LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
UPAYA MENINGKATKAN
KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUIMETODE BERMAIN PERAN PEMBELAJARAN IPS
KELAS IX-3 SMPN 7 ....................
TAHUN PELAJARAN
2011/2012
Diajukan
untuk Memenuhi Persyaratan Kenaikan
Pangkat
............................... dst disesuaikan
Oleh :
………………………………………..
NIP.
……………..
UPT
………………………………….
SMPN 7 ....................
Jl.
.....................................................
2012
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(CLASSSROOM
ACTION RESEARCH)
1. a. Judul Penelitian : Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Bermain
Peran Pembelajaran IPS Kelas IX-3 SMPN 7 .................... Tahun Pelajaran 2011/2012
b. Kategori
Penelitian : Penelitian Tindakan Kelas
2. Identitas Peneliti
a.
Nama
Lengkap : …………………………………
b.
NIP : ……………………………
c.
Pangkat /
Golongan :
d.
Jabatan :
e.
Sekolah :
3. Jumlah peneliti : 1 orang
4. Lokasi :
IX-3 SMPN 7 ....................
5. Jangka waktu : 3 (tiga)
bulan
…………….,…………………….
Petugas Perpustakaan Peneliti
…………………….. ………………………
NIP. …………………….. NIP. ……………………..
Mengetahui/Mengesahkan
Kepala Sekolah
………………….
NIP.……………………..
KATA
PENGANTAR
Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat
Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya
sehingga Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat selesai dengan baik.
Dalam PTK ini peneliti menentukan judul yaitu Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil
Belajar Siswa Melalui Metode Bermain Peran Pembelajaran IPS kelas IX-3 SMPN 7 .................... Tahun Pelajaran 2011/2012”. Penelitian ini
diajukan untuk melengkapi syarat-syarat Kenaikan pangkat dari golongan ………. Ke
golongan …...
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyusunan penelitian ini khususnya kepada:
1.
……………….., selaku Kepala Dinas ………………..
2.
……………….., selaku Pengawas SMP/MTs……………………
3.
……………….., selaku Kepala Sekolah ……………………………..
4.
Segenap warga ……………. khususnya guru-guru ……… yang
telah membantu penyelesaian karya ini.
Akhirnya penulis mohon saran dan kritik dari pembaca
demi perbaikan langkah berikutnya. Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini
dapat memberikan dampak positip terhadap perkembangan peningkatan sumber daya
manusia.
............, ............
Penulis
ABSTRAK
Kondisi pembelajaran
IPS khususnya di SMPN 7 ....................
masih didominasi model pembelajaran konvensional
seperti ceramah. Metode ceramah itu lebih menitikberatkan guru sebagai
pusat informasi atau guru hanya
menyalurkan ilmu saja
kepada siswanya (teacher centre), sedangkan siswa hanya
sebagai pendengar setia saja. Pada akhirnya sering kali kita
mendengar bahwa pelajaran IPS itu
sangat membosankan, jenuh
bahkan siswa menjadi
pasif dalam proses pembelajaran berlangsung.
Siswa tidak antusias
dalam proses pembelajaran tersebut, yang berdampak tidak
berhasilnya siswa dalam pembelajaran IPS di IX-3 SMPN 7 .................... Tahun Pelajaran 2011/2012. Upaya perbaikan yang dilakukan
adalah melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan metode bermain
peran. Tujuannya adalah untuk
mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa siswa kelas IX-3 SMPN 7 .................... Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan penerapan
metode bermain peran melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas dalam 4
tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi dan dilakukan
dalam 2 siklus dengan 2 kali pertemuan pada masing-masing siklusnya. Subjek
penelitian siswa kelas X-3
SMPN 7 .................... sebanyak 24 siswa. Teknik Pengumpulan Data
dilakukan dengan observasi, lembar Kerja Siswa, lembar Wawancara, dan lembar
Evaluasi. Analisis data ini dilakukan
secara kualitatif. Hasil
penelitian membuktikan penerapan metode bermain peran mampu meningkatkan keaktifan
belajar siswa pada pembelajaran IPS, hal ini dibuktikan dengan peningkatan keaktifan
belajar dari dari 33,33% atau 8 siswa
pada studi awal menjadi, 54,17% atau 13 siswa, dan pada akhir siklus
kedua menjadi 100%, dan peningkatan
nilai rata-rata kelas dari 57,50 pada
studi awal menjadi 62,08 pada siklus pertama, dan pada akhir siklus kedua
menjadi 71,25 dengan tingkat ketuntasan belajar yang juga meningkat pada setiap
siklusnya, yaitu 5 orang siswa (20,83%) pada studi awal, menjadi 41,67% atau 10
siswa, dan pada siklus terakhir menjadi 87,50% atau 21 siswa dari 24 siswa yang
mengikuti pelaksanaan perbaikan pembelajaran. Kesimpulannya adalah penerapan metode bermain peran mampu meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IX-3 SMPN 7 .................... Tahun Pelajaran 2011/2012.
Kata Kunci : peningkatan,
bermain peran, keaktifan, hasil, belajar
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii
ABSTRAK......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iv
DAFTAR ISI..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.........................................................
B. Identifikasi Masalah ..............................................................
C. Analisis Masalah ....................................................................
D. Pembatasan Masalah ..............................................................
E. Rumusan Masalah ..................................................................
F. Tujuan Penelitian....................................................................
G. Manfaat Penelitian..................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ...........................................................................
B. Kerangka Berpikir .................................................................
C. Hipotesis Tindakan ................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Setting Penelitian....................................................................
B.
Subyek Penelitian ..................................................................
C.
Data dan Sumber Data...........................................................
D.
Teknik Pengumpulan Data .....................................................
E.
Validitas Data.........................................................................
F.
Teknik Analisa Data ..............................................................
G.
Indikator Keberhasilan...........................................................
H.
Prosedur Penelitian ................................................................
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian.......................................................................
B. Pembahasan............................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................
B. Saran dan Tindak Lanjut........................................................
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Kondisi Awal...........................
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Observasi Peningkatan
Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal
Tabel 4.3 Rekapitulasi Nilai Tes Formatif pada Siklus I............................
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Observasi Peningkatan Keaktifan
Siswa Pada Siklus I
Tabel 4.5 Rekapitulasi Nilai Tes Formatif pada Siklus II..........................
Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Observasi Peningkatan
Keaktifan Siswa Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Materi ...............................................................................
Tabel 4.7 Rekapitulasi Nilai Hasil Tes Formatif Temuan
Awal, Siklus I dan Siklus II
Tabel 4.8 Rekapitulasi Peningkatan Keaktifan Siswa
pada Siklus I dan Siklus II
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Tindakan Kelas.........................
Gambar 4.1 Grafik Peningkatan dan Penurunan Ketuntasan Belajar Siswa Kondisi
Awal, Siklus I dan II..................................................................................................
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Belajar Siswa Pada Siklus I dan II
Gambar 4.3 Grafik Ketuntasan Siswa Berdasarkan Tingkat
Keaktifan Siswa Pada Siklus I dan II ..................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 Surat Kesediaan Menjadi Observer
Lampiran 3 Jurnal
Kegiatan Penelitian
Lampiran 4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Siklus I
Lampiran 5
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Siklus II
Lampiran 6 Daftar
Hadir Siswa Pra siklus, Siklus I dan Siklus II
Lampiran 7 Daftar
Hadir Peneliti Dan Observer
Lampiran 8 Hasil Nilai Tes
Formatif Siklus I
Lampiran 9
Hasil Nilai Tes
Formatif Siklus II
Lampiran 10
Data Hasil
Observasi Siklus I
Lampiran 11
Data Hasil
Observasi Siklus II
Lampiran 12 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa
Lampiran 13
Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Pra siklus,
Siklus I dan Siklus II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi pembelajaran
IPS di negara
kita sampai saat
ini masih banyak diwarnai dengan
menggunakan model pembelajaran
konvensional seperti ceramah.
Metode ceramah itu lebih menitikberatkan guru sebagai pusat informasi atau guru
hanya menyalurkan ilmu
saja kepada siswanya
(teacher centre), sedangkan siswa hanya
sebagai pendengar setia saja. Ditambah lagi
guru sering menugaskan siswa
untuk menghapal atau menulis (mencatat) semua materi dalam pembelajaran IPS.
Pada akhirnya sering kali kita mendengar bahwa pelajaran IPS itu sangat
membosankan, jenuh bahkan
siswa menjadi pasif
dalam proses pembelajaran berlangsung.
Siswa tidak antusias
dalam proses pembelajaran tersebut, yang berdampak tidak berhasilnya siswa dalam
pembelajaran IPS.
Pada akhirnya sering kali kita
mendengar bahwa pelajaran IPS itu
sangat membosankan, jenuh
bahkan siswa menjadi
pasif dalam proses pembelajaran berlangsung.
Siswa tidak antusias
dalam proses pembelajaran tersebut, yang berdampak tidak berhasilnya siswa dalam
pembelajaran IPS. Oleh karena itu,
keberhasilan dalam proses
belajar mengajar dipengaruhi
oleh kemampuan guru dalam
menggunakan strategi, metode
dan teknik belajar
serta kurang variatifnya guru
dalam menggunakan metode-metode
pembelajaran tersebut yang sesuai
dengan materi yang
akan disampaikan oleh
guru ketika proses belajar
mengajar berlangsung.
Oleh karena itu,
keberhasilan dalam proses
belajar mengajar dipengaruhi
oleh kemampuan guru dalam menggunakan strategi, metode dan
teknik belajar serta kurang
variatifnya guru dalam
menggunakan metode-metode pembelajaran tersebut yang
sesuai dengan materi
yang akan disampaikan
oleh guru ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Permasalahan
yang muncul pada saat proses pembelajaran terbukti dengan rendahnya hasil tes formatif mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial materi Politik dan Ekonomi Indonesia
Pascapengakuan Kedaulatan
ternyata hanya terdapat 5 siswa (20,83%) dari 24 siswa yang mencapai tingkat ketuntasan atau penguasaan materi 80% ke atas., sedangkan sisanya sebanyak 19 siswa (79,17%) dinyatakan belum tuntas, dengan
perolehan nilai rata-rata kelas sebesar 57,50 serta tingkat
keaktifan belajar yang masih sangat rendah yaitu 33,33% atau hanya 8 siswa dari jumlah siswa sebanyak 24 siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
uraian sebagaimana latar belakang masalah di atas, peneliti meminta bantuan
supervisor dan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi kekurangan dari
pembelajaran yang dilaksanakan. Dari hasil diskusi terungkap beberapa masalah
yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu :
1. Penguasaan siswa tentang konsep pembelajaran masih rendah
2. Tingkat penguasaan siswa terhadap materi
pembelajaran IPS yang berdampak hasil
belajar rendah.
3. Keaktifan siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran
kurang sesuai dengan harapan.
4. Ketidakseriusan siswa dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran yang ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang kurang
memperhatikan penjelasan yang diberikan guru selama proses pembelajaran
berlangsung.
C. Analisis Masalah
Melalui
refleksi diri, kaji literatur dan diskusi dengan supervisor dan teman sejawat
dapat diketahui bahwa kemungkinan faktor penyebab timbulnya masalah di atas
adalah :
1. Model pembelajaran yang digunakan guru
tidak sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar sehingga penguasaan
konsep materi pembelajaran menjadi kurang baik.
2. Guru tidak melibatkan siswa untuk aktif
dalam pembelajaran dan penemuan informasi.
3.
Guru tidak mampu membaca situasi dan
kondisi pada saat pembelajaran berlangsung.
4. Ketidakmampuan guru
memperhatikan perbedaan kemampuan siswa
5. Guru yang terkesan kaku dalam penyampaian materi
Apabila hal
ini dibiarkan akan berakibat makin merosotnya hasil belajar siswa. Berdasarkan
hal tersebut peneliti mencoba melakukan upaya perbaikan pembelajaran melalui
Penelitian Tindakan Kelas pada pembelajaran IPS materi Politik dan Ekonomi
Indonesia Pascapengakuan Kedaulatan di kelas IX-3 SMPN 7 ....................
Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan penerapan metode bermain peran dengan harapan
dapat memecahkan masalah pembelajaran yang terjadi.
D. Perumusan Masalah
1.
Apakah dengan penerapan metode
bermain peran dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IX-3 SMPN 7 ....................
pada materi Politik dan Ekonomi Indonesia Pascapengakuan Kedaulatan?
2.
Apakah dengan penerapan metode
bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-3 SMPN 7 ....................
pada materi Politik dan Ekonomi Indonesia Pascapengakuan Kedaulatan ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, agar memiliki arah yang jelas,
ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui peningkatan
keaktifan belajar siswa siswa kelas IX-3 SMPN 7 .................... materi Politik dan Ekonomi Indonesia
Pascapengakuan Kedaulatan dengan penerapan metode bermain peran.
2.
Untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar siswa siswa kelas IX-3 SMPN 7 .................... pada materi Politik
dan Ekonomi Indonesia Pascapengakuan Kedaulatan dengan penerapan metode bermain
peran
F. Manfaat Penelitian
Diharapkan
dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat secara
teoritis dan praktis :
- Manfaat Teoritis
a.
Manfaat dari pembahasan masalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan bentuk dan cara mengatasi masalah kurangnya
keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS materi Politik dan Ekonomi Indonesia
Pascapengakuan Kedaulatan dengan penerapan metode bermain peran.
b.
Sebagai
dasar penelitian lebih lanjut.
- Manfaat Praktis
a. Siswa yaitu :
1) Memperbaiki cara belajar siswa agar lebih
baik lagi
2) Memberikan rangsangan dan keaktifan
belajar siswa
3) Meningkatkan hasil belajar siswa
4) Siswa merasa mendapat perhatian khusus
dari guru
b. Guru yaitu :
1) Dapat memperbaiki pembelajaran yang
dikelolanya karena sasaran akhir dari penelitian ini adalah perbaikan
pembelajaran
2) Guru dapat berkembang secara profesional
karena dapat menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran
yang dikelolanya
3) Membuat guru jadi lebih percaya diri
4) Guru mendapat kesempatan untuk berperan
aktif mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan sendiri.
c. Sekolah yaitu :
1) Mengembangkan mutu dan hasil belajarnya
2) Meningkatkan kualitas pendidikan
3) Mempunyai kesempatan untuk berkembang
pesat
4) Menciptakan hubungan kolegial yang sehat
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Hakikat
Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs
a. Definisi Mata Pelajaran
IPS Di SMP/MTs
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP
dan MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh siswa SMP
dan MTs sebagaimana yang diungkapkan oleh Sapriya (2009: 12) bahwa IPS pada
kurikulum sekolah (satuan pendidikan), pada hakikatnya merupakan mata pelajaran
wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 37 yang berbunyi bahwa kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat ilmu pengetahuan sosial. Mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sebagai mata pelajaran yang wajib
ditempuh oleh peserta didik, merupakan mata pelajaran yang disusun secara
sistematis, komprehensif, dan terpadu sebagaimana yang tertuang dalam
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Pembelajaran IPS yang disusun secara terpadu,
memiliki tujuan agar peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih luas
dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Oleh sebab itu, pembelajaran IPS
di tingkat SMP dan MTs di Indonesia seharusnya menerapkan pembelajaran IPS
secara terpadu.
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di
Indonesia banyak dipengaruhi dari perkembangan Social Studies di negara
barat. Social Studies adalah sebutan mata pelajaran IPS yang ada di
sekolah luar negeri seperti di Amerika. Sapriya (2009: 34) menyatakan bahwa
“sejumlah teori dan gagasan Social Studies telah banyak mempengaruhi
perkembangan mata pelajaran IPS sebagai bagian dari sistem kurikulum di
Indonesia”.
Pendapat senada dijelaskan oleh Ross (2006: 22)
yang menjelaskan beberapa pendekatan, isi, dan maksud tentang mata pelajaran
IPS sebagai kurikulum, yakni:
Subcjet-centered approaches argue
that the Social Studies curriculum derives
its content and purposes from disciplines taught in higher education. Some advocates would limit Social Studies
curriculum ti the study of traditional
history and geography while others would also include the traditional social sciences (e.g.,
anthropology, economics, political science,
sociology, psychology). Still other would inter and multidisciplinary areas such as ethnic studies, law,
women’s
studies, cultural studies, and gay/lesbian studies.
Berdasarkan pendapat Ross, maka mata pelajaran IPS
atau yang dikenal dengan Social Studies tidak hanya sebatas disiplin
ilmu sosial yang terdiri dari antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, dan
hukum namun dapat dikaitkan dengan berbagai multidispliner keilmuan yang
terdiri dari suku, gender, budaya, dan penyimpangan sosial.
Begitu pula dengan mata pelajaran IPS yang ada di
Indonesia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sapriya (2009:7) bahwa “mata
pelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata
pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta pelajaran ilmu sosial lainnya”.
Muhammad Numan Somantri (2001: 44) menjelaskan dan merumuskan tentang IPS di
tingkat sekolah adalah “suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial,
psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”.
Dengan demikian, maka mata pelajaran IPS di
Indonesia ialah penyederhanaan
ilmu-ilmu sosial yang disajikan secara ilmiah dan psikologis yang memiliki
tujuan untuk bidang pendidikan. Dari berbagai macam pendekatan yang diungkapkan
oleh para ahli, maka pada hakikatnya mata pelajaran IPS untuk tingkat SMP dan
MTs adalah integrasi dan penyederhanaan dari berbagai macam displin ilmu ilmu
sosial yang disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu. Dengan
pendekatan tersebut, diharapkan peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang
lebih luas dan mendalam.
b. Tujuan Mata Pelajaran IPS
Di SMP/MTs
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP
dan MTs di Indonesia memiliki salah satu tujuan untuk mengembangkan kesadaran
dan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan sebagaimana yang tertuang
dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Supardi, 2010: 185). Hal ini sejalan
dengan tujuan mata pelajaran IPS di negara barat yang dikenal dengan Social
Studies. Ada beberapa tujuan social studies di Amerika sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ross (2006: 18) yaitu
“Social Studies in the
broadest sense, that is, the preparation of young people so
that they possess the knowledge, skills, and
values neccessary for active participation in society, has been a primary part of schooling in North America since
colonial times.
Menurut Ross, Social Studies memiliki tujuan
untuk mempersiapkan kemampuan peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai agar siswa mampu berpatisipasi aktif
dalam kehidupan sosial dan masyarakat.
Begitu pula dengan tujuan mata pelajaran IPS di
Indonesia tingkat SMP dan MTs, sebagaimana yang diungkapkan oleh Arnie Fajar
(2005: 114), yakni:
1) Mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri,
pemecahan masalah, dan keterampilan sosial.
2) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap
nilai-nilai kemanusiaan
3) Meningkatkan kemampuan berkompetisi dan bekerja
sama dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun
internasional.
Muhammad Numan Somantri (2001: 44) mendefinisikan dan
merumuskan tujuan IPS untuk tingkat sekolah sebagai mata pelajaran, yaitu 1)
menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral ideologi negara,
dan agama, 2) menekankan pada isi dan metode berpikir ilmuan sosial, dan 3) menekankan pada reflective inquiry.
Berdasarkan pendapat Numan Somantri, maka mata pelajaran IPS di tingkat SMP,
menekankan kepada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral, ideologi,
agama, metode berpikir sosial, dan inquiry. Berdasarkan pendapat para
ahli di atas, maka tujuan mata pelajaran IPS di tingkat Sekolah Menengah
Pertama di Indonesia, untuk mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri,
keterampilan sosial, dan membangun nilai-nilai kemanusiaan yang majemuk baik
skala lokal, nasional, dan global.
c. Ruang Lingkup Mata
Pelajaran IPS Di SMP/MTs
Berdasarkan tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
yang telah dijelaskan di atas, maka untuk mengembangkan tujuan tersebut
diperlukan suatu ruang lingkup keilmuan untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS
di kelas. Arnie Fajar (2005: 114) menjelaskan beberapa ruang lingkup mata
pelajaran IPS di SMP dan MTs yang dapat dikaji oleh peserta didik, yaitu
sebagai berikut:
1) Sistem Sosial dan Budaya
2) Manusia, Tempat, dan Lingkungan
3) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan
4) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
5) Sistem Berbangsa dan Bernegara
Supardi (2011: 186), menjelaskan dan merumuskan
beberapa hal tentang ruang lingkup IPS yang didasarkan kepada pengertian dan
tujuan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 yakni:
1) Materi kajian IPS merupakan perpaduan atau
integrasi dari berbagai cabang-cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, sehingga
akan lebih bermakna dan kontekstual apabila materi IPS didesain secara terpadu.
2)
Materi IPS
juga terkait dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan dan kebangsaan,
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta tuntutan
dunia global.
3)
Jenis materi
IPS dapat berupa fakta, konsep, dan generalisasi, terkait juga dengan aspek
kognitif, afektif, psikomotorik dan nilai-nilai spritual.
Dengan demikian ruang lingkup mata pelajaran IPS di
SMP dan MTs, merupakan perpaduan dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, ilmu
humaniora, dan masalah-masalah sosial baik berupa fakta, konsep, dan
generalisasi untuk mengembangkan aspek kognitif, psikomotor, afektif, dan
nilai-nilai spiritual yang dimiliki oleh peserta didik.
2.
Belajar dan Pembelajaran
a. Belajar
Menurut Gangne
belajar merupakan dis
posisi atau kecakapan
manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu dan perubahan
prilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan (Anonim, 2004:
4).Suparno (2001: 2) belajar yaitu
suatu aktifitas yang
menimbulkan perubahan yang relatif
permanen sebagai akibat
dari upaya-upaya yang dilakukan. Perubahan-perubahan tersebut
tidak disebabkan faktor
kelemahan, kematangan ataupun mengkonsumsi obat.
Selanjutnya Edi
(1995: 249) menyimpulkan
tentang pengertian belajar yaitu:
1)
bahan belajar
itu menambah perubahan
(behavioral change,
actual maupun pontensial)
2)
bahwa perubahan itu pada
pokoknya adalah didapatkan kecakapan baru.
3)
bahan perubahan itu terjadi
karena usaha (dengan sengaja).
Anonim dalam
pisikologi belajar (2004:
2) mengungkapkan bahwa konsep tentang belajar mengajar unsur
utama yaitu:
1)
Belajar berkaitan dengan
perubahan prilaku
2)
Perubahan prilaku itu terjadi
karena didahului oleh proses pengalaman.
3)
Perubahan perilaku karena
belaja bersifat relatif permanen.
Dapat
disimpulkan dari keempat
pendapat di atas
bahwa belajar adalah suatu
perubahan dalam tingkah
laku, di mana perubahan
itu dapat mengarah kepada tingkah
laku yang lebih
baik atau kemungkinan
mengarah pada tingkah laku
yang lebih buruk
yang terjadi melalui
latihan atau pengalaman
dan perubahan itu harus
relatif mantap, harus
merupakan akhir dari
pada suatu periode waktu
yang cukup panjang
di mana berapa lama
periode waktu itu berlangsung.
Selama hidup
manusia selalu mengalami
proses belajar tetapi
manusia tidak pernah menyadari
bahwa manusia sedang
belajar. Dalam pendidikan sekolah, siswa
merasakan belajar karena
sistem pengajaran di
sekolah telah terarah memiliki
tujuan tertentu. Untuk
mencapai tujuan yang
telah ditentukan tersebut, maka
para guru mengunaka
sebagai macam metode
mengajar dan media pembelajaran
agar kelak di
kemudian hari para
siswa mampu menerapkan apa yang
telah diperolehnya dalam kehidupan di masa mendatang.
b. Pembelajaran
Pembelajaran adalah
upaya menciptakan iklim
dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi,
minat, bakat dan
kebutuhan siswa yang
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan
siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:2). Matematika
merupakan mata pelajaran
yang cukup mendasar,
hampir di setiap jenjang
pendidikan diajarkan. Beberapa
sifat atau karakteristik
pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.
1)
Pembelajaran matematika adalah
berjenjang (bertahap).
2)
Pembelajaran matematika
mengikuti metode spiral.
3)
Pembelajaran matematika
menekankan pola pikir deduktif.
4)
Pembelajaran matematika
mengikuti kebenaran konsistensi. (Suherman
dkk, 2003:68).
Prinsip pembelajaran
yang bersumber dari
teori behavioristik yaitu pembelajaran
dapat menimbulkan proses belajar
dengan baik bila (1) si belajar berpartisipasi secara aktif, (2) materi disusun
dalam bentuk unit-unit kecil dan
diorganisir secara sistematis
dan logis, dan
(3) tiap respon
si pebelajar diberibalikan
dan disertai penguatan
(Sugandi, 2004:10). Menurut
Mandigers agar anak mudah
dan berhasil dalam
belajar, dalam mengajar
guru perlu memperhatikan, (1) prinsip
aktivitas mental, (2)
prinsip menarik perhatian,
(3) prinsip penyesuaian perkembangan siswa,
(4) prinsip appersepsi,
(5) prinsip peragaan,
dan (6) prinsip
aktivitas motorik (Sugandi, 2004:12). Piaget mengemukakan tiga
prinsip utama pembelajaran,
yaitu (1) belajar
aktif, (2) belajar lewat interaksi
sosial, dan (3)
belajar lewat pengalaman
sendiri. Belajar aktif
merupakan proses pembelajaran
yang aktif karena
pengetahuan terbentuk dari
dalam subjek belajar.
Belajar lewat interaksi
sosial yaitu proses
pembelajaran perlu diciptakan
suasana yang memungkinkan
terjadinya terjadinya interaksi
di antara subjek
belajar. Sedangkan belajar
lewat pengalaman sendiri
berarti dalam proses
pembelajaran dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa (Sugandi,
2004:36).
3.
Keaktifan
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26)
keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan
atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya
(2007:101-106) aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata,
tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan
emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa,
sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta
situasi belajar aktif.
Menurut Rochman Natawijaya (dalam
Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang
menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna
memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan
hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi
dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah
diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat
mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan
Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan
lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi
pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan
minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih
menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan
mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5)
melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap,
dan keterampilan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 : 17), sedang belajar merupakan
proses perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap
berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu
kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri
individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu
dengan lingkungan.
Dari penjelasan di atas maka dapat
penulis simpulkanbahwa keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan
perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas.
Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi
antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari
waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
4.
Hasil Belajar
Sebagai pendidik senantiasa
ingin mengetahui keberhasilan
proses pembelajaran yang dilakukan
telah mencapai tujuan
pendidikan yang ada
dalam KTSP atau belum.
Untuk itu harus
ditentukan apa yang
akan kita nilai
sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan yang di harapkan. Menurut Wahab, A. A (2007:85) bahwa ’hasil
belajar adalah merupakan kerjasama antara guru dan siswa’. Namun demikian metode atau teknik mengajar hanyalah salah
satu komponen penting
di dalam keseluruhan interaksi belajar mengajar atau interaksi edukatif.
Hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nila-nilai,
pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, abilitas
dan keterampilan. Siswa
memperoleh informasi dan perubahan
dari segi afektif, kognitif,
dan psikomotor dari pembelajaran
yang dilakukan. Hasil belajar merupakan
tingkat keberhasilan siswa
setelah mengikuti suatu kegiatan
belajar mengajar yang
ditampilkan dalam beberapa
bentuk hasil belajar. Proses
belajar mengajar yang
optimal memungkinkan hasil
belajar optimal pula. Oleh
karena itu, perlu
menggunakan metode atau
teknik mengajar yang tepat agar
mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk mengumpulkan informasi tentang
kemampuan belajar siswa dapat dilakukan beragam teknik, baik berhubungan dengan
proses belajar maupun hasil belajar.
Teknik untuk mengumpulkan
informasi tersebut pada
prinsipnya adalah cara penilaian
kemajuan belajar siswa
terhadap pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian
satu kompetensi dasar
dilakukan berdasarkan
indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor. Ada
7 (tujuh) teknik
yang yang dapat
digunakan, yaitu penilaian unjuk
kerja, penilaian sikap,
penilaian tertulis, penilaian
proyek, penilaian produk, penggunaan
portifolio dan penilaian
diri (Pedoman Model Penilaian Kelas, 2006:41). Untuk mengetahui
hasil belajar siswa
pada konsep masalah-masalah sosial dengan menggunakan metode bermain peran (role playing), alat ukur atau
teknik penilaian yang digunakan salah
satunya adalah penilaian
unjuk kerja dan penilaian tertulis.
5.
Ketuntasan Belajar
Konsep
ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran
tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah “mastery learning”. Mastery
learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh
ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara
menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut.
Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi
penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu
pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu
yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru,
ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai
ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Mastery learning dapat memberikan semangat pada pembelajaran di
sekolah dan dapat membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut.
Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam
pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain: (1)
pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center), (2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan
perorangan siswa (individual personal),
(3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi
satuan-satuan (cremental units).
(Block, James H, 1991: 62)
Standar
ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil prosentase penguasaan siswa pada
Kompetensi Dasar dalam suatu materi tertentu. Kriteria ketuntasan belajar setiap
Kompetensi Dasar berkisar antara 0-100%. Menurut Departemen Pendidikan
Nasional, idealnya untuk masing-masing indikator mencapai 75%. Sekolah dapat
menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan
kondisi masing-masing.
6.
Metode Pembelajaran
Metode
pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting tutorial dan
untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Model pembelajaran
merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. (Saripuddin, 1996:
78)
Metode adalah
cara yang digunakan oleh guru/peserta didik dalam mengolah informasi yang
berupa fakta, data, dan konsep pada proses pembelajaran yang mungkin terjadi
dalam suatu strategi. Dengan demikian
dalam proses pembelajaran terdapat hubungan yang erat antara strategi dan
metode. Untuk mencapai hasil
pembelajaran yang maksimal, diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Pada
saat menetapkan strategi yang digunakan, guru harus cermat memilih dan
menetapkan metode yang sesuai.
Dari kedua
pandangan di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran itu tidak lain adalah
suatu pola atau kerangka konseptual yang berisi prosedur yang sistematik dalam
mengorganisasikan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. metode
atau pola ini menjadi pedoman bagi guru dan perancang pembelajaran dalam
merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran
7.
Metode Bermain Peran
Banyak pendapat para ahli yang mengungkapkan
tentang pengertian metode bermain peran
(role palying). Di bawah ini
akan dipaparkan sebagian
pengertian metode tersebut, diantaranya sebagai berikut:
a)
Sagala (2007:213) mengungkapkan
bahwa: metode bermain peran (role playing)
merupakan cara menyajikan bahan pelajaran
dengan mempertunjukkan dan
mempertontonkan atau
mendramatisasikan cara tingkah
laku dalam hubungan
sosial. Jadi, metode bermain
peran (role playing) ialah metode
mengajar yang dalam pelaksanaannya
peserta didik mendapat
tugas dari guru
untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial yang
mengandung suatu problem agar peserta didik dapat memecahkan masalah
yang muncul dari situasi.
b)
Fanie dan
Shaftel (1967) yang
di kutip oleh
Wahab, A. A
(2007:109) mengungkapkan bahwa: metode
bermain peran (role
playing) dirancang khususnya
untuk membantu para siswa mempelajari nilai-nilai sosial dan
pencerminannya dalam perilaku. Dan
bahwa metode bermain
peran (role playing) mempunyai berbagai
fungsi namun dua
fungsi utamanya adalah “education
for citizen” dan “group counseling”
yang dilakukan oleh guru di kelas.
c)
Surachman (1984:102)
mengemukakan bahwa : metode bermain peran
(role playing)
dalam pelaksanaannya sering disilihgantikan. Bermain
peran (role playing) menekankan
kenyataan dimana siswa diturutsertakan dalam
memainkan peranan dan mendramatisasikan masalah-masalah
hubungan sosial.
d)
Menurut Drs. H. Martinis Yamin
(2007 : 166), Metode bermain peran adalah metode yang melibatkan interaksi
antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan
peran masing sesuai dengan tokoh yang ia lakoni, mereka berinteraksi sesama
meraka melakukan peran terbuka. Metode ini dapat dipergunakan di dalam
mempraktikkan isi pelajaran yang baru, mereka diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk memerankan sehingga menemukan kemungkinan masalah yang akan dihadapi
dalam pelaksanaan sesungguhnya. Metode ini menuntutkan guru untuk mencermati
kekurangan dari peran yang diperagakan siswa.
Metode bermain peran
adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan
imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan
ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa
yang diperankan. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi
anak. Apa yang dilakukan siswa adalah suatu bentuk permainan, untuk itu bermain
peran juga sangat mendukung kemampuan dan daya pikir siswa, karena dengan
bermain peran siswa dapat merasakan perasaan orang lain, tenggang rasa, dan
toleransi yang menimbulkan diskusi yang hidup karena siswa menghayati sendiri
perannya. (Roetiyah, NK : 1998 : 87).
Penggunaan metode
yang sesuai dapat
ditemui pada metode
bermain peran. Dalam metode
bermain peran siswa
bisa berperan atau
memainkan peranan dalam dramatisasi
masalah sosial itu
(Roestiyah, 1989:90). Metode bermain peran
berarti cara menyajikan
bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan
mempertontonkan cara tingkah
laku dalam hubungan sosial, di mana
siswa berkesempatan terlibat
secara aktif di
dalam proses pembelajaran.
Metode adalah
salah satu komponen
yang harus diperhatikan
dalam setiap proses belajar
mengajar. Sebagaimana Suradisastra,
dkk (1991/1992:91) mengungkapkan
bahwa: Metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam
menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa-siswa agar tujuan
yang telah dirumuskan
sebelumnya dalam proses
kegiatan pembelajaran dapat
tercapai dengan efektif.
Sebagai sebuah
cara dan alat,
maka akan sangat
tergantung kepada
keterampilan pemakainya serta
kondisi dan keadaan
yang dihadapi. Untuk mencapai suatu
tujuan tertentu maka,
sebuah alat harus
difungsikan dengan baik oleh pemakainya. Dalam hal ini guru
sebagai orang yang menggunakan alat atau
metode dalam mengajar
harus memilih metode
yang tepat dalam
proses belajar mengajar, karena
banyak sekali jenis-jenis
metode dalam pengajaran.
Salah satu metode dalam
proses belajar mengajar
adalah bermain peran
(role playing).
Wahab, A. A (2007:109) mengemukakan dalam bukunya bahwa: Bermain peran
(role palying)
adalah berakting sesuai
dengan peran yang telah
ditentukan terlebih dahulu
untuk tujuan-tujuan tertentu
seperti menghidupkan kembali suasana
historis misalnya mengungkapkan
kembali perjuangan para pahlawan
kemerdekaan, atau mengungkapkan kemungkinan keadaan yang akan
datang.
Kelebihan
metode bermain peran pada pelaksanaan proses pembelajaran sebagai berikut.
a. Seluruh siswa mempunyai kesempatan untuk
memajukan kemampuannya dalam bekerja sama.
b. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
c. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda.
d. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan
pada waktu melakukan permainan.
e. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
Adapun
penjelasan mengenai kelemahan metode bermain peran pada pelaksanaan kegiatan
pembelajaran adalah
a. Tidak semua guru menguasai kompetensi yang
akan disimulasikan sehingga jika dipaksa menerapkan metode bermain peran, maka
simulasi tidak mewakili kondisi nyata.
b. Tidak semua guru memiliki kompetensi merancang
kegiatan simulasi
c. Memerlukan persiapan dan penyiapan yang matang
serta membutuhkan banyak waktu dan sumberdaya lainnya
d. Bisa terjadi demotivasi dalam diri siswa yang
kurang berperan dalam kegiatan tersebut atau memainkan peran yang kurang
disukainya.
B. Kerangka Berpikir
Suriasumantri,
1986 dalam (Sugiyono, 2009:92) mengemukakan bahwa seorang peneliti harus menguasai
teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun kerangka pemikiran yang
membuahkan hipotesis. Adapun
kerangka berpikir pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
penjelasan sebagaimana kajian terori di atas maka dapat dirumuskan hipotesis
tindakan untuk penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Penggunaan dengan penerapan metode bermain
peran dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan materi Politik dan Ekonomi Indonesia Pascapengakuan Kedaulatan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran.
2. Penggunaan dengan penerapan metode bermain
peran dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan materi Politik dan Ekonomi Indonesia Pascapengakuan Kedaulatan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
Untuk mendapatkan file secara lengkap terdiri dari BAB I, II, IV, V, lampiran2 serta halaman depan silahkan klik disini