Thursday, 30 October 2014

LAPORAN PKP UT TAMAN KANAK-KANAK



UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI METODE BERCERITA DENGAN GAMBAR DI  TAMAN KANAK-KANAK .................... DESA ..................
TAHUN PELAJARAN ................





 

ABSTRAK
Kegiatan di awal pembelajaran mempunyai permasalahan rendahnya kemampuan membaca siswa di Taman Kanak-kanak Ar-Radima Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan metode bercerita dengan gambar pada pelaksanaan pembelajaran. Tujuan adalah meningkatkan kemampuan anak didik di Taman Kanak-kanak Ar-Radima Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014 dalam hal membaca melalui metode bercerita dengan gambar. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa Taman Kanak-kanak Ar-Radima Desa Sapala dengan jumlah siswa sebanyak 15 siswa, laki-laki …. siswa dan perempuan …… siswa. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (a) reduksi data, (b) paparan data, dan (c) penyimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode bercerita dengan gambar terbukti efektif  meningkatkan kemampuan membaca siswa siswa. Hal ini dibuktikan dari jumlah siswa yang mengalami peningkatan kemampuan membaca siswa dari 2 siswa atau 13,33% siswa  pada kondisi awal menjadi, 10 siswa atau 66,67% siswa pada siklus pertama, dan meningkat menjadi 100% atau 15 siswa pada akhir siklus kedua. Kesimpulan akhir kegiatan pembelajaran adalah penggunaan metode bercerita dengan gambar terbukti efektif meningkatkan kemampuan membaca anak didik di Taman Kanak-kanak Ar-Radima Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kata kunci : membaca, metode, bercerita, gambar



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Anak didik mampu membaca bukan karena secara kebetulan atau didorong oleh inspirasi, tetapi karena diajari. Membaca bukanlah kegiatan alamiah, tetapi seperangkat komponen yang dikuasai secara pribadi dan bertahap, yang kemudian terintegrasi dan menjadi otomatis. Dalam hal ini William S. Gray (dalam I Gusti Ngurah Oka 2005: 34) menekankan bahwa membaca tidak lain daripada kegiatan pembaca menerapkan sejumlah keterampilan mengolah tuturan tertulis (bacaan) yang dibacanya dalam rangka memahami bacaan.
Dalam proses pembelajaran biasanya seorang pembelajar merasakan nikmatnya membaca bukan hanya sebagai peristiwa pemecahan kode, tetapi lebih sebagai penerimaan pengetahuan dan kebahagiaan. Orang seperti akan tampil tenang dan matang karena memiliki berbagai pengalaman tambahan seperti ia bisa menikmati dari bukan hanya fiksi tetapi juga non fiksi yang dibacanya. Ditinjau dari segi anak kemungkinan mereka menemukan kegembiraan tetapi sangat bergantung pada asuhan dan arahan para orang tua dan guru.
Tujuan pelajaran membaca adalah menciptakan anak yang gemar membaca. Biasanya hal ini dapat diransang dengan mempergunakan cerita. Karena cerita pasti menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat dipahami dengan melihat bagaimana bersemangat mengisahkan pengalamannya dengan tuturan orang lain dalam perjalanan waktu berkembang menjadi kemampuan menyerap dan menganalisa pengalaman, dalam bentuk pengalaman contoh panutan. Anak memanfaatkan kemampuan membacanya dengan santai, sesuai dengan kebutuhan: apakah sekedar kenikmatan atau penambah pengetahuan. Berbicara tentang anak TK, hingga saat ini, kita kerapkali mendengar polemik mengenai boleh tidaknya mengharuskan anak-anak TK untuk bisa membaca dan menulis.  
Pendapat yang mengharuskan anak TK bisa baca tulis, biasanya dilatar belakangi oleh keinginan untuk bisa masuk SD dengan mudah karena pada saat tes masuk SD, ada banyak sekolah yang mensyaratkan calon siswanya untuk bisa baca tulis. Sedangkan pendapat yang berlawanan dengan hal tersebut, mengatakan bahwa mengharuskan anak TK bisa membaca dan menulis, berarti memaksakan anak untuk memiliki kemampuan yang seharusnya baru diajarkan di SD. Hal ini membuat aktivitas bermain anak yang seyogyanya dominan untuk usia mereka, menjadi berkurang atau bahkan terabaikan, sehingga dikhawatirkan akan menghambat perkembangan potensi-potensi kemampuan anak secara optimal kelak kemudian hari. Dengan adanya polemik tersebut, tidak jarang membuat orangtua menjadi bingung, pendapat mana yang harus diikuti, karena masing-masing pendapat, tampak memiliki alasan yang cukup kuat.
Selain memperhatikan masa peka anak untuk belajar baca tulis, penting pula untuk mengetahui bagaimana cara memberikan pelajaran baca tulis tersebut. Mengacu pada karakteristik umum anak TK, dimana aktivitas bermain menjadi aktivitas dominan mereka, maka perlu diingat bahwa dalam memberikan pelajaran baca tulis pada anak TK hendaknya dilakukan dengan pendekatan yang menyenangkan anak dan tidak memaksa anak. Pendekatan informal dimana pelajaran disampaikan dalam koridor bermain tampaknya menjadi sesuatu yang cocok untuk diterapkan pada pengajaran baca tulis anak-anak TK. Pendekatan informal yang dapat dilakukan, misalnya membacakan buku cerita sambil memperlihatkan gambar dan tulisan di buku/majalah yang sedang dibacakan, menempelkan gambar-gambar yang berhubungan dengan huruf atau tulisan pada ruang bermain atau kamar tidur anak, mecoba meniru bentuk lingkaran/garis atau huruf tertentu, mengajak anak menonton film yang bersifat mendidik sekaligus menghibur sehubungan dengan pelajaran baca tulis, bermain tebak-tebakan huruf, menelusuri bentuk huruf dengan jari, dan lain sebagainya.
Proses belajar menuju kemampuan baca tulis pada anak TK sebaiknya tidak dilakukan dengan pendekatan formal, seperti layaknya anak-anak SD. Karena hal ini dikhawatirkan akan membuat anak merasa tertekan dan jenuh, mengingat kemampuan anak untuk bisa berkonsentrasi pada satu topik bahasan biasanya masih sangat terbatas dan secara umum anak masih berada dalam dunia bermain. Apalagi bila dalam memberi pelajaran tersebut dilakukan dengan kekerasan, misalnya disertai dengan bentakan-bentakan, hinaan atau ejekan manakala anak belum mampu mengikuti pelajaran baca tulis yang diberikan, maka bukan tidak mungkin anak akan tumbuh menjadi anak rendah diri, yang justru hal ini akan menghambat perkembangan kemampuannya secara optimal kelak kemudian hari. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan bermain sambil belajar, merupakan cara terbaik menuju kemampuan baca tulis pada anak TK. Guru dan orang tua hendaknya saling bekerjasama untuk dapat memberikan cara belajar dan mengajar yang sesuai untuk anak-anak TK mereka. Orangtua atau guru perlu menyesuaikan cara mengajar baca tulis sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tiap anak.
Mengharuskan semua anak TK untuk bisa baca tulis, tampaknya menjadi hal yang kurang bijaksana mengingat setiap anak memiliki kemampuan dan kesiapan belajar baca tulis yang berbeda satu sama lainnya. Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang penting untuk dapat diajarkan pada anak TK, ketimbang hanya terfokus pada kemampuan baca tulis semata, misalnya penanaman disiplin, kemandirian, tanggung jawab serta budi pekerti yang baik. Stimulasi terhadap kecerdasan intelektual anak, seperti pada kegiatan baca tulis, memang penting, namun perlu diupayakan jangan sampai stimulasi terhadap kecerdasan intelektual terlalu berlebihan sehingga cenderung memaksakan anak dan melupakan aspek-aspek kecerdasan lain yang juga perlu mendapat stimulasi seperti kecerdasan sosial, emosional, dan lain sebagainya, yang semuanya sangat diperlukan agar dapat menjadi bekal bagi anak dalam menghadapi masa depannya kelak.
Dunia anak adalah dunia pasif ide, maka dalam menunjang kemampuan penyesuaian diri seorang anak membutuhkan rangsangan yang cocok dengan jiwa mereka. Secara kejiwaan anak-anak ialah manusia yang akrab dengan simbol-simbol kasih sayang orang lain yang ada di sekitarnya, seperti melalui kata-kata sanjungan atau pujian. Guru yang mampu memberikan cerita akan menimbulkan semangat dan pemahaman kepada anak terhadap pelajaran yang diterima dari cerita tersebut. Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, maka metode bercerita merupakan salah satu teknik penyampaian yang digunakan dalam proses pendidikan di Taman Kanak-kanak yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan teknik yang bervariasi dalam penyampaian materi pelajaran akan membantu guru dalam melaksanakan tugas secara baik. Oleh sebab itu, metode bercerita adalah salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak Taman Kanak-kanak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya, orang tua kepada anaknya, guru bercerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat seni karena erat kaitannya dengan keindahan dan sandaran kepada kekuatan kata-kata yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita.
 Di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala, kelemahan dalam hal baca tulis dikarenakan lemahnya daya konsentrasi anak yang akan berpengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak karena atensi dan motivasi perlu ditumbuhkan untuk mengembangkan kemampuan membaca permulaan. Selain itu, di kelas pun tidak ditemukan huruf-huruf yang ditempel atau gambar-gambar disertai tulisan di bawahnya, yang sebenarnya dapat memberi rangsangan awal bagi anak dalam hal baca dan tulis.
Praktik pengajaran baca tulis di dalam kelas juga memuat beberapa kelemahan. Materi dalam buku penunjang lebih banyak menuntut anak untuk belajar menulis dengan menebalkan garis yang sudah ditentukan sebelumnya. Praktik ini pun justru bertentangan dengan prinsip pembelajaran konstruktivisme dan kontekstual dalam KTSP itu sendiri yang mensyaratkan untuk memungkinkan siswa bereksplorasi dan menggali secara lebih dalam kemampuan, potensi, serta keindahan. Kurangnya kesempatan siswa dalam bereksplorasi dikarenakan ketersediaan alat peraga yang sangat terbatas. Akibatnya, menurut keterangan beberapa orangtua, anak-anak lebih mudah menangkap pelajaran membaca yang diberikan di rumah karena alat-alat peraga yang disediakan orangtua di rumah.
Proses membaca melibatkan ketrampilan diskriminasi visual dan suara, proses perhatian, dan memori. Penggunaan berbagai alat bantu sebagai media pembelajaran diharapkan mampu membantu proses belajar. Pemakaian media dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi, memberikan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis pada siswa.
Dari 18 orang siswa di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala 2013/2014 Tahun Pelajaran 2013/2014, pada studi pendahuluan ternyata hanya 2 orang  siswa  atau 13,33% yang memiliki kemampuan membaca permulaan dengan baik, sehingga masih terdapat 13 orang siswa atau 86,67% yang kemampuan membacanya kurang baik.
Berdasarkan uraian di atas maka sebagai upaya peningkatan kemampuan membaca permulaan siswa maka peneliti akan melaksanakan kegiatan penelitian tindakan kelas dengan judul upaya meningkatkan kemampuan membaca permulaan melalui metode bercerita dengan gambar di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala  Tahun Pelajaran 2013/2014.
B.     Identifikasi Masalah
Dari uraian sebagaimana latar belakang masalah di atas permasalahan yang ada pada pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.   Metode yang digunakan guru kurang bervariasi, sehingga anak mangalami kebosanan.
2.   Adanya kenyataan bahwa metode bercerita dengan gambar yang kurang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
3.   Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak baik faktor dari dalam diri anak maupun faktor luar diri anak, salah satunya adalah faktor metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar.
C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan muncul berbagai masalah. Agar penelitian ini lebih efektif, efisien dan terarah, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.   Metode membaca pada anak usia dini yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode bercerita dengan gambar.
2.   Indikator dalam kemampuan membaca permulaan anak usia dini adalah anak mampu membaca kata sederhana dan menirukan 4 – 5 urutan kata.
3.   Penelitian tentang membaca dengan metode bercerita dengan gambar ini terbatas pada anak didik di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014.
D.    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebagaimana latar belakang masalah di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, yaitu : apakah penggunaan metode bercerita dengan gambar dapat meningkatkan kemampuan meningkatkan kemampuan membaca permulaan di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014.
E.     Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui peningkatkan kemampuan anak didik di Taman Kanak-kanak Ar-Ridma Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014 dalam hal membaca melalui metode bercerita dengan gambar
F.     Manfaat Penelitian
1.   Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan referensi di bidang psikologi perkembangan, terutama perkembangan pada masa awal anak-anak; dan psikologi pendidikan, terutama bagi pendidikan anak usia dini.
2.   Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a.   Siswa Taman Kanak-kanak, untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan sejak dini.
b.   Para guru khususnya dan para praktisi pendidikan pada umumnya, sebagai referensi bahwa dalam mengajar membaca, penting untuk memperhatikan anak secara spesifik berdasarkan kemampuan dan tipe belajar mereka.
c.   Sekolah, penelitian ini dapatnya bermanfaat sebagai pedoman lebih lanjut dalam mengambil kebijakan di sekolah dalam memberikan bimbingan mengajar kepada guru dan pengembangan lebih lanjut.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Kajian Teori
  1. Upaya
Menurut Harianto ( 2000:631 ) “ Upaya adalah usaha atau syarat untuk menyampaikan suatu maksud, akal dan ikhtiar “. Sedangkan siswa menurut Dr. Dimyati dan Drs. Mudjono ( 2006 : 22 ) “ adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar “. Jadi dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan siswa/i dalam mencegah penyalahgunaan narkoba adalah suatu usaha atau ikhtiar yang dilakukan oleh subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar dalam penulisan ini yang dimaksud dengan subjek tersebut adalah siswa
  1. Meningkatkan
Menurut Anton Mulyono (2006:951), meningkatan adalah suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dan sebagainya).  Dari penjelasan istilah tersebut maka yang dimaksud dengan peningkatan adalah suatu usaha untuk melaksanakan kegiatan yang lebih baik dari yang telah dilaksanakan
  1. Kemampuan  
Menurut J.S, Badudu Prof. Drs. & Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996:1381). mengartikan bahwa Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Sedangkan Anggiat M.Sinaga dan Sri Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. Sementara itu, Robbin (2007:57) kemampuan berarti kapasitas seseorang individu unutk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan (Ability) adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerrjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang.
  1. Membaca Permulaan
a.       Pengertian membaca permulaan
Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding (Anderson, 1972:209).Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Di samping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk mrmbantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan (Syafi’ie, 1999: 7).
Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206) proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a) visual memory (vm), (b) phonological memory (pm), dan (c) semantic memory (sm). Lambang lambang fonem tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan tersebut terjadi pada ketiganya. Pada tingkat VM, huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat PM terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat. Proses pada tingkat ini bersumber dari VM dan PM. Akhirnya pada tingkat SM terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat.
Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki ketrampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh ketrampilan / kemampuan membaca.
Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut,untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.Membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses ketrampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.
b.      Pembelajaran membaca permulaan
Pembelajaran membaca permulaan bertujuan agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan (Syafi’ie,1999: 16).
c.       Metode Membaca Permulaan
Metode adalah cara yang telah teratur dan terpilih secara baik untuk mencapai suatu maksud, cara mengajar (KBB,1984: 649). Sedangkan yang dimaksud dengan membaca permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas satu dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan bahasa guna menghadapi kelas berikutnya.
Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan , antara lain (1) metode abjad (2) metode bunyi (3) metode kupas rangkai suku kata (4) metode kata lembaga (5) metode global dan (6) metode Struktual Analitik Sinteksis (SAS). (Alhkadiah,1992: 32-34).
1)      Metode Abjad dan Metode Bunyi
Menurut Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas, misalnya:
Metode Abjad                :     bo-bo   à    bobo
                                             la-ri      à    lari
Metode Bunyi                :     na-na   à    nana
                                             lu-pa    à    lupa
2)      Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga
Kedua metode ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. Misalnya:
Metode Kupas Rangkai Suku Kata :     ma ta - ma ta
                                                               pa pa - pa pa
Metode Kata Lembaga  :     bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola
3)      Metode Global
Metode global timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi gestalt, yang berpendapatbahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah bagian-bagiannya. Memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat untuk dibaca.
4)      Metode SAS
Metode ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) tanpa buku (2) menggunakan buku. Mengenai itu, Momo (1987) mengemukakan beberapa cara, yaitu:
a)      Tahap tanpa Buku, dengan cara:
(1)         Merekam bahasa siswa.
(2)         Menampilkan gambarsambil bercerita.
(3)         Membaca gambar.
(4)         Membaca gambar dengan kartu kalimat.
(5)         Membaca kalimat secara struktural (S).
(6)         Proses analitik (A).
(7)         Proses sintetik (S).
b)      Tahap dengan Buku, dengan cara:
(1)         Membaca buku pelajaran.
(2)         Membaca majalah bergambar.
(3)         Membaca bacaan yang disusun oleh guru dan siswa.
(4)         Membaca buku yang disusun oleh siswa secara berkelompok.
(5)         Membaca buku yang disusun oleh siswa secara individual.
Metode ini yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS menurut Supriyadi dkk (1992). Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik karena metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat, metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak, serta metode ini menganut prinsip menemukan sendiri. Adapun kelemahan metode SAS, yaitu kurang praktis, membutuhkan banyak waktu, dan membutuhkan alat peraga.
  1. Metode Bercerita
a.       Pengertian Metode Bercerita
Metode digunakan sebagai suatu cara dalam menyampaikan suatu pesan atau materi pelajaran kepada anak didik. Metode mengajar yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya suatu proses belajar mengajar sehingga banyak waktu dan tenaga terbuang sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh guru baru berhasil, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Dr. Ahamad Tafsir  (2003: 9) memberikan pengertian metode adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Cerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya, ayah kepada anak-anaknya, guru bercerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat seni karena erat kaitannya dengan keindahan dan bersandar kepada kekuatan kata-kata yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita.
Metode bercerita merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di Taman Kanak-kanak. Sebagai suatu metode bercerita mengundang perhatian anak terhadap pendidik sesauai dengan tema pembelajaran. Bila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak di Taman Kanak kanak, maka mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita. Menurut Abudin Nata (2001:97), Metode bercerita adalah suatu metode yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan anak. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh karenanya dijadikan sebagai salah satu teknik pendidikan. Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak di Taman Kanak-kanak yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita sampai tuntas.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode bercerita adalah menuturkan atau menyampaikan cerita secara lisan kepada anak didik sehingga dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik. Dengan adanya proses belajar mengajar, maka metode bercerita merupakan suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pesan atau materi pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak didik.
b.      Tujuan dan Fungsi Metode Bercerita
1)      Tujuan Metode Bercerita
Tujuan metode bercerita adalah agar anak dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bercerita guru dapat menanamkan nilai-nilai Islam pada anak didik, seperti menunjukan perbedaan perbuatan baik dan buruk serta ganjaran dari setiap perbuatan. Melalui metode bercerita anak diharapkan dapat membedakan perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Asnelli Ilyas (1997:34)  bahwa tujuan metode bercerita dalam pendidikan anak adalah .menanamkan akhlak Islamiyah dan perasaan keTuhanan kepada anak dengan harapan melalui pendidikan dapat menggugah anak untuk senantiasa merenung dan berfikir sehingga dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari
Sedangkan menurut Moeslichatoen R (2004:157), bahwa tujuan metode bercerita adalah salah satu cara yang ditempuh guru untuk memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui metode bercerita maka anak akan menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai dapat dihayati anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2)      Fungsi Metode Bercerita
Secara umum metode berfungsi sebagai pemberi atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. (Arifin, 1999 : 61). Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai sasaran-sasaran atau target pendidikan. Metode cerita dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi sehingga pelajaran atau materi pendidikan itu dapat dengan mudah diberikan.
c.       Aspek-aspek dan Teknik-teknik Metode bercerita
1)      Aspek-aspek Bercerita
Salah satu unsur penting dalam seluruh rangkaian dalam efektifitas yang ditempuh dalam upaya pembentukan moral anak melalui cerita adalah memilih tema cerita yang baik untuk disampaikan kepada anak. Berikut ini beberapa definisi mengenai tema adalah sebagai berikut : Tema-tema yang terdapat di dalam cerita banyak dikenal oleh masyarakat dan tidak semuanya baik untuk diceritakan kepada anak-anak. Dan untuk dewasa ini sudah banyak cerita yang diterbitkan. Di antara yang banyak itu pilih cerita yang baik dan berguna. Banyak tema cerita yang diterbitkan yang tidak memiliki pendidikan dan moral. Kisah-kisah yang ditulis hanya untuk merangsang emosi-emosi yang rendah. Tema cerita seperti ini, bukanlah patut disisikan dalam memilih tema. Secara teoritis ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam memilih tema cerita. Aspek-aspek tersebut di antaranya adalah :
a)      Aspek Relegius (agama)
Dalam memilih tema cerita yang baik, aspek agama ini tidak dapat diabaikan mengingat tema cerita yang dipilih merupakan sarana pembentukan moral. Jika aspek agama ini kurang diperhatikan keberadaanya, maka dikhawatirkan anak akan memperoleh informasi-informasi yang temanya tidak baik, bahkan ada kemungkinan cerita yang demikian dapat merusak moral anak yang sudah baik. Bagi kalangan keluarga muslim tema cerita yang dipilih tidak hanya karena gaya ceritanya saja, melainkan harus sarat dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kini upaya menenggelamkan pengaruh cerita yang temanya tidak baik dan dapat merusak aqidah dan akhlak anak. (Abdullah, 1997 : 2)
b)      Aspek Pedagogis (Pendidikan).
Pertimbangan aspek pendidikan dalam memilih tema cerita juga penting, sehingga dari tema cerita diperoleh dua keuntungan, yaitu menghibur dan mendidik anak dalam waktu yang bersamaan. Disinilah letak peran pencerita untuk dapat memilih tema cerita dan menyampaikan pesan-pesan didaktis dalam cerita. Unsur mendidik, baik secara langsung ataupun tidak langsung terimplisit dalam tema dongeng (Sugihastuti, 1996:35)

c)      Aspek Psikologis
Mempertimbangkan aspek psikologis dalam memilih tema cerita sangat membantu perkembangan jiwa anak. Mengingat anak adalah manusia yang sedang berkembang. Maka secara kejiwaan tema ceritapun disesuaikan dengan kemampuan berfikir, kestabilan emosi, kemampuan berbahasa serta tahap perkembangan pengetahuan anak dalam mengahayati cerita tersebut. Cerita yang baik dapat mempengaruhi perkembangan anak.
2)      Teknik-teknik Bercerita
Cerita sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah guru selesai bercerita. Adapun teknik penggunaan dari masing-masing bentuk metode bercerita tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)   Bercerita dengan alat peraga
Dalam melaksanakan kegiatan digunakan alat peraga untuk memberikan kepada anak didik suatu tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam suatu cerita :
1)   Bercerita dengan alat peraga langsung
Alat peraga dalam pengertian ini adalah beberapa jenis hewan atau benda-benda yang sebenarnya bukan tiruan atau berupa gambar-gambar. Penggunaan alat peraga langsung untuk memberikan kepada anak suatu tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam cerita. Dalam bentuk cerita ini guru sebaiknya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
§  Alat peraga diperhatikan dan diperkenalkan terlebih dahulu pada anak didik.
§  Guru menjelaskan dengan singkat melalui tanya jawab dengan mengenalkan objek yang akan diceritakan.
§  Alat peraga kemudian disimpan sebelum guru bercerita dan mengatur posisi duduk anak didik.
2)   Bercerita dengan gambar
Bercerita dengan gambar hendaknya sesuai dengan tahap perkembangan anak, isinya menarik, mudah dimengerti dan membawa pesan, baik dalam hal pembentukan prilaku positif maupun pengembangan kemampuan dasar. Supriyadi (2003 : 13) menjelaskan bahwa hal-hal yang perlu  diperhatikan dalam pelaksanaan bercerita dengan gambar adalah :
§  Gambar harus jelas dan tidak terlalu kecil.
§  Guru memperhatikan gambar tidak terlalu tinggi dan harus terlihat
§  Gambar-gambar yang digunakan harus menarik.
§  Gambar yang ditutup setiap kali guru memulai kembali.
3)   Bercerita dengan menggunakan buku cerita
Bercerita dengan buku dilakukan dengan membacakan cerita dari sebuah buku cerita bergambar. Dalam buku cerita bergambar biasanya terdapat tulisan kalimat-kalimat pendek yang menceritakan secara singkat gambar tersebut. Kegiatan membacakan cerita ini dilakukan karena kebanyakan anak usia pra-sekolah gemar akan cerita yang dibacakan oleh guru atau orang dewasa lainya. Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam membacakan cerita, seperti :
§  Buku cerita dipegang dengan posisi yang dapat dilihat semua anak.
§  Ketika memegang buku guru tidak boleh melakukan gerakan-gerakan seperti bercerita tanpa alat peraga, intonasi dan nada serta mimik gurulah yang berperan di samping gambar-gambar dan kalimat-kalimat dalam buku untuk membantu fantasi anak.
2)   Bercerita tanpa alat peraga
Kegiatan belajar mengajar di Taman Kanak-kanak dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode jika tidak ada alat peraga yang kongkrit. Dalam kegiatan bercerita yang berperan adalah guru dengan cara bercerita melalui ekspresi yang tepat. Dalam menggunakan metode ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah sebagai berikut :
a.   Guru harus menunjukan mimik muka, gerakan-gerakan tangan dan kaki serta suara sebagai pencerminan dan penghayatan secara sungguh-sungguh terhadap isi dan alur cerita.
b.   Dalam bercerita harus menggunakan bahasa yang jelas, komunikasi dan mudah dimengerti anak.
c.   Sebelum bercerita aturlah posisi duduk anak dan guru.
d.   Selama bercerita hindari teguran pada anak.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa teknik yang dipergunakan guru dalam bercerita ditentukan pula oleh bentuk cerita yang akan disajikan. Cerita yang membekas pada diri anak akan sangat berpengaruh dalam kehidupan selanjutnya.
3)      Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita
Dalam proses belajar mengajar, cerita merupakan salah satu metode yang terbaik. Dengan adanya metode bercerita diharapkan mampu menyentu jiwa jika didasari dengan ketulusan hati yang mendalam.
a.   Kelebihan Metode Bercerita
1)      Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat anak didik karena anak didik akan senatiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan topic kisah tersebut.
2)      Mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang terjadi pada akhir cerita.
3)      Kisah selalu memikat, karena mengundang untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya.
4)      Dapat mempengaruhi emosi. Seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita. (Arief, 2002 : 156)
b.   Kekurangan Metode Bercerita
1)      Pemahaman anak didik akan menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain.
2)      Bersifat monolong dan dapat menjenuhkan anak didik.
3)      Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan. (Arief, 2002 : 158)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bercerita merupakan penyampaian materi pelajaran dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau bersifat fiktif semata.
4)      Pelaksanaan Metode Bercerita
Sesuai dengan tema dan tujuan langkah pelaksanaan dalam bercerita yaitu :
a.       Mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan anak.
b.      Mengatur tempat duduk agar dapat mendengarkan dengan intonasi yang jelas.
c.       Pembukaan kegiatan bercerita, guru menggali pengalaman-pengalaman anak sesuai dengan tema cerita.
d.      Menggunakan alat peraga/media untuk menarik perhatian dan menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan anak.
e.       Penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.
  1. Metode Bercerita dengan Gambar
Metode bercerita dengan gambar merupakan salah satu cara yang paling mendasar untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan membina hubungan interaksi dengan anak-anak. Pada usia anak-anak, kemampuan bahasa kata (bahasa lisan) belum cukup dikuasainya, dan bahasa tulisan pun masih dalam proses, tetapi anak sudah mempunyai kemampuan bahasa rupa (bahasa gambar). Melalui seluruh kemampuan yang dimilikinya, yaitu perpaduan antara bahasa kata dan bahasa gambar, anak jadi mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya.
Hal ini disebabkan, oleh anak apa yang dikatakan orang lain diimajinasikannya dengan apa yang diinginkan orang tersebut. Depdiknas (2001: 18) mengungkapkan bahwa metode bercerita dengan gambar merupakan "bentuk bercerita dengan alat peraga tak langsung yang menggunakan gambar-gambar sebagai alat peraga dapat berupa gambar lepas, gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 sampai 6 gambar yang melukiskan gambar ceritanya". Ada beberapa alasan mengapa penulis menggunakan metode cerita bergambar diantaranya : a) Memudahkan anak untuk bercerita, b) Lebih menarik minat anak, dan c) Anak lebih menghayati apabila cerita itu menggunakan gambar.
Macam – macam cerita bergambar antara lain :
a)   Kartu Cerita
Adalah berupa kumpulan beberapa gambar yang berurutan dalam satu halaman, sebagai bahan mendongeng (Storytelling). Tampilan gambar dapat dilengkapi dengan caption yang berfungsi sebagai pengingat. Caption berisi cerita singkat yang tertera pada gambar.
b)   Gambar Seri
1)   Gambar cukup besar, untuk dapat dilihat ditempat duduk.
2)   Arti dari tiap gambar, hubungan antara satu gambar yang berikutnya dapat dilihat jelas.
c)   Distrosi
Distrosi dapat diartikan sebagai penyimpangan bentuk, gerak, dan atau ekspresi yang dilebih – lebihkan. Distrosi merupakan usaha illustrator untuk mengubah dan memberikan daya tarik tokoh sesuai dengan gaya dan seleranya.
d)   Buku cerita bergambar ( Story Reading )
Buku ini lebih popular dengan sebutan Story reading, sebagai bahan bercerita (storytelling) atau dibaca sendiri oleh anak – anak diberi gambar. Buku bergambar ada beberapa bentuk.
  1. Implementasi metode bercerita dengan cerita bergambar pada tingkat perkembangan bahasa di Taman Kanak-Kanak
Implementasi metode bercerita di taman kanak-kanak berdasarkan kemampuan yang diharapkan dicapai dalam pengembangan bahasa, contohnya seperti yang terdapat dalam program kegiatan belajar di Taman Kanak-kanak yang terdapat pada standar pendidikan anak usia dini,sesuai Permendiknas No. 58 tahun 2009 tentang standar PAUD khususnya untuk usia 5-6 tahun untuk kelompok B sebagai berikut :

Lingkup
Perkembangan
Tingkat
Pencapaian
Perkembangan
Indikator

Mengungkapkan
bahasa

·       Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks
Menjawab pertanyaan
sederhana

·       Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung

·       Berkomunikasi secara lisan dengan bahasanya sendiri (sesuai anak)
·       Bercerita tentang gambar yang di sediakan atau di buat sendiri dengan urut dan bahasa yang jelas
·       Membaca buku cerita bergambar dan menceritakannya

·       Melanjutkan sebagian cerita / dongeng yang telah di perdengarkan

·       Menceritakan kembali sesuatu berdasarkan ingatannya
·       Mendengarkan dan menceritakan kembali cerita secara runtut
·       Menceritakan tentang sesuatu yang diperoleh dari buku




B.     Kerangka Berpikir
Membaca merupakan proses dalam memahami tulisan yang bermakna. Membaca juga merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras. Cerita anak merupakan salah satu bentuk karya sastra yang paling dominan yang diberikan di TK. Melalui cerita berbagai aspek perkembangan anak dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran. Cerita dapat mengembangkan aspek bahasa, kognitif, emosional, sosial dan kreativitas.
Berdasarkan penelitian ini kemampuan menyimak akan meningkat apabila dalam bercerita terdapat isi dan materi yang jelas,metode dengan cerita bergambar, respon anak, dan ekspresi anak, kemudian anak akan menyimak cerita bergambar dengan baik dengan perilaku yang baik pula sehingga didapat argumentasi yang berupa dapat menjawab pertanyaan dari guru, mengemukakan pendapat secara sederhana dan maju kedepan untuk menceritakan kembali Sehingga terdapat hasil belajar dalam menyimak yang baik pula, dan meningkatnya kemampuan menyimak pada anak kelompok B melalui metode bercerita. Secara ringkas kerangka pikir pelaksanaan penelitian tindakan kelas sebagaimana gambar di bawah ini :








Rounded Rectangle: Kemampuan membaca siswa masih rendah





 























 





























Gambar 2.1  Kerangka Berpikir  Penelitian Tindakan Kelas


C.    Hipotesis Tindakan
Hipotesis berasal dari kata hipo/hypo, hapo, yaitu lemah atau kurang dan thesisi, tesa yaitu pernyataan. Jadi hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan masih perlu dibuktikan kebenarannya, maka hipotesis fungsinya sebagai jawaban sementara yang belum final (Sutrisno Hadi, 1998 :257)
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka akan di dapat seberapa besar kemampuan anak dalam menyimak melalui metode bercerita. Mengacu pada pengertian hipotesis di atas, maka dikemukakan hipotesis untuk penelitian ini sebagai berikut “Metode bercerita dengan gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak kelompok B pada TK Ar-Ridma Desa Sapala Tahun Pelajaran 2013/2014”

 

Untuk mendapatkan file secara lengkap terdiri dari BAB I, II, III, IV, V, lampiran2 serta halaman depan silahkan klik disini