menggunakan variasi dalam menyampaikan pelajaran alias monoton, semua ini bias berpengaruh tidak baik bagi semangat belajar siswa. Siswa bisa malas belajar, bosan, mengantuk dan akibatnya siswa tidak berhasil dalam menguasai materi pelajaran.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa guru hendaknya menggunakan metode mengajar yang tepat, efesien dan efektif yakni dengan dilakukannya keterampilan variasi dalam menyampaikan materi.
(2)     Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran. Bahan pelajaran yang seharusnya disajikan itu sesuai dengan kebutuhan bakat dan cita-cita siswa juga masyarakat setempat. Jadi kurikulum bisa dianggap tidak baik jika kurikulum tersebut terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa. Perlu diingat bahwa system intruksional sekarang menghendaki proses belajar mengajar yang mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu memahami siswa dengan baik, agar dapat melayani siswa dan member semangat belajar siswa, agar dapat melayani siswa dan memberi semangat belajar siswa. Adanya kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan-kebutuhan siswa, akan meningkatkan semangat, dan minat belajar siswa, sehingga siswa mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.
(3)     Pekerjaan rumah
Pekerjaan rumah yang terlalu banyak dibebankan oleh guru kepada murid untuk dikerjakan di rumah. Merupakan momok penghambat dalam kegiatan belajar, karena membuat siswa cepat bosan adalah belajar siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengerjakan kegiatan yang lain. Untuk menghindari kebosanan tersebut guru janganlah terlalu banyak memberi tugas rumah (PR), berilah kesempatan siswa unuk melakukan kegiatan yang lain, agar siswa tidak merasa bosan dan lelah dengan belajar.
c)      Faktor masyarakat
Masyarakat juga berpengaruh terhadap minat belajar siswa, berikut ini penulis membahas beberapa faktor masyarakat yang bisa mempengaruhi minat belajar siswa, yakni:
(1)   Kegiatan dalam masyarakat
Di samping belajar, anak juga mempunyai kegiatan-kegiatan lain diluar sekolah, misalnya karang taruna, menari, olah raga dan lain sebagainya. Bila kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan berlebih-lebihan, bisa menurunkan semangat belajar siswa, karena anak sudah terlanjur senang dalam organisasi atau kegiatan dimasyarakat, dan perlu diingatkan tidak semua kegiatan dimasyarakat berdampak baik bagi anak. Maka dari itu, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anak-anaknya, supaya jangan atau tidak hanyut dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang belajar anak. Jadi orang tua hendaknya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat agar tidak mengganggu belajarnya, dan orang tua juga mengikut sertakan siswa pada kegiatan yang mendukung semangat belajarnya seperti kursus bahasa Inggris, dan komputer.
(2)   eman bergaul
Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwa anak jika teman bergaulnya baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya. Jika teman bergaulnya jelek pasti mempengaruhi sifat yang jelek pada diri siswa. Seyogyanya orang tua memperhatikan pergaulan anak-anaknya, jangan sampai anaknya berteman dengan anak yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan, usahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik yang bisa memberikan semangat belajar yang baik. Tugas orang tua hanya mengontrol dari belakang jangan terlalu dan jangan terlalu dibebaskan yang bijaksana saja, agar siswa tidak terganggu dan terhambat belajarnya. Masih banyak pengaruh-pengaruh eksternal minat belajar siswa lingkungan sekitar juga bisa mempengaruhi, untuk itu usahakan lingkungan disekitar kita itu baik, agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa/anak, sehingga anak terdorong atau bersemangat belajar
4.      Hasil Belajar
a.       Pengertian
Hasil  belajar  adalah  kemampuan-kemampuan  yang  dapat  diamati  setelah  siswa  menerima  pengalaman  belajarnya.  Agar  hasil  belajar  dapat  dicapai  dengan  hasil  yang  baik,  maka  siswa  harus  banyak  mendapat  pengalaman  belajar,  dalam hal ini pengalaman dapat diperoleh dari aktivitas belajar siswa. Jadi hasil belajar pada  hakekatnya  adalah  perubahan  tingkah  laku  yang  terjadi  pada  siswa  setelah menempuh pengalaman belajar Yamanoto dalam (Setiawan, 2008:17).
Dimyati dan Mudjiono (2002:3) mengartikan hasil belajar sebagai hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan penggalan dan puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindakan guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pada bagian lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku baik berupa pengetahuan, keterampilan atau sikap sebagai hasil dari proses belajar. Dalam pedoman pelaksanaan kurikulum sekolah dasar (1995:69) disebutkan bahwa pencapaian hasil belajar adalah informasi tentang pengetahuan sikap dan perilaku serta keterampilan yang dicapai oleh siswa setelah berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar selama kurun waktu tertentu.
Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat  diukur, seperti tertuang pada angka rapor, angka dalam ijazah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar. Peran guru dalam proses pembelajaran yaitu membuat desain intruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengiring
Adapun  menurut  pendapat  Maehr  (dalam  Semiawan,  2003:24)  tentang hasil belajar, yaitu :
1)      Hasil  belajar  merupakan  tingkah  laku  yang  dapat  diukur  dengan menggunakan tes prestasi belajar.
2)      Hasil  belajar  merupakan  hasil  dari  perubahan  individu  itu  sendiri bukan hasil dari perubahan orang lain.
3)      Hasil  belajar  dapat  dievaluasi  tinggi  rendahnya  berdasarkan  criteria  yang telah ditetapkan oleh penilai atau menurut standar yang telah ditetapkan oleh  kelompok.
4)      Hasil  belajar  merupakan  hasil  dari  kegiatan  yang  dilakukan  secara sengaja dan disadari, jadi bukan suatu kebiasaan atau perilaku yang tidak disadari.
Hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam proses skor atau angka dari hasil  tes  seperti  yang  dikemukakan  oleh  Makmun  dan  Nurmala  (2003:26) bahwa  hasil  belajar  merupakan  hasil  usaha  atau  kalimat  yang  mencerminkan hasil yang dicapai oleh setiap siswa.
Hasil  belajar  dapat  diperoleh  dari  hasil  tes  (formatif,  sub  sumatif  dan sumatif),  unjuk  kerja  (performance),  penugasan  (proyek),  hasil  kerja  (produk), porto folio, sikap serta penilaian diri.
b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Ada  beberapa  faktor  yang  mempengaruhi  tingkat  keberhasilan  hasil belajar  siswa.  Menurut  Purwanto  (1984:101)  bahwa  faktor-faktor  yang mempengaruhi hasil belajar adalah :
1)      Faktor  individu,  yaitu  faktor  yang  ada  pada  diri  individu  itu  sendiri. Kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
2)      Faktor  sosial,  yaitu  faktor  yang  ada  dari  luar  individu.  Factor  sosial terdiri dari  factor  keluarga,  guru  dan  cara  mengajar,  lingkungan  dan  kesempatan yang tersedia serta motivasi sosial.
Sementara  itu  berhubungan  dengan  hasil  belajar,  Sudjana  dalam  Kadir (2000:63)  mengatakan  hasil  belajar  yang  dicapai  siswa  dipengaruhi  oleh dua factor  utama  yaitu  factor  yang  datang  dari  dalam  diri  siswa  dan  factor  yang datang  dari    luar  siswa  atau  factor  lingkungan.  Factor  yang  datang  dari  diri  siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Di samping itu, motivasi belajar, minat  dan  perhatian,  sikap  dan  cara  belajar,  ketekunan,  sosial  ekonomi,  factor fisik  dan  factor  psikis.  Sedangkan  factor  dari  luar  siswa  atau  lingkungan  yaitu keluarga, sekolah, kelompok bermain dan masyarakat.
5.      Pembelajaran Kooperatif
a.       Pengertian Pembelajaran Kooperatif
  Menurut  Hamdani  (2011:30)  mengemukakan  bahwa  model  pembelajaran  kooperatif  adalah  rangkaian  kegiatan  belajar  siswa  dalam kelompok  tertentu  untuk  mencapai  tujuan  pembelajaran  yang  dirumuskan. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa  sebagai  anggota  kelompok  kecil  yang  tingkat  kemampuannya berbeda.  Dalam  menyelesaikan  tugas  kelompoknya,  setiap  anggota kelompoknya  harus  saling  bekerja  sama  dan  saling  membantu  untuk memahami  materi  pelajaran.  Selanjutnya  menurut  Karli  dan Yuliariatiningsih  (dalam  Hamdani,  2011:165)  metode  pembelajaran kooperatif  adalah  suatu  strategi  belajar  mengajar  yang  menekankan  pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau  membantu diantara sesama dalam  struktur  kerja  sama  yang  teratur  dalam  kelompok,  yang  terdiri  atas dua  orang  atau  lebih.  Keberhasilan  kerja  sangat  dipengaruhi  keterlibatan setiap  anggota  kelompok  itu  sendiri. Sedangkan  menurut  Sugiyanto (2010:37)  pembelajaran  kooperatif  (cooperative  learning)  adalah  pendekatan  pembelajaran  yang  berfokus  pada  penggunaan  kelompok  kecil siswa  untuk  bekerja  sama  dalam  memaksimalkan  kondisi  belajar  untuk mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan  uraian  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  model  pem-belajaran  kooperatif  adalah  model  pembelajaran  yang  mengutamakan pembentukan  kelompok  yang  bertujuan  untuk  menciptakan  pendekatan pembelajaran  yang  efektif.  Jadi,  setiap  siswa  akan  melakukan  sosialisasi internal  dan  bertukar  pikiran  dalam  menyelesaikan  tugas  bersama  dalam kelompok. Dengan  begitu  siswa  akan  bertanggung  jawab  atas  belajarnya sendiri  dan  berusaha  menemukan  informasi  untuk  menjawab  pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada mereka.

b.      Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Hamdani (2011:31) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : (1) Setiap  anggota memiliki  peran; (2)  terjadi  hubungan  interaksi  langsung diantara  siswa;  (3)  setiap  anggota  kelompok  bertanggung  jawab  atas  cara belajarnya  dan  juga  teman-teman  sekelompoknya;  (4)  guru  membantu mengembangkan  keterampilan-keterampilan  interpersonal  kelompok;  (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.Menurut  Lie (dalam  Sugiyanto, 2010:40-42)  pembelajaran  kooperatif adalah  suatu  sistem  yang  di  dalamnya  terdapat  elemen-elemen  yang  saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif tersebut adalah :
1)      Saling ketergantungan positif
Dalam  pembelajaran  kooperatif,  guru  menciptakan  suasana  yang mendorong  agar  siswa  merasa  saling  membutuhkan.  Hubungan  yang saling  membutuhkan  ini  yang  dimaksud  saling  ketergantungan  positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui : (1) saling ketergantungan mencapai  tujuan;  (2)  saling  ketergantungan  menyelesaikan  tugas;  (3) saling  ketergantungan  bahan  atau  tugas;  (4)  saling  ketergantungan peran; (5) saling ketergantungan hadiah.
2)      Interaksi tatap muka
Interaksi  tatap  muka  akan  memaksa  siswa  saling  tatap  muka dalam  kelompok  sehingga  mereka dapat  berdialog. Dialog  tidak  hanya dilakukan  dengan  guru.  Interaksi  semacam  itu  sangat  penting  karena siswa  merasa  lebih  mudah  belajar  dari  sesamanya.ini  juga  mencerminkan konsep pengajaran teman sebaya.
3)      Akuntabilitas individual
Pembelajaran  kooperatif  menampilkan  wujudnya  dalam  belajar kelompok.  Penilaian  ditunjukan  untuk  mengetahui  penguasaan  siswa terhadap  materi  pelajaran  secara  individual.  Hasil  penilaian  secara individual  selanjutnya  disampaikan  oleh  guru  kepada  kelompok  agar semua  anggota  kelompok  mengetahui  siapa  anggota  kelompok  yang memerlukan bantuan  dan  siapa  yang dapat  memberikan  bantuan.  Nilai kelompok  didasarkan  atas  rata-rata  hasil  belajar  semua  anggotanya, karena  itu  setiap  anggota  kelompok  harus  memberikan  sumbangan demi kemajuan kelompok.
4)      Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan  sosial  seperti  tenggang  rasa,  sikap  sopan  terhadap teman,  mengkritik  ide  dan  bukan  mengkritik  teman,  berani  mempertahankan  pikiran  logis,  tidak  mendominasi  orang lain,  mandiri,  dan berbagai  sifat  lain  yang  bermanfaat  dalam  menjalin  hubungan  antar pribadi tidak diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
Berdasarkan  ciri-ciri  dari  beberapa  pendapat  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  model  pembelajaran  kooperatif  memang  menonjolkan  pada diskusi  dan kerjasama  dalam  kelompok.  Kelompok  dibentuk  secara heterogen  sehingga  siswa  dapat  berkomunikasi,  saling  berbagi  ilmu,  saling menyampaikan  pendapat,  dan  saling menghargai  pendapat  teman  sekelompoknya.
6.      Media Pembelajaran
a.       Definisi Media Pembelajaran
Menurut Hamdani (2011:243) media adalah komponen sumber belajar atau  wahana  fisik  yang  mengandung  materi  instruksional  di  lingkungan siswa, yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dan media pembelajaran adalah  media  yang  membawa  pesan-pesan  atau  informasi  yang  bertujuan instruksional  atau  mengandung  maksud-maksud  pengajaran.  Selanjutnya menurut AECT (Association of Education and Communication Technology)(dalam  Hamdani,  2011:73)  mengatakan  bahwa  media  pembelajaran adalah segala  sesuatu  yang  digunakan  orang  untuk  menyampaikan  pesan  pembelajaran.  Media  pembelajaran  harus  meningkatkan  motivasi  siswa.  Selain itu, mengingat  apa  yang  telah  dipelajari,  selain  memberikan  rangsangan belajar baru. Media yang baik akan mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan,  umpan  balik,  dan  mendorong  siswa  untuk  melakukan  praktik-praktik yang benar.
Kemp  dan  dayton  (dalam  Hamdani,  2011:73)  mengidentifikasi  manfaat  media  pembelajaran  adalah:  (1)  penyampaian  materi  pelajaran  dapat diseragamkan; (2) proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik; (3) proses pembelajaran menjadi lebih interaktif; (4) efisiensi dalam waktu dan tenaga;  (5)  meningkatkan  kualitas  hasil  belajar  siswa;  (6)  memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja; (7) media dapat menumbuhkan  sikap  positif  terhadap  materi  dan  proses  belajar;  (8)  mengubah peran guru ke arah yang lebih positif produktif.
Berdasarkan beberapa  pendapat  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa media  pembelajaran  adalah  media  yang  digunakan  dalam  pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari  sumber  belajar  ke  penerima  pesan  belajar  (siswa).  Dengan  adanya media  pengajaran  yang  digunakan  guru  diharapkan  dapat  mengkonkretkan konsep-konsep  abstrak  yang  ada  dalam  materi  pelajaran,  khususnya  PKn, mengingat banyak materi dalam pembelajaran PKn yang sifatnya abstrak.
b.      Landasan Penggunaan Media Pembelajaran
Kajian  psikologi  menyatakan  bahwa,  anak  akan  mudah  mempelajari hal  yang  konkret  daripada  hal  yang  abstrak.  Berkaitan  dengan  kontinum konkret-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat sebagai berikut :
1)      Menurut  Bruner  (dalam  Hamdani,  2011:256)  mengemukakan  bahwa dalam  proses  pembelajaran,  guru  hendaknya  menggunakan  urutan  dari belajar  dengan  gambaran  atau  film  (iconic  representation  of experiment),  kemudian  ke  belajar  dengan  simbol,  yitu  menggunakan kata-kata  (symbolic  representation).  Menurut  Bruner,  hal  ini  juga berlaku tidak hanya untuk anak, tetapi juga untuk orang dewasa.
2)      Menurut  Dale  (dalam  Hamdani,  2011:256)  membuat  jenjang  konkret-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman  nyata,  menuju  siswa  sebagai  pengamat  kejadian  nyata,  dilanjutkan ke  siswa  sebagai  pengamat  terhadap  kejadian  yang  disajikan  dengan media,  dan  terakhir  siswa  sebagai  pengamat  kejadian  yang  disajikan.
Salah  satu  gambaran  yang  paling  banyak  dijadikan  acuan  sebagai landasan  teori  penggunaan  media  dalam  proses  belajar  adalah  Dale’s Cone of Experience. Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman  yang  dikemukakan  oleh  Bruner.  Hasil  belajar  seseorang  diperoleh mulai dari pengalaman  langsung (konkret), kenyataan  yang ada di lingkungan  kehidupan  seseorang  kemudian  melalui  benda  tiruan,  sampai kepada  lambang  verbal  (abstrak).  Semakin  ke  atas  di  puncak  kerucut semakin  abstrak  media  penyampai  pesan  itu.  Perlu  dicatat  bahwa  urut-urutan  ini berarti proses  belajar dan  interaksi  mengajar  belajar  harus  selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang  paling  sesuai  dengan  kebutuhan  dan  kemampuan  kelompok  peserta didik yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar.
7.      Media Pembelajaran Audiovisual
Media  audiovisual  adalah  suatu  media  yang  merupakan  gabungan antara  madia  audio  dan  visual.  Media  audio  adalah  media  yang  dapat didengar  atau  yang  memilliki  unsur  suara,  sedangkan  media  visual  yaitu media  yang  dapat  dilihat  dan  tidak  mengandung  unsur  suara.  Menurut Hamdani  (2011:245)  media  audiovisual  yaitu  media  yang  mengandung unsur  suara  dan  juga  memiliki  unsur  gambar  yang  dapat  dilihat,  seperti rekaman  video,  film,  dan  sebagainya.  Selanjutnya, menurut  Sukiman (2012:184) media pembelajaran audiovisual adalah media penyaluran pesan dengan memanfaatkan indera pendengaran dan penglihatan. 
Media audiovisual (film dan video) memiliki kelebihan dan kekurangan.  Arsyad  (dalam Sukiman,  2012:188-189)  mengidentifikasikan  kelebihan media audiovisual sebagai berikut :
a.       Film  dan  video  dapat  melengkapi  pengalaman-pengalaman  dasar  dari peserta didik ketika mereka membaca, berdiskusi,  berpraktik, dan lain-lain.
b.      Film  dan  video  dapat  menggambarkan  suatu  proses  secara  tepat  yangdapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu.
c.       Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video menanamkan sikap dan segi-segi efektif lainnya.
d.      Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok peserta didik.
e.       Film dan video dapat menyajikan peristiwa  yang berbahaya jika dilihat secara langsung.
f.       Film  dan  video  dapat  ditunjukkan  kepada  kelompok  besar  atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen, maupun perorangan.
g.      Dengan  kemampuan  dan  teknik  pengambilan  gambar  frame  demi frame, film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit.
Selanjutnya  kelemahan  atau  kekurangan  dari  media  audiovisual menurut Sukiman (2012:189-190) adalah sebagai berikut :
a.   Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang banyak.
b.   Pada  saat  film  dipertujukkan,  gambar-gambar  bergerak  terus  sehingga tidak  semua  peserta  didik  mampu  mengikuti  informasi  yang  ingin  disampaikan melalui film tersebut.
c.   Film dan video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan  belajar  yang  diinginkan,  kecuali  film  dan  video  itu  dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.
Solusi  untuk  mengatasi  kelemahan  dari  penggunaan  media audiovisual adalah sebagai berikut;
a.   Guru berinisiatif untuk membuat video sendiri atau mencari di internet, yang  terpenting  video  tersebut  mampu  menunjang  tercapainya  tujuan pembelajaran, sehingga hal tersebut bisa disiasati.
b.   Guru  berusaha  mengkondisikan  seluruh  siswa  dan  memberikan tanggung  jawab  tentang  hasil  setelah  melihat  tayangan  video. Selanjutnya,  guru  bersama  siswa  mengulas  kembali  tayangan  tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. c. Guru  berusaha  untuk  memberikan  penjelasan  mengenai  konsep  yang belum mampu tersampaikan melalui tayangan video tersebut.
8.      Penerapan  Pembelajaran  IPA melalui  Model  Kooperatif   dengan Menggunakan Media Audiovisual
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP bahwa “ilmu pengetahuan alam berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu ilmu pengetahuan alam juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran ilmu pengetahuan alam tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat ilmu pengetahuan alam sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran ilmu pengetahuan alam yang empirik dan faktual. Hakikat ilmu pengetahuan alam sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih keterampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
Sebagai proses sains dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau metode ilmiah, melalui keterampilan menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan keterampilan spesial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data, mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap sains dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi skeptis, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif..
Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran,  yaitu  meliputi  alat  bantu  guru  dalam  mengajar  serta  sarana  pembawa pesan  dari  sumber  belajar  ke  penerima  pesan  belajar  (siswa).  Media  yang baik akan mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan, umpan balik, dan  mendorong  siswa  untuk  melakukan  praktik-praktik  yang  benar.  Media audiovisual adalah media yang digunakan untuk menyampaikan materi IPA berupa tampilan unsur gambar dan suara dengan bantuan proyektor.
Adapun  langkah-langkah  pembelajaran  kooperatif  dengan  menggunakan media audivisual adalah sebagai berikut :
a.       Melakukan kegiatan pra pembelajaran.
b.      Guru melakukan apersepsi.
c.       Guru  menyajikan  materi  pelajaran  dengan  menggunakan  media audiovisual.
d.      Guru membentuk kelompok secara heterogen dengan anggota lima atau enam anak (kelompok awal).
e.       Guru  memberikan  lembar  kegiatan  pada  setiap  kelompok  untuk  menguasai materi yang telah dipelajari.
f.       Guru memberikan evaluasi pembelajaran.
g.      Guru menutup pembelajaran.

B.     Kerangka Berpikir

Dari faktor  guru  yaitu,  pembelajaran  yang  dilaksanakan  seringkali  hanya menggunakan  metode  yang  berpusat  pada  guru dan  tidak  melibatkan aktivitas  seluruh  siswa,  belum  menggunakan  metode  yang  bervariasi  demi meningkatkan  gairah  belajar  siswa.  Penggunaan  media  pembelajaran  yang dilakukan  guru  terkesan  belum  maksimal  sehingga  belum  mampu menggugah  minat  siswa  untuk  aktif dan  antusias  dalam  mengikuti  proses pembelajaran yang dilakukan guru. Pemberian penguatan juga masih kurang diberikan  oleh  guru,  akibatnya  siswa  cenderung  kurang  berminat,  merasa bosan,  dan  pasif  dalam  mengikuti  kegiatan  pembelajaran  yang  dilakukan.
Selanjutnya,  guru  masih  kurang  dalam  mengembangkan  sumber  belajar, seharusnya  seorang  guru  memiliki  sumber  belajar  yang  lebih  lengkap  dan berkualitas sebagai bahan referensi untuk mempermudah pemahaman dalam memberikan pengetahuan yang lebih luas terhadap siswa. Dari faktor siswa, sebagian  besar  siswa  belum  sepenuhnya  bertanggungjawab  untuk memperhatikan  materi  pelajaran  yang  sedang  diajarkan,  sebagian  siswa justru  asik  berbicara  dengan  teman  sebangkunya  dan  mengganggu teman lainnya.  Akibatnya,  siswa  kurang  memahami  materi  pelajaran  yang diajarkan.  Selain  itu,  sebagian  besar  siswa  masih  terlihat  pasif  dan  kurang antusias,  serta  kurang  termotivasi  dalam  mengikuti  pembelajaran. Sedangkan  dari  faktor  Kegiatan  Belajar  Mengajar  (KBM),  suasana pembelajaran  yang  tercipta  kurang  kondusif,  hal  tersebut  ditunjukkan dengan  proses  belajar  mengajar  yang  kurang  interaktif  antara  guru  dan siswa,  sehingga  pembelajaran  yang  berlangsung  terkesan  hanya  satu  arah.
Dengan permasalahan tersebut, peneliti bersama kolaborator menetapkan  tindakan  dengan menggunakan  pembelajaran kooperatif  dengan media  audiovisual. Setelah  diberikan  tindakan  berupa  pembelajaran  dengan  model kooperatif    dengan  menggunakan  media  audiovisual,  diharapkan pada  akhirnya  kondisi  keterampilan  guru, minat belajar  siswa, dan  hasil  belajar siswa meningkat.


C.    Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Penerapan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi fungsi organ pernafasan dapat meningkatkan pemahaman siswa  kelas V SDN …………. Kecamatan …………..Kabupaten ………..Tahun Pelajaran 2013/2014.
b.      Penerapan pembelajaran kooperatif dengan media audiovisual dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi fungsi organ pernafasan dapat meningkatkan  hasil belajar siswa kelas V SDN …………. Kecamatan …………..Kabupaten ………..Tahun Pelajaran 2013/2014.