UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI
METODE BERCERITA DENGAN GAMBAR DI
TAMAN KANAK-KANAK ....................
DESA ..................
TAHUN PELAJARAN ................
ABSTRAK
Kegiatan di awal pembelajaran mempunyai permasalahan
rendahnya kemampuan membaca siswa
di Taman Kanak-kanak Ar-Radima Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan menerapkan metode bercerita
dengan gambar pada pelaksanaan pembelajaran. Tujuan adalah meningkatkan
kemampuan anak didik di Taman Kanak-kanak Ar-Radima Desa Sapala Tahun Pelajaran
2013/2014 dalam hal membaca melalui metode bercerita dengan gambar. Sumber data
dalam penelitian ini adalah siswa Taman Kanak-kanak Ar-Radima Desa Sapala
dengan jumlah siswa sebanyak 15 siswa, laki-laki …. siswa dan perempuan ……
siswa. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan
dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan
melalui tiga tahap, yaitu (a) reduksi data, (b) paparan data, dan (c)
penyimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan metode bercerita dengan gambar terbukti
efektif meningkatkan kemampuan membaca
siswa siswa. Hal ini dibuktikan dari jumlah siswa yang mengalami peningkatan kemampuan
membaca siswa dari 2 siswa atau 13,33% siswa
pada kondisi awal menjadi, 10 siswa atau 66,67% siswa pada siklus pertama, dan meningkat
menjadi 100% atau 15 siswa pada akhir siklus kedua. Kesimpulan akhir kegiatan
pembelajaran adalah penggunaan
metode bercerita dengan gambar terbukti efektif meningkatkan
kemampuan membaca anak didik di Taman Kanak-kanak Ar-Radima Desa Sapala Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Kata kunci : membaca,
metode, bercerita, gambar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak didik mampu membaca bukan karena
secara kebetulan atau didorong oleh inspirasi, tetapi karena diajari. Membaca
bukanlah kegiatan alamiah, tetapi seperangkat komponen yang dikuasai secara
pribadi dan bertahap, yang kemudian terintegrasi dan menjadi otomatis. Dalam
hal ini William S. Gray (dalam I Gusti Ngurah Oka
2005: 34) menekankan bahwa membaca tidak lain daripada kegiatan pembaca
menerapkan sejumlah keterampilan mengolah tuturan tertulis (bacaan) yang
dibacanya dalam rangka memahami bacaan.
Dalam proses pembelajaran biasanya
seorang pembelajar merasakan nikmatnya membaca bukan hanya sebagai peristiwa
pemecahan kode, tetapi lebih sebagai penerimaan pengetahuan dan kebahagiaan.
Orang seperti akan tampil tenang dan matang karena memiliki berbagai pengalaman
tambahan seperti ia bisa menikmati dari bukan hanya fiksi tetapi juga non fiksi
yang dibacanya. Ditinjau dari segi anak kemungkinan mereka menemukan
kegembiraan tetapi sangat bergantung pada asuhan dan arahan para orang tua dan
guru.
Tujuan pelajaran membaca adalah
menciptakan anak yang gemar membaca. Biasanya hal ini dapat diransang dengan
mempergunakan cerita. Karena cerita pasti menjadi bagian yang sangat penting
dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat dipahami dengan melihat bagaimana
bersemangat mengisahkan pengalamannya dengan tuturan orang lain dalam
perjalanan waktu berkembang menjadi kemampuan menyerap dan menganalisa
pengalaman, dalam bentuk pengalaman contoh panutan. Anak memanfaatkan kemampuan
membacanya dengan santai, sesuai dengan kebutuhan: apakah sekedar kenikmatan
atau penambah pengetahuan. Berbicara tentang anak TK, hingga saat ini, kita
kerapkali mendengar polemik mengenai boleh tidaknya mengharuskan anak-anak TK
untuk bisa membaca dan menulis.
Pendapat yang mengharuskan anak TK
bisa baca tulis, biasanya dilatar belakangi oleh keinginan untuk bisa masuk SD
dengan mudah karena pada saat tes masuk SD, ada banyak sekolah yang
mensyaratkan calon siswanya untuk bisa baca tulis. Sedangkan pendapat yang
berlawanan dengan hal tersebut, mengatakan bahwa mengharuskan anak TK bisa
membaca dan menulis, berarti memaksakan anak untuk memiliki kemampuan yang
seharusnya baru diajarkan di SD. Hal ini membuat aktivitas bermain anak yang
seyogyanya dominan untuk usia mereka, menjadi berkurang atau bahkan terabaikan,
sehingga dikhawatirkan akan menghambat perkembangan potensi-potensi kemampuan
anak secara optimal kelak kemudian hari. Dengan adanya polemik tersebut, tidak
jarang membuat orangtua menjadi bingung, pendapat mana yang harus diikuti,
karena masing-masing pendapat, tampak memiliki alasan yang cukup kuat.
Selain memperhatikan masa peka anak
untuk belajar baca tulis, penting pula untuk mengetahui bagaimana cara
memberikan pelajaran baca tulis tersebut. Mengacu pada karakteristik umum anak
TK, dimana aktivitas bermain menjadi aktivitas dominan mereka, maka perlu
diingat bahwa dalam memberikan pelajaran baca tulis pada anak TK hendaknya
dilakukan dengan pendekatan yang menyenangkan anak dan tidak memaksa anak. Pendekatan
informal dimana pelajaran disampaikan dalam koridor bermain tampaknya menjadi
sesuatu yang cocok untuk diterapkan pada pengajaran baca tulis anak-anak TK.
Pendekatan informal yang dapat dilakukan, misalnya membacakan buku cerita
sambil memperlihatkan gambar dan tulisan di buku/majalah yang sedang dibacakan,
menempelkan gambar-gambar yang berhubungan dengan huruf atau tulisan pada ruang
bermain atau kamar tidur anak, mecoba meniru bentuk lingkaran/garis atau huruf
tertentu, mengajak anak menonton film yang bersifat mendidik sekaligus
menghibur sehubungan dengan pelajaran baca tulis, bermain tebak-tebakan huruf,
menelusuri bentuk huruf dengan jari, dan lain sebagainya.
Proses belajar menuju kemampuan baca
tulis pada anak TK sebaiknya tidak dilakukan dengan pendekatan formal, seperti
layaknya anak-anak SD. Karena hal ini dikhawatirkan akan membuat anak merasa
tertekan dan jenuh, mengingat kemampuan anak untuk bisa berkonsentrasi pada
satu topik bahasan biasanya masih sangat terbatas dan secara umum anak masih
berada dalam dunia bermain. Apalagi bila dalam memberi pelajaran tersebut
dilakukan dengan kekerasan, misalnya disertai dengan bentakan-bentakan, hinaan
atau ejekan manakala anak belum mampu mengikuti pelajaran baca tulis yang
diberikan, maka bukan tidak mungkin anak akan tumbuh menjadi anak rendah diri,
yang justru hal ini akan menghambat perkembangan kemampuannya secara optimal
kelak kemudian hari. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
bermain sambil belajar, merupakan cara terbaik menuju kemampuan baca tulis pada
anak TK. Guru dan orang tua hendaknya saling bekerjasama untuk dapat memberikan
cara belajar dan mengajar yang sesuai untuk anak-anak TK mereka. Orangtua atau
guru perlu menyesuaikan cara mengajar baca tulis sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki tiap anak.
Mengharuskan semua anak TK untuk bisa
baca tulis, tampaknya menjadi hal yang kurang bijaksana mengingat setiap anak
memiliki kemampuan dan kesiapan belajar baca tulis yang berbeda satu sama
lainnya. Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang penting untuk dapat
diajarkan pada anak TK, ketimbang hanya terfokus pada kemampuan baca tulis
semata, misalnya penanaman disiplin, kemandirian, tanggung jawab serta budi
pekerti yang baik. Stimulasi terhadap kecerdasan intelektual anak, seperti pada
kegiatan baca tulis, memang penting, namun perlu diupayakan jangan sampai
stimulasi terhadap kecerdasan intelektual terlalu berlebihan sehingga cenderung
memaksakan anak dan melupakan aspek-aspek kecerdasan lain yang juga perlu
mendapat stimulasi seperti kecerdasan sosial, emosional, dan lain sebagainya,
yang semuanya sangat diperlukan agar dapat menjadi bekal bagi anak dalam
menghadapi masa depannya kelak.
Dunia anak adalah dunia pasif ide,
maka dalam menunjang kemampuan penyesuaian diri seorang anak membutuhkan
rangsangan yang cocok dengan jiwa mereka. Secara kejiwaan anak-anak ialah
manusia yang akrab dengan simbol-simbol kasih sayang orang lain yang ada di
sekitarnya, seperti melalui kata-kata sanjungan atau pujian. Guru yang mampu
memberikan cerita akan menimbulkan semangat dan pemahaman kepada anak terhadap
pelajaran yang diterima dari cerita tersebut. Jika dikaitkan dengan proses
belajar mengajar, maka metode bercerita merupakan salah satu teknik penyampaian
yang digunakan dalam proses pendidikan di Taman
Kanak-kanak yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan teknik yang
bervariasi dalam penyampaian materi pelajaran akan membantu guru dalam
melaksanakan tugas secara baik. Oleh sebab itu, metode bercerita adalah salah
satu pemberian pengalaman belajar bagi anak Taman
Kanak-kanak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita adalah
suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya, orang tua kepada
anaknya, guru bercerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat seni
karena erat kaitannya dengan keindahan dan sandaran kepada kekuatan kata-kata
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita.
Di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala,
kelemahan dalam hal baca tulis dikarenakan lemahnya daya konsentrasi anak yang akan
berpengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak karena atensi dan
motivasi perlu ditumbuhkan untuk mengembangkan kemampuan membaca permulaan. Selain
itu, di kelas pun tidak ditemukan huruf-huruf yang ditempel atau gambar-gambar
disertai tulisan di bawahnya, yang sebenarnya dapat memberi rangsangan awal
bagi anak dalam hal baca dan tulis.
Praktik pengajaran baca tulis di
dalam kelas juga memuat beberapa kelemahan. Materi dalam buku penunjang lebih
banyak menuntut anak untuk belajar menulis dengan menebalkan garis yang sudah
ditentukan sebelumnya. Praktik ini pun justru bertentangan dengan prinsip
pembelajaran konstruktivisme dan kontekstual dalam KTSP itu sendiri yang
mensyaratkan untuk memungkinkan siswa bereksplorasi dan menggali secara lebih
dalam kemampuan, potensi, serta keindahan. Kurangnya kesempatan siswa dalam
bereksplorasi dikarenakan ketersediaan alat peraga yang sangat terbatas.
Akibatnya, menurut keterangan beberapa orangtua, anak-anak lebih mudah
menangkap pelajaran membaca yang diberikan di rumah karena alat-alat peraga
yang disediakan orangtua di rumah.
Proses membaca melibatkan ketrampilan
diskriminasi visual dan suara, proses perhatian, dan memori. Penggunaan
berbagai alat bantu sebagai media pembelajaran diharapkan mampu membantu proses
belajar. Pemakaian media dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan
dan minat yang baru, membangkitkan motivasi, memberikan rangsangan kegiatan belajar,
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis pada siswa.
Dari
18 orang siswa di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala 2013/2014 Tahun
Pelajaran 2013/2014, pada studi pendahuluan ternyata hanya 2 orang siswa
atau 13,33% yang memiliki kemampuan membaca permulaan dengan baik,
sehingga masih terdapat 13 orang siswa atau 86,67% yang kemampuan membacanya
kurang baik.
Berdasarkan
uraian di atas maka sebagai upaya peningkatan kemampuan membaca permulaan siswa
maka peneliti akan melaksanakan kegiatan penelitian tindakan kelas dengan judul
upaya meningkatkan kemampuan membaca permulaan melalui metode bercerita dengan
gambar di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa
Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian sebagaimana latar belakang masalah di atas permasalahan
yang ada pada pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Metode
yang digunakan guru kurang bervariasi, sehingga anak mangalami kebosanan.
2. Adanya
kenyataan bahwa metode bercerita dengan gambar yang kurang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran.
3. Adanya
beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak baik faktor
dari dalam diri anak maupun faktor luar diri anak, salah satunya adalah faktor
metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan muncul berbagai
masalah. Agar penelitian ini lebih efektif, efisien dan terarah, maka
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Metode
membaca pada anak usia dini yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode bercerita dengan gambar.
2. Indikator
dalam kemampuan membaca permulaan anak usia dini adalah anak mampu membaca kata
sederhana dan menirukan 4 – 5 urutan kata.
3. Penelitian
tentang membaca dengan metode bercerita
dengan gambar ini terbatas pada anak didik di Taman
Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana latar
belakang masalah di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah dari
pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, yaitu : apakah penggunaan metode
bercerita dengan gambar dapat meningkatkan kemampuan meningkatkan kemampuan
membaca permulaan di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma
Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pelaksanaan
perbaikan pembelajaran dengan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk
mengetahui peningkatkan kemampuan anak didik di Taman
Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014 dalam hal membaca
melalui metode bercerita dengan gambar
F. Manfaat Penelitian
1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan
dapat memberi sumbangan referensi di bidang psikologi perkembangan, terutama
perkembangan pada masa awal anak-anak; dan psikologi pendidikan, terutama bagi
pendidikan anak usia dini.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi:
a. Siswa Taman Kanak-kanak, untuk meningkatkan kemampuan
membaca permulaan sejak dini.
b. Para guru
khususnya dan para praktisi pendidikan pada umumnya, sebagai referensi bahwa
dalam mengajar membaca, penting untuk memperhatikan anak secara spesifik
berdasarkan kemampuan dan tipe belajar mereka.
c. Sekolah, penelitian ini dapatnya bermanfaat
sebagai pedoman lebih lanjut dalam mengambil kebijakan di sekolah dalam
memberikan bimbingan mengajar kepada guru dan pengembangan lebih lanjut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
- Upaya
Menurut Harianto ( 2000:631 ) “ Upaya
adalah usaha atau syarat untuk menyampaikan suatu maksud, akal dan ikhtiar “.
Sedangkan siswa menurut Dr. Dimyati dan Drs. Mudjono ( 2006 : 22 ) “ adalah
subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar “. Jadi dapat disimpulkan
bahwa upaya yang dilakukan siswa/i dalam mencegah penyalahgunaan narkoba adalah
suatu usaha atau ikhtiar yang dilakukan oleh subjek yang terlibat dalam
kegiatan belajar mengajar dalam penulisan ini yang dimaksud dengan subjek
tersebut adalah siswa
- Meningkatkan
Menurut Anton Mulyono (2006:951), meningkatan
adalah suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dan
sebagainya). Dari penjelasan istilah
tersebut maka yang dimaksud dengan peningkatan adalah suatu usaha untuk
melaksanakan kegiatan yang lebih baik dari yang telah dilaksanakan
- Kemampuan
Menurut J.S, Badudu Prof. Drs. & Mohammad Zain, Kamus
Umum Bahasa Indonesia
(1996:1381). mengartikan bahwa Kemampuan adalah
kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Sedangkan
Anggiat M.Sinaga dan Sri Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan sebagai
suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. Sementara itu, Robbin (2007:57)
kemampuan berarti kapasitas seseorang individu unutk melakukan beragam tugas
dalam suatu pekerjaan. lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability)
adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.
Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa kemampuan (Ability) adalah kecakapan atau potensi seseorang
individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerrjakan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang.
- Membaca Permulaan
a.
Pengertian
membaca permulaan
Membaca
permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori
keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara
mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses
recoding dan decoding (Anderson, 1972:209).Membaca merupakan
suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik
berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca
mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses
recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta
kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian
tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi
kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Di
samping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk mrmbantu memahami maksud
baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah
informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya
diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge
of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan
dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan (Syafi’ie, 1999: 7).
Menurut
La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206) proses membaca
permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a) visual memory (vm), (b)
phonological memory (pm), dan (c) semantic memory (sm). Lambang lambang fonem
tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan
tersebut terjadi pada ketiganya. Pada tingkat VM, huruf, kata dan kalimat
terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat PM terjadi proses
pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat.
Proses pada tingkat ini bersumber dari VM dan PM. Akhirnya pada tingkat SM
terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat.
Selanjutnya
dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat,
yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata
untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
Pada
tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki ketrampilan kemampuan
membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh ketrampilan / kemampuan
membaca.
Membaca pada tingkatan ini merupakan
kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut
dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut,untuk memperoleh
kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a)
lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.Membaca
permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses ketrampilan
menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses
kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal
untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.
b.
Pembelajaran membaca permulaan
Pembelajaran
membaca permulaan bertujuan agar siswa memiliki kemampuan memahami dan
menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat
membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan
merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan
sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan
tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan
tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung
dalam tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading
to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada
tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah
dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas.
Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih
perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan
(Syafi’ie,1999: 16).
c.
Metode Membaca Permulaan
Metode
adalah cara yang telah teratur dan terpilih secara baik untuk mencapai suatu
maksud, cara mengajar (KBB,1984: 649). Sedangkan yang dimaksud dengan membaca
permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas satu
dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan
bahasa dan keterampilan bahasa guna menghadapi kelas berikutnya.
Dalam
pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan ,
antara lain (1) metode abjad (2) metode bunyi (3) metode kupas rangkai suku
kata (4) metode kata lembaga (5) metode global dan (6) metode Struktual
Analitik Sinteksis (SAS). (Alhkadiah,1992: 32-34).
1)
Metode Abjad dan Metode Bunyi
Menurut Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan
kata-kata lepas, misalnya:
Metode Abjad : bo-bo à bobo
la-ri
à lari
Metode Bunyi : na-na à nana
lu-pa
à lupa
2)
Metode Kupas Rangkai Suku Kata
dan Metode Kata Lembaga
Kedua metode ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.
Misalnya:
Metode Kupas
Rangkai Suku Kata : ma ta - ma ta
pa pa - pa pa
Metode Kata
Lembaga : bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola
3)
Metode Global
Metode global timbul sebagai akibat
adanya pengaruh aliran psikologi gestalt, yang berpendapatbahwa suatu kebulatan
atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah bagian-bagiannya.
Memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat untuk dibaca.
4)
Metode SAS
Metode ini dibagi menjadi dua tahap,
yaitu: (1) tanpa buku (2) menggunakan buku. Mengenai itu, Momo (1987)
mengemukakan beberapa cara, yaitu:
a)
Tahap tanpa Buku, dengan cara:
(1)
Merekam bahasa siswa.
(2)
Menampilkan gambarsambil
bercerita.
(3)
Membaca gambar.
(4)
Membaca gambar dengan kartu
kalimat.
(5)
Membaca kalimat secara
struktural (S).
(6)
Proses analitik (A).
(7)
Proses sintetik (S).
b)
Tahap dengan Buku, dengan cara:
(1)
Membaca buku pelajaran.
(2)
Membaca majalah bergambar.
(3)
Membaca bacaan yang disusun
oleh guru dan siswa.
(4)
Membaca buku yang disusun oleh
siswa secara berkelompok.
(5)
Membaca buku yang disusun oleh
siswa secara individual.
Metode ini yang dipandang paling cocok
dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS menurut Supriyadi dkk (1992).
Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik karena metode ini menganut prinsip
ilmu bahasa umum bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat, metode ini
memperhitungkan pengalaman bahasa anak, serta metode ini menganut prinsip
menemukan sendiri. Adapun kelemahan metode SAS, yaitu kurang praktis, membutuhkan
banyak waktu, dan membutuhkan alat peraga.
- Metode Bercerita
a.
Pengertian Metode Bercerita
Metode digunakan sebagai suatu cara
dalam menyampaikan suatu pesan atau materi pelajaran kepada anak didik. Metode
mengajar yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya
suatu proses belajar mengajar sehingga banyak waktu dan tenaga terbuang
sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh guru baru berhasil, jika
mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Dr. Ahamad Tafsir (2003: 9) memberikan pengertian metode adalah
cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Cerita adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya, ayah kepada
anak-anaknya, guru bercerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat
seni karena erat kaitannya dengan keindahan dan bersandar kepada kekuatan
kata-kata yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita.
Metode bercerita merupakan salah satu
metode yang banyak digunakan di Taman
Kanak-kanak. Sebagai suatu metode bercerita mengundang perhatian anak terhadap
pendidik sesauai dengan tema pembelajaran. Bila isi cerita dikaitkan dengan
dunia kehidupan anak di Taman Kanak kanak, maka mereka dapat memahami isi
cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan
mudah dapat menangkap isi cerita. Menurut Abudin Nata (2001:97), Metode
bercerita adalah suatu metode yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan
anak. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang
pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh karenanya dijadikan sebagai salah
satu teknik pendidikan. Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitan dengan
lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita harus
diusahakan menjadi pengalaman bagi anak di Taman
Kanak-kanak yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan
memotivasi anak untuk mengikuti cerita sampai tuntas.
Dari pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode bercerita adalah menuturkan atau
menyampaikan cerita secara lisan kepada anak didik sehingga dengan cerita
tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik. Dengan adanya proses belajar
mengajar, maka metode bercerita merupakan suatu cara yang dilakukan oleh guru
untuk menyampaikan pesan atau materi pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi
anak didik.
b.
Tujuan dan Fungsi Metode Bercerita
1)
Tujuan Metode Bercerita
Tujuan metode bercerita adalah agar
anak dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk sehingga dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bercerita guru dapat
menanamkan nilai-nilai Islam pada anak didik, seperti menunjukan perbedaan
perbuatan baik dan buruk serta ganjaran dari setiap perbuatan. Melalui metode
bercerita anak diharapkan dapat membedakan perbuatan yang baik dan perbuatan
yang buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Asnelli Ilyas (1997:34) bahwa tujuan
metode bercerita dalam pendidikan anak adalah .menanamkan akhlak Islamiyah dan perasaan keTuhanan kepada anak
dengan harapan melalui pendidikan dapat menggugah anak untuk senantiasa
merenung dan berfikir sehingga dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari
Sedangkan menurut Moeslichatoen R
(2004:157), bahwa tujuan metode bercerita adalah salah satu cara yang ditempuh
guru untuk memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi
cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui metode bercerita maka anak akan
menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan
cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai dapat dihayati anak dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
2)
Fungsi Metode Bercerita
Secara umum metode berfungsi sebagai
pemberi atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu
pendidikan tersebut. (Arifin, 1999 : 61). Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai
hiburan tetapi juga merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai
sasaran-sasaran atau target pendidikan. Metode cerita dapat menjadikan suasana
belajar menyenangkan dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi
sehingga pelajaran atau materi pendidikan itu dapat dengan mudah diberikan.
c.
Aspek-aspek dan Teknik-teknik Metode bercerita
1)
Aspek-aspek Bercerita
Salah satu unsur penting dalam
seluruh rangkaian dalam efektifitas yang ditempuh dalam upaya pembentukan moral
anak melalui cerita adalah memilih tema cerita yang baik untuk disampaikan
kepada anak. Berikut ini beberapa definisi mengenai tema adalah sebagai berikut
: Tema-tema yang terdapat di dalam cerita banyak dikenal oleh masyarakat dan tidak
semuanya baik untuk diceritakan kepada anak-anak. Dan untuk dewasa ini sudah
banyak cerita yang diterbitkan. Di antara yang banyak itu pilih cerita yang
baik dan berguna. Banyak tema cerita yang diterbitkan yang tidak memiliki
pendidikan dan moral. Kisah-kisah yang ditulis hanya untuk merangsang
emosi-emosi yang rendah. Tema cerita seperti ini, bukanlah patut disisikan
dalam memilih tema. Secara teoritis ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan dalam memilih tema cerita. Aspek-aspek tersebut di antaranya
adalah :
a)
Aspek Relegius (agama)
Dalam
memilih tema cerita yang baik, aspek agama ini tidak dapat diabaikan mengingat
tema cerita yang dipilih merupakan sarana pembentukan moral. Jika aspek agama
ini kurang diperhatikan keberadaanya, maka dikhawatirkan anak akan memperoleh
informasi-informasi yang temanya tidak baik, bahkan ada kemungkinan cerita yang
demikian dapat merusak moral anak yang sudah baik. Bagi kalangan keluarga
muslim tema cerita yang dipilih tidak hanya karena gaya ceritanya saja, melainkan harus sarat
dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kini upaya menenggelamkan pengaruh cerita yang
temanya tidak baik dan dapat merusak aqidah dan akhlak anak. (Abdullah, 1997 :
2)
b)
Aspek Pedagogis (Pendidikan).
Pertimbangan
aspek pendidikan dalam memilih tema cerita juga penting, sehingga dari tema cerita
diperoleh dua keuntungan, yaitu menghibur dan mendidik anak dalam waktu yang
bersamaan. Disinilah letak peran pencerita untuk dapat memilih tema cerita dan
menyampaikan pesan-pesan didaktis dalam cerita. Unsur mendidik, baik secara
langsung ataupun tidak langsung terimplisit dalam tema dongeng (Sugihastuti,
1996:35)
c)
Aspek Psikologis
Mempertimbangkan
aspek psikologis dalam memilih tema cerita sangat membantu perkembangan jiwa
anak. Mengingat anak adalah manusia yang sedang berkembang. Maka secara kejiwaan
tema ceritapun disesuaikan dengan kemampuan berfikir, kestabilan emosi,
kemampuan berbahasa serta tahap perkembangan pengetahuan anak dalam mengahayati
cerita tersebut. Cerita yang baik dapat mempengaruhi perkembangan anak.
2)
Teknik-teknik Bercerita
Cerita sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan
bagi anak untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah guru selesai
bercerita. Adapun teknik penggunaan dari masing-masing bentuk metode bercerita tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Bercerita dengan alat
peraga
Dalam
melaksanakan kegiatan digunakan alat peraga untuk memberikan kepada anak didik
suatu tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam suatu cerita :
1) Bercerita dengan alat
peraga langsung
Alat
peraga dalam pengertian ini adalah beberapa jenis hewan atau benda-benda yang
sebenarnya bukan tiruan atau berupa gambar-gambar. Penggunaan alat peraga
langsung untuk memberikan kepada anak suatu tanggapan yang tepat mengenai
hal-hal yang didengar dalam cerita. Dalam bentuk cerita ini guru sebaiknya menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :
§ Alat peraga diperhatikan dan diperkenalkan terlebih dahulu pada anak
didik.
§ Guru menjelaskan dengan singkat melalui tanya jawab dengan
mengenalkan objek yang akan diceritakan.
§ Alat peraga kemudian disimpan sebelum guru bercerita dan mengatur
posisi duduk anak didik.
2) Bercerita dengan gambar
Bercerita
dengan gambar hendaknya sesuai dengan tahap perkembangan anak, isinya menarik,
mudah dimengerti dan membawa pesan, baik dalam hal pembentukan prilaku positif
maupun pengembangan kemampuan dasar. Supriyadi (2003 : 13) menjelaskan bahwa hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
bercerita dengan gambar adalah :
§ Gambar harus jelas dan tidak terlalu kecil.
§ Guru memperhatikan gambar tidak terlalu tinggi dan harus terlihat
§ Gambar-gambar yang digunakan harus menarik.
§ Gambar yang ditutup setiap kali guru memulai kembali.
3) Bercerita dengan
menggunakan buku cerita
Bercerita
dengan buku dilakukan dengan membacakan cerita dari sebuah buku cerita
bergambar. Dalam buku cerita bergambar biasanya terdapat tulisan kalimat-kalimat
pendek yang menceritakan secara singkat gambar tersebut. Kegiatan membacakan
cerita ini dilakukan karena kebanyakan anak usia pra-sekolah gemar akan cerita
yang dibacakan oleh guru atau orang dewasa lainya. Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh guru
dalam membacakan cerita, seperti :
§ Buku cerita dipegang dengan posisi yang dapat dilihat semua anak.
§ Ketika memegang buku guru tidak boleh melakukan gerakan-gerakan seperti
bercerita tanpa alat peraga, intonasi dan nada serta mimik gurulah yang
berperan di samping gambar-gambar dan kalimat-kalimat dalam buku untuk membantu
fantasi anak.
2) Bercerita tanpa alat
peraga
Kegiatan belajar mengajar di Taman
Kanak-kanak dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode jika tidak ada alat
peraga yang kongkrit. Dalam kegiatan bercerita yang berperan adalah guru dengan
cara bercerita melalui ekspresi yang tepat. Dalam menggunakan metode ini ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Guru
harus menunjukan mimik muka, gerakan-gerakan tangan dan kaki serta suara
sebagai pencerminan dan penghayatan secara sungguh-sungguh terhadap isi dan
alur cerita.
b. Dalam
bercerita harus menggunakan bahasa yang jelas, komunikasi dan mudah dimengerti
anak.
c. Sebelum
bercerita aturlah posisi duduk anak dan guru.
d. Selama
bercerita hindari teguran pada anak.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa teknik yang
dipergunakan guru dalam bercerita ditentukan pula oleh bentuk cerita yang akan disajikan.
Cerita yang membekas pada diri anak akan sangat berpengaruh dalam kehidupan
selanjutnya.
3)
Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita
Dalam proses belajar mengajar, cerita merupakan salah satu metode
yang terbaik. Dengan adanya metode bercerita diharapkan mampu menyentu jiwa
jika didasari dengan ketulusan hati yang mendalam.
a. Kelebihan Metode Bercerita
1)
Kisah dapat mengaktifkan dan
membangkitkan semangat anak didik karena anak didik akan senatiasa merenungkan
makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh
oleh tokoh dan topic kisah tersebut.
2)
Mengarahkan semua emosi
sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang terjadi pada akhir cerita.
3)
Kisah selalu memikat, karena
mengundang untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya.
4)
Dapat mempengaruhi emosi.
Seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga
bergelora dalam lipatan cerita. (Arief, 2002 : 156)
b. Kekurangan Metode Bercerita
1)
Pemahaman anak didik akan
menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.
2)
Bersifat monolong dan dapat
menjenuhkan anak didik.
3)
Sering terjadi ketidakselarasan
isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit
diwujudkan. (Arief, 2002 : 158)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bercerita merupakan penyampaian
materi pelajaran dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah
peristiwa baik benar atau bersifat fiktif semata.
4)
Pelaksanaan Metode Bercerita
Sesuai dengan tema dan tujuan langkah pelaksanaan dalam bercerita
yaitu :
a.
Mengkomunikasikan tujuan dan
tema dalam kegiatan anak.
b.
Mengatur tempat duduk agar
dapat mendengarkan dengan intonasi yang jelas.
c.
Pembukaan kegiatan bercerita,
guru menggali pengalaman-pengalaman anak sesuai dengan tema cerita.
d.
Menggunakan alat peraga/media
untuk menarik perhatian dan menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat
menggetarkan perasaan anak.
e.
Penutup kegiatan bercerita
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.
- Metode Bercerita dengan Gambar
Metode bercerita dengan gambar merupakan salah satu cara yang paling
mendasar untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan membina hubungan interaksi
dengan anak-anak. Pada usia anak-anak, kemampuan bahasa kata (bahasa lisan)
belum cukup dikuasainya, dan bahasa tulisan pun masih dalam proses, tetapi anak
sudah mempunyai kemampuan bahasa rupa (bahasa gambar). Melalui seluruh kemampuan
yang dimilikinya, yaitu perpaduan antara bahasa kata dan bahasa gambar, anak
jadi mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya.
Hal ini disebabkan, oleh anak apa yang dikatakan orang lain diimajinasikannya
dengan apa yang diinginkan orang tersebut. Depdiknas (2001: 18) mengungkapkan
bahwa metode bercerita dengan gambar merupakan "bentuk bercerita dengan
alat peraga tak langsung yang menggunakan gambar-gambar sebagai alat peraga
dapat berupa gambar lepas, gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari
2 sampai 6 gambar yang melukiskan gambar ceritanya". Ada beberapa alasan
mengapa penulis menggunakan metode cerita bergambar diantaranya : a) Memudahkan
anak untuk bercerita, b) Lebih menarik minat anak, dan c) Anak lebih menghayati
apabila cerita itu menggunakan gambar.
Macam – macam cerita bergambar antara lain :
a) Kartu
Cerita
Adalah berupa
kumpulan beberapa gambar yang berurutan dalam satu halaman, sebagai bahan
mendongeng (Storytelling). Tampilan gambar dapat dilengkapi dengan
caption yang berfungsi sebagai pengingat. Caption berisi cerita singkat yang
tertera pada gambar.
b) Gambar Seri
1) Gambar
cukup besar, untuk dapat dilihat ditempat duduk.
2) Arti
dari tiap gambar, hubungan antara satu gambar yang berikutnya dapat dilihat
jelas.
c) Distrosi
Distrosi
dapat diartikan sebagai penyimpangan bentuk, gerak, dan atau ekspresi yang dilebih
– lebihkan. Distrosi merupakan usaha illustrator untuk mengubah dan memberikan
daya tarik tokoh sesuai dengan gaya
dan seleranya.
d) Buku cerita bergambar ( Story Reading )
Buku ini
lebih popular dengan sebutan Story reading, sebagai bahan bercerita
(storytelling) atau dibaca sendiri oleh anak – anak diberi gambar. Buku
bergambar ada beberapa bentuk.
- Implementasi metode bercerita dengan cerita bergambar pada tingkat perkembangan bahasa di Taman Kanak-Kanak
Implementasi metode bercerita di taman kanak-kanak berdasarkan kemampuan
yang diharapkan dicapai dalam pengembangan bahasa, contohnya seperti yang
terdapat dalam program kegiatan belajar di Taman
Kanak-kanak yang terdapat pada standar pendidikan anak usia dini,sesuai
Permendiknas No. 58 tahun 2009 tentang standar PAUD khususnya untuk usia 5-6
tahun untuk kelompok B sebagai berikut :
Lingkup
Perkembangan
|
Tingkat
Pencapaian
Perkembangan
|
Indikator
|
Mengungkapkan
bahasa
|
·
Menjawab pertanyaan yang lebih
kompleks
|
Menjawab pertanyaan
sederhana
|
|
·
Berkomunikasi secara lisan, memiliki
perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis
dan berhitung
|
·
Berkomunikasi secara lisan
dengan bahasanya sendiri (sesuai anak)
·
Bercerita tentang gambar yang
di sediakan atau di buat sendiri dengan urut dan bahasa yang jelas
·
Membaca buku cerita bergambar
dan menceritakannya
|
|
·
Melanjutkan sebagian cerita /
dongeng yang telah di perdengarkan
|
·
Menceritakan kembali sesuatu berdasarkan
ingatannya
·
Mendengarkan dan menceritakan
kembali cerita secara runtut
·
Menceritakan tentang sesuatu
yang diperoleh dari buku
|
B. Kerangka Berpikir
Membaca merupakan proses dalam memahami tulisan yang bermakna.
Membaca juga merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk
urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam
bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras. Cerita anak merupakan
salah satu bentuk karya sastra yang paling dominan yang diberikan di TK.
Melalui cerita berbagai aspek perkembangan anak dapat dikembangkan dalam proses
pembelajaran. Cerita dapat mengembangkan aspek bahasa, kognitif, emosional,
sosial dan kreativitas.
Berdasarkan penelitian ini kemampuan menyimak akan meningkat apabila
dalam bercerita terdapat isi dan materi yang jelas,metode dengan cerita bergambar,
respon anak, dan ekspresi anak, kemudian anak akan menyimak cerita bergambar
dengan baik dengan perilaku yang baik pula sehingga didapat argumentasi yang
berupa dapat menjawab pertanyaan dari guru, mengemukakan pendapat secara
sederhana dan maju kedepan untuk menceritakan kembali Sehingga terdapat hasil
belajar dalam menyimak yang baik pula, dan meningkatnya kemampuan menyimak pada
anak kelompok B melalui metode bercerita. Secara ringkas kerangka pikir
pelaksanaan penelitian tindakan kelas sebagaimana gambar di bawah ini :
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Penelitian
Tindakan Kelas
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis berasal dari kata hipo/hypo, hapo, yaitu lemah atau kurang
dan thesisi, tesa yaitu pernyataan. Jadi hipotesis adalah pernyataan yang masih
lemah kebenarannya dan masih perlu dibuktikan kebenarannya, maka hipotesis
fungsinya sebagai jawaban sementara yang belum final (Sutrisno Hadi, 1998 :257)
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka akan di dapat seberapa besar
kemampuan anak dalam menyimak melalui metode bercerita. Mengacu pada pengertian
hipotesis di atas, maka dikemukakan hipotesis untuk penelitian ini sebagai
berikut “Metode bercerita dengan gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca
permulaan pada anak kelompok B pada TK Ar-Ridma Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014”
Untuk mendapatkan file secara lengkap terdiri dari BAB I, II, III, IV, V, lampiran2 serta halaman depan silahkan klik disini