LAPORAN
PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI
UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA
MATERI KONSEP DAUR
ULANG AIR PADA SISWA KELAS V
Disusun dan Diajukan sebagai
Salah Satu Syarat Tugas Akhir Program
dalam Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional
(PDGK 4501) Program S1 PGSD
FKIP
Universitas Terbuka
Oleh
..........................................
NIM. .....................
UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH ................................
...................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rendahnya kualitas
pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) di Indonesia disebabkan pembelajaran di kelas
masih dominan menggunakan metode
ceramah dan tanya
jawab, sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi langsung
dengan benda-benda konkret.
Selain itu, guru
kurang memperhatikan kemampuan
awal siswa sebelum pembelajaran
sehingga dapat memungkinkan
munculnya kesulitan belajar pada
diri siswa. Mengajar
bukan hanya untuk menyampaikan gagasan-gagasan guru
pada siswa, melainkan
sebagai proses memfasilitasi aktivitas rekonstruksi pengetahuan siswa
yang sudah ada.
Pembelajaran
yang hanya menyampaikan gagasan-gagasan guru pada siswa dapat
membuat siswa jenuh,
pemahamannya rendah, motivasi
dan semangat belajarnya kurang. Pada akhirnya hasil belajar siswa tidak
sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan, yang merupakan
akibat dari kurangnya kesempatan
bagi siswa untuk
mengembangkan pengetahuan
awalnya, melakukan eksplorasi dan membuat kesimpulan sendiri. Kurangnya aktivitas
siswa dalam pembelajaran
dan kurang memuaskannya hasil
belajar siswa sebagaimana
dideskripsikan di atas mengimplikasikan perlu
adanya upaya untuk menerapkan
model pembelajaran tertentu dalam
rangka meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa.
Sehubungan dengan
kenyataan di atas,
perlu dilakukan penelitian
untuk perbaikan terhadap pembelajaran
IPA. Perbaikan dititikberatkan pada pemilihan
model pembelajaran, agar
model pembelajaran yang dipilih
lebih mengutamakan pada
peningkatan keaktifan dan hasil
belajar siswa.
Pada studi
awal yang dilaksanakan, hasil dari tes formatif menunjukkan rendahnya tingkat
penguasaan materi yang diajarkan. Ini dapat ditunjukkan hanya empat siswa
(18,18%) dari 22 siswa yang mengikuti tes formatif dapat mencapai tingkat
penguasaan materi 80% ke atas, sehingga masih terdapat 18 siswa (81,82%) yang
belum tuntas belajarnya, dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar secara
klasikal sebesar 65,91 dan keaktifan belajar siswa hanya 27,27% atau 6 siswa.
Berdasarkan hasil
studi literatur dipahami
bahwa model pembelajaran inkuiri
merupakan salah satu
model pembelajaran kontekstual yang
lebih menitikberatkan pada
proses belajar siswa
aktif dalam membangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur
kognitif yang telah dimilikinya.
Dalam hal ini
guru lebih berperan
sebagai fasilitator dan motivator
pembelajaran serta meluruskan
konsepsi. Penggunakan model pembelajaran inkuiri dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa. Dalam penggunaan model pembelajaran ini guru
bukanlah sebagai pemberi
jawaban akhir atas
pertanyaan yang diajukan oleh
siswa melainkan hanya
mengarahkan siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sehingga
diperoleh pemahaman melalui penemuannya.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
hal tersebut, peneliti meminta bantuan kepala sekolah dan teman sejawat untuk
membantu mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Dari
hasil diskusi terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran yaitu
:
a. Rendahnya keaktifan belajar siswa pada
pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air
b. Rendahnya hasil belajar siswa pada
pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air
2. Analisis Masalah
Melalui
refleksi diri, kaji literatur, dan diskusi dengan supervisor, kepala sekolah
dan teman sejawat dapat diketahui bahwa faktor penyebab rendahnya tingkat
penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran, dan rendahnya keaktifan dan
hasil belajar siswa adalah :
a. Model pembelajaran yang diambil tidak
tepat
b. Penjelasan materi terlalu cepat, sehingga
kurangnya model dialog yang keterampilan proses, efektif dan kreatif.
c. Guru tidak mampu mengembangkan model
dialog yang efektif, aktif dan kreatif.
d. Guru tidak melibatkan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran dan penemuan informasi
Melihat
kondisi tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik
sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa dapat meningkat sesuai dengan
harapan.Kenyataan di atas memotivasi
penulis untuk melakukan
penelitian yang berjudul Penerapan
Model Pembelajaran Inkuiri
untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa IPA Materi Konsep
Daur Ulang Air Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri ............... Kecamatan ...............
Kabupaten ............... Tahun Pelajaran ................
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
hal tersebut, maka dapat dirumuskan masalahnya untuk menjadi fokus perbaikan
pembelajaran adalah :
1. Apakah dengan penerapan model inkuiri
dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa
Kelas V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ...............
Tahun Pelajaran ............... pada mata pelajaran IPA materi konsep daur
ulang air ?
2. Apakah dengan penerapan model inkuiri
dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ...............
mata pelajaran IPA materi konsep daur ulang air?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar belakang di atas, dan agar memiliki arah yang jelas, maka ditetapkan
tujuan dari penelitian tindakan kelas sebagai berikut :
- Untuk meningkatkan keaktifan siswa kelas V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... dengan penerapan model inkuiri pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air.
- Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... dengan penerapan model inkuiri pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan
dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat
secara teoritis dan praktis :
- Manfaat Teoritis
a.
Secara teoritis manfaat penelitian ini
adalah untk memperoleh gambaran mengenai penerapan model inkuiri pada pembelajaran IPA.
b.
Menambah khasanah pengembangan
pengetahuan mengenai pembelajaran penerapan model inkuiri pada pembelajaran IPA.
c. Sebagai bahan kajian penelitian lebih
lanjut.
- Manfaat Praktis
a.
Bagi Siswa
1) Meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep daur air
2) Mengembangkan
kreativitas dan keterampilan
berpikir siswa dalam menemukan
dan membangun sendiri
konsep yang dipelajarinya.
b.
Bagi Guru
1) Memotivasi guru untuk memilih dan menggunakan alternatif pembelajaran yang
tepat dalam menyampaikan
materi IPA. Sehingga dapat
memperbaiki proses pembelajaran
dan mengembangkan profesionalisme keguruannya.
2) Mendorong guru agar
lebih kreatif dalam
mengelola proses pembelajaran
IPA.
c.
Bagi Sekolah
1) Memberikan kontribusi yang
positif bagi peningkatan
kualitas pembelajaran IPA di sekolah
2) Menumbuhkan suasana akademis
yang kondusif bagi peningkatan kualitas pendidikan di
sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
1)
Pembelajaran
Istilah Pembelajaran
merupakan terjemahan kata ”instructional”. Seringkali
orang membedakan kata
pembelajaran ini dengan ”pengajaran”,
akan tetapi tidak jarang pula
orang memberikan pengertian yang
sama untuk kedua kata tersebut. Pembelajaran dan kata pengajaran dapat
dibedakan pengertiannya,
Arief
S. Sadiman (Rudi Susilana, 2006:106) mengemukakan
bahwa;
Kata pengajaran hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas
formal, sedangkan kata
pembelajaran tidak hanya
ada dalam konteks guru-murid
di kelas formal
akan tetapi juga
meliputi kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri oleh guru secara
fisik. Di dalam kata
pembelajaran ditekankan pada
kegiatan belajar siswa melalui
usaha yang terencana
dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses
belajar.
Dengan definisi
seperti ini, kata
pengajaran lingkupnya lebih sempit
dibanding kata pembelajaran. Di
pihak lain ada
yang berpandangan bahwa kata
pembelajaran dan kata
pengajaran pada hakekatnya sama,
yaitu proses interaksi
antara guru dan
siswa dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
Kedua pandangan tersebut dapat digunakan,
yang terpenting adalah
interaksi yang terjadi
antara guru dan siswa
itu harus adil,
yakni adanya komunikasi
yang timbal balik diantara
keduanya, baik secara
langsung maupun tidak
langsungatau melalui media.
Siswa jangan selalu
dianggap sebagai subyek belajar yang
tidak tahu apa-apa.
Ia memiliki latar belakang, minat
dan kebutuhan, serta kemampuan
yang berbeda. Peranan guru
tidak hanya terbatas sebagai
pengajar (penyampai ilmu
pengetahuan), tetapi juga sebagai
pembimbing, pengembang dan
pengelola kegiatan
pembelajaran yang dapat
memfasilitasi kegiatan belajar
siswa dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Sebagai sebuah
sistem pembelajaran memiliki
sejumlah komponen sebagai berikut :
1)
Tujuan; tujuan
pembelajaran merupakan suatu
target yang ingin dicapai
oleh kegiatan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran ini merupakan
tujuan antara dalam
upaya mencapai tujuan-tujuan
lain yang lebih tinggi
tingkatannya, yakni tujuan
pendidikan dan tujuan pembangunan nasional.
Dimulai dari tujuan
pembelajaran, tujuan-tujuan itu
bertingkat, berakumulasi, dan
bersinergi untuk menuju tujuan
yang lebih tinggi
tingkatannya, yakni membangun
manusia (siswa) yang sesuai dengan yang dicita-citakan.
2)
Bahan/materi pelajaran;
pada dasarnya adalah
”isi” dari kurikulum, yakni berupa
mata pelajaran atau
bidang studi dengan
topik atau subtopik dan
rinciannya. Secara umum
isi kurikulum itu
dapat dipilah menjadi tiga unsur utama, yaitu; logika (pengetahuan
tentang benar-salah; berdasarkan prosedur
keilmuan), etika (pengetahuan tentang baik-buruk)
berupa muatan nilai
moral, dan estetika (pengetahuan tentang indah-jelak)
berupa muatan nilai seni.
3)
Strategi Pembelajaran;
merupakan salah satu
komponen dalam sistem pembelajaran,
yang tidak dapat
dipisahkan dari komponen lain
yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor antara lain;
tujuan, materi, siswa, fasilitas,
waktu dan guru.
4)
Media pembelajaran;
adalah alat dan
bahan yang dapat
digunakan untuk kepentingan pembelajaran
dalam upaya meningkatkan
hasil belajar. Jenis media
pembelajaran meliputi : media
visual, media audio, media audio
visual, media penyaji dan media
interaktif.
5)
Evaluasi pembelajaran;
bersifat komprehensif yang
didalamnya meliputi
penilaian dan pengukuran.
Evaluasi pada hakekatnya merupakan suatu
proses membuat keputusan
tentang nilai suatu objek
tidak hanya didasarkan
kepada hasil pengukuran,
dapat pula didasarkan pada hasil
pengamatan yang pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek
yang dinilai.
Guru
memiliki peran yang
sangat penting dalam
menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh
sebab itu, guru harus memikirkan
dan membuat perencanaan
secara seksama dalam meningkatkan
kesempatan belajar bagi
siswanya dan memperbaiki kualitas
mengajarnya. Hal ini
menuntut perubahan-perubahan dalam
pengorganisasian kelas, penggunaan
metode mengajar, strategi belajar
mengajar, maupun sikap
dan karakteristik guru dalam
mengelola proses belajar
mengajar. Guru berperan
sebagai pengelola proses belajar
mengajar, bertindak selaku
fasilitator yang berusaha menciptakan
kondisi belajar mengajar
yang efektif sehingga memungkinkan proses
belajar mengajar, mengembangkan
bahan pelajaran dengan baik,
dan meningkatkan kemampuan
siswa untuk menyimak pelajaran
dan menguasai tujuan-tujuan
pendidikan yang harus mereka
capai. Untuk memenuhi hal tersebut di atas guru dituntut mampu mengelola
proses belajar mengajar
yang memberikan rangsangan kepada
siswa sehingga ia mau belajar
karena memang siswalah sebagai
subjek utama dalam belajar.
Kegiatan pembelajaran
merupakan bagian yang
paling penting dalam implementasi
dalam kurikulum. Untuk mengetahu efektivitas dan efisiensi pembelajaran,
dapat diketahui melalui
kegiatan pembelajaran. Untuk itu
dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran tersebut,
seyogyanya seorang pengajar
tahu bagaimana membuat
kegiatan pembelajaran berjalan dengan
baik dan dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Prinsip-prinsip pembelajaran merupakan bagian penting yang perlu diketahui oleh seorang pengajar,
dengan memahami prinsip-prinsip pembelajaran,
seorang pengajar dapat membuat
acuan dalam pembelajaran.
Sehingga kegiatan
pembelajaran akan berjalan
lebih efektif serta
dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2)
Pendidikan IPA di SD
1)
Hakikat IPA
Untuk
memahami hakekat IPA
haruslah dilandasi dengan
pengertian tentang IPA yang dikemukakan oleh para ahli:
a)
Swit (Sarmini, 2008:78)
menyatakan bahwa “ Science is a body of knowledge
and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang dimaksud
dengan Sains (IPA)
adalah kumpulan dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip dan
lain-lain) dan bagaimana
proses untuk meningkatkan pengetahuan itu.
b)
Fisher (Sarmini,
2008:80) menyatakan bahwa
IPA merupakan suatu
batang tubuh pengetahuan yang
diperoleh melalui metode
yang berdasarkan observasi.
Dari
pendapat kedua ahli
di atas maka
jelaslah bahwa pada hakekatnya IPA
adalah ilmu pengetahuan
tentang fenomena alam
berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap
ilmiah.
2)
Tujuan Pendidikan IPA
Tujuan pendidikan
IPA di SD
berdasarkan kurikulum 2006
(KTSP) adalah agar peserta didik
harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
a)
Memproses keyakinan
terhadap kebesaran Tuhan
YME berdasarkan keberadaan,
keindahan, dan keteraturan dalam ciptaan-Nya.
b)
Mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c)
Mengembangkan rasa
ingin tahu, sikap
positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan
yang saling mempengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi, masyarakat.
d)
Mengembangkan keterampilan
proses untuk menyelididki
alam sekitar, memecahkan masalah
dan membuat keputusan.
e)
Meningkatkan kesadaran
untuk berperan serta
memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
f)
fMeningkatkan kesadaran
untuk menghargai alam
dan segala keteraturannya sebagai
salah satu ciptaan Tuhan.
g)
Memperoleh proses
bekal pengetahuan, konsep
dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP
atau MTs.
Tujuan tersebut
mengisyaratkan bahwa pembelajaran
IPA di SD hendaknya menitikberatkan pada upaya
penuangan materi atau konsep secara informatif.
Untuk itu pembelajaran
IPA sebaiknya melibatkan
siswa dalam kegiatan yang
memungkinkan siswa untuk
membangun pengetahuannya sendiri.
Tujuan mata pelajaran IPA/Sains, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut :
a) Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam
ciptaanNya.
b) Mengembangkan pemahaman tentang berbagai
macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
c) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta
dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.
d)
Mengembangkan
pemahaman dan kemampuan IPA untuk menunjang kompetensi produktif. (Permen 22 tahun
2006)
3)
Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP),
ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang
diajarkan di SD, yaitu:
a)
Makhluk hidup
dan proses kehidupan,
yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
b)
Benda atau
materi, sifat-sifat dan
kegunaannya, meliputi: benda
cair, padat, dan gas.
c)
Energi dan
perubahannya, meliputi: magnet,
listrik, cahaya, dan
pesawat sederhana.
d)
Bumi dan alam semesta,
meliputi: tanah, bumi,
tata surya dan
benda-benda langit lainnya.
4)
Karakteristik Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA)
a) Pemahaman
kita tentang dunia
di sekitar kita
di mulai melalui pengalaman baik secara inderawi
maupun non inderawi.
b) Pengetahuan
yang diperoleh tidak
pernah secara langsung,
karena itu perlu diungkapkan
selama proses pembelajaran.
c) Setiap
pengetahuan mengandung fakta,
data, konsep, lambang,
dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas sebagai guru Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) adalah
mengajak siswa untuk
mengelompokkan pengetahuan
yang sedang dipelajari
itu ke dalam fakta,
data, konsep, simbol dan hubungan
dengan konsep yang lain.
d) Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) terdiri
atas produk dan
proses. Guru berperan sebagai fasilitator siswa dalam
proses belajar mengajar.
2. Belajar dan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan
makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian
atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman
(KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan
bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan
sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau
mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu
proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh
proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan,
kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain- lain.
Pasal I Undang- undang No. 20 tahun
2003 tantang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang
menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan
kegiatan pada situasi tertentu.
Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu
proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan
faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan
Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga
ciri-ciri sebagai berikut : (a) belajar adalah perubahan tingkah laku, (b)
perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan, dan
(c) perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang
cukup lama.
Berbicara tentang belajar pada
dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai
akibat pengalaman (Snelbeker 1974 dalam Toeti 1992:10) Dari pengertian di atas
dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya
perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas seorang guru
perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan
diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
Proses belajar itu terjadi secara
internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut
mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan
dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan
perubahan tingkahlaku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru
untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung
optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran.
Dengan kata
lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu
orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar
dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai
starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa
berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara
bertujuan (Arief Sukadi 1984:8) dan terkontrol.
3.
Pengertian Keaktifan Belajar
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 :
17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang
lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi
keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan
kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan
belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu
baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi
pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi
memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya
situasi stimulus tersebut.
Selama
proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan
dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan
para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan,
keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan
siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan kondusif dalam
belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator
dan pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar serta
mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Menurut
Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau
segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik
maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007: 101-106) aktivitas tidak hanya
ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas
non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan
di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif. Menurut Rochman
Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem
belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan
antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan
oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif
atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk
cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses
pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek
yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan. Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81)
menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat
dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada
siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam
belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa
(kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada
kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang
kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran
secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
4.
Hasil Belajar
a.
Pengertian hasil belajar
Menurut Gagne dalam
Nana Sudjana, (2001: 34)
Hasil Belajar ‘adalah kapabilitas pada
kemampuan yang diperoleh
dari proses belajar’.
Hasil Belajar dapat dikategorikan dalam lima macam yaitu:
1)
Informasi
Verbal, yaitu kemampuan seseorang
untuk menerangkan pikirannya
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.
2)
Keterampilan
Intelektual, yaitu kemampuan
yang dimiliki seseorang untuk membedakan,
mengabstraksikan suatu obyek,
menghubungkan konsep dan dapat
menghasilkan suatu pengertian,
pemecahan suatu masalah.
3)
Strategi
Kognitif, yaitu kemampuan
seseorang untuk mengatur
dan mengarahkan aktivitas mentahnya
sendiri dalam memecahkan
persoalan yang dihadapinya.
4)
Sikap, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang
berupa kecenderungan dengan
menerima dan menolak
sesuatu obyek berdasarkan
pengertian atas obyek itu.
5)
Ketrampilan
Motorik, yaitu kemampuan
seseorang untuk melakukan serangkaian gerakan
jasmani dan anggota
badan secara terpadu
dan terkoordinasi.
Subino, (2000: 13) menjelaskan
bahwa “hasil belajar adalah meliputi pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai
yang diperoleh dari
proses belajar mengajar di sekolah”.
Bloom (1956) dalam
Rudi Susilana (2006:102)
mengemukakan tiga ranah hasil
belajar yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor.
Untuk aspek kognitif, Bloom
menyebutkan 6 tingkatan
yaitu: 1) pengetahuan;
2) pemahaman; 3) Aplikasi; 4) Analisa; 5) Sintesa; dan 6) evaluasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pada
dasarnya proses belajar
ditandai dengan perubahan tingkah
laku secara keseluruhan
baik yang menyangkut segi kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Proses perubahan dapat terjadi dari yang paling
sederhana sampai pada
yang paling kompleks
yang bersifat pemecahan masalah,
dan pentingnya peranan
kepribadian dalam proses
serta hasil belajar.
Hasil belajar meliputi
tiga aspek penilaian,
yaitu aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Hasil belajar
pada aspek kognitif
yang dimaksud adalah kemampuan
menyatakan kembali konsep
atau prinsip yang
telah dipelajari dan kemampuan
intelektual yang diukur
dalam prestasi belajar. Pengumpulan data aspek kognitif ini
dilakukan melalui tes tertulis setelah pembelajaran (postes).
Hasil belajar pada
aspek afektif yang
dimaksud meliputi sikap dan nilai siswa dalam pembelajaran IPA, seperti
kerjasama dalam diskusi dan
percobaan, kejujuran dalam
pengambilan data, dan mengkomunikasikan hasil
pengamatan.
Adapun Bloom yang
banyak mmendapat pengaruh
dari Carrol dalam ”Model of
School Learning”-nya berusaha
untuk mengatakan sejumlah
kecil variabel yang besar
pengaruhnya terhadap hasil belajar. Thesis Central Model. Bloom menyatakan
bahwa variasi dalam ”Cognitive Entry
Behaviours” dan ”Afektif
Entry Characteristics” dan
kualitas pengajaran menentukan
hasil belajar, Bloom yakin
bahwa variabel kualitas
pengajaran yang tercermin dalam penyajian bahan petunjuk
latihan tes (tes formatif), proses balikan
dan perbaikan penguatan partisipasi
siswa harus sesuai
dengan kebutuhan siswa, (Bloom, 1976:11 dalam Rudi Susilana,
2006:102).
Secara umum, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu
faktor-faktor yang ada dalam diri siswa
dan faktor eksternal
yaitu faktor-faktor yang
berada diluar diri
siswa. Yang tergolong faktor internal ialah:
a. Faktor
fisiologis atau jasmani individu baik bersifat bawaan maupun yang
diperoleh dengan melihat,
mendengar, struktur tubuh,
cacat tubuh dan sebagainya.
b. Faktor psikologis
baik yang bersifat
bawaan maupun keturunan,
yang meliputi:
1) Faktor intelektual terdiri atas:
a)
Faktor potensial, yaitu intelegensi dan bakat.
b)
Faktor aktual yaitu kecakapan nyata dan prestasi.
2) Faktor
nonintelektual yaitu komponen-komponen kepribadian
tertentu seperti sikap, minat,
kebiasaan, motivasi, kebutuhan,
konsep diri, penyesuaian diri,
emosional dan sebagainya.
c.
Faktor kematangan baik
fisik maupun psikis,
yang tergolong faktor eksternal ialah:
1) Faktor
sosial yang terdiri atas:
a)
Faktor lingkungan keluarga
b)
Faktor lingkungan sekolah
c)
Faktor lingkungan masyarakat
d)
Faktor kelompok
2) Faktor budaya seperti:
adat istiadat, ilmu
pengetahuan dan teknologi, kesenian dan sebagainya.
3) Faktor lingkungan fisik,
seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim dan sebagainya.
4) Faktor spiritual atau lingkungan keagamaan.
Faktor-faktor tersebut saling
berinteraksi secara langsung
atau tidak langsung dalam
mempengaruhi hasil belajar
yang dicapai seseorang.
Karena adanya faktor-faktor tertentu
yang mempengaruhi prestasi
belajar yaitu motivasi berprestasi,
intelegensi dan kecemasan.
b.
Karakteristik Perilaku Belajar
Menurut Abin Syamsuddin (2001: 158). Ciri perubahan yang merupakan perilaku
belajar diantaranya:
1)
Bahwa perubahan intensional, dalam arti pengalaman
atau praktik atau latihan itu
dengan sengaja dan
disadari dilakukannya dan bukan secara kebetulan.
2)
Bahwa perubahan itu
positif, dalam arti
sesuai seperti yang diharapkan (normative)
atau criteria keberhasilan
(criteria of success)
baik dipandang dari
segi siswa (tingkat
abilititas dan bakat khususnya,
tugas perkembangan dan
sebagainya) maupun dari segi guru
3)
Bahwa perubahan itu efektif, dalam arti membawa
pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu.
c.
Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar
Agar kita dapat
mencapai keberhasilan belajar
yang maksimal, kita harus
memahami factor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan belajar. Menurut Thursan
Hakim, (2004: 11)
“faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu
faktor internal dan faktor
eksternal”.
1)
Faktor Internal, terdiri dari:
a)
Faktor
Biologis meliputi segala
hal yang berhubungan
dengan keadaan fisik atau
jasmani individu yang
bersangkutan, diantaranya kondisi
fisik yang normal, kondisi kesehatan fisik.
b)
Faktor
Psikologis, yaitu meliputi
segala hal yang
berkaitan dengan kondisi mental
seseorang, diantaranya intelegensi,
kemauan, bakat dan daya ingat.
2)
Faktor
Eksternal terdiri dari:
faktor lingkungan keluarga,
faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat, faktor waktu.
5.
Pengertian Ketuntasan Belajar
Konsep
ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran
tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”.
Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas,
artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa
mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil
belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk
mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami
pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor
tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas.
Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah
ditetapkan.
Block,
James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery
learningdapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat
membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang
berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern.
Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih
berpusat pada siswa (child center), (2) mengakui dan melayani
perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual personal), (3) strategi
pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress), (4)
pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental units) (KTSP
SDN Sumberkembar 02, 2007).
Dalam
pembelajaran tuntas seorang siswa yang dapat mempelajari unit pelajaran
tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika siswa yang
bersangkutan telah menguasai secara tuntas sesuai standar ketuntasan belajar
minimal yang telah ditentukan oleh sekolah. Dalam pembelajaran tuntas terdapat
dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial dan
layanan program pengayaan.Pertama, layanan
program remedial dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara
khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan
tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari
pelaksanaan pembelajaran reguler, (c) materi program remedial diberikan pada
Kompetensi Dasar (KD) yang belum
dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa
mengikuti tes/ujian semester.
Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan
dengan cara: (a) memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk
memperluas wawasan yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (b)
pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf
dan lainnya, (c) memberikan soal-aoal latihan tambahan yang bersifat pengayaan,
(d) membantu guru dalam rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai
ketuntasan, (e) materi pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari,
(f) program pengayaan dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau
tes/ujian semester. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
tuntas menjadi dasar dari konsep ketuntasan belajar. Sehingga guru diharapkan
menerapkan pembelajaran tuntas dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan
pembelajaran tuntas, siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar yang
ideal.
6.
Metode Pembelajaran
Martinis
Yamin, (2007:152) mengemukakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara
melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi
pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara
khusus, istilah model diartikan
sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatan. Sunarwan (1991)
dalam Sobry Sutikno
(2004: 15) mengartikan
model merupakan gambaran tentang
keadaan nyata. Model
pembelajaran atau model mengajar
sebagai suatu rencana
atau pola yang
digunakan dalam mengatur materi
pelajaran dan memberi
petunjuk kepada pengajar
di kelas dalam setting
pengajaran. Model pembelajaran
merupakan kerangka
konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan
dan melaksanakan aktivitas
belajar mengajar.
Menurut Joyce dan Well (Winata P. dan
Rosita T. 1997:141) model
pembelajaran adalah kerangka
pikir pembelajaran yang
terpusat pada hasil belajar
tertentu. Oleh karena
itu model pembelajaran
mencerminkan kerangka konseptual yang ada dalam pikiran guru dan memandu
guru untuk mengikuti langkah-langkah tertentu.
Joice dan
Weil (Sudrajat, 2004:89)
berpendapat bahwa model
pengajaran adalah suatu rencana
atau pola yang
dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (suatu rencana
pengajaran jangka panjang),
merancang bahan pengajaran, dan
membimbing pengajaran di kelas atau yang lain. Menurut Winarno Surakhmad (1984
: 16), metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai
suatu tujuan, berlaku baik bagi guru maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran ditentukan oleh ketepatan guru dalam
memilih metode pembelajaran sesuai dengan materi yang harus disampaikan pada
siswa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu metode, diantaranya adalah
siswa, tujuan pembelajaran, situasi setempat, fasilitas yang terdapat dalam kelas,
dan profesionalisme guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
7.
Model Pembelajaran Inkuiri
a.
Hakikat Pembelajaran Inkuiri
Tatang S. dan Kurniasih (2008:121),
mengemukakan bahwa: Tema utama filsafat
inkuiri yakni berkenaan dengan pengetahuan.
Adapun filsafat inkuiri
ini memberikan implikasi yang
berarti terhadap pendidikan, khususnya dalam
bidang pendidikan sains
dan matematika. Belakangan banyak
ahli pendidikan mempertimbangkan gagasan-gagasan inkuiri
dalam rangka membangun
konsep dan melaksanakan
pembelajaran.
Pembelajaran inkuiri
menurut Suparno (1996:
49) adalah sebagai berikut :
1)
Pengetahuan dibangun
sendiri oleh siswa
baik secara personal maupun sosial.
2)
Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan dari guru ke murid,
melainkan hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.
3)
Siswa aktif
mengkonstruksi secara terus
menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
menuju ke konsep
yang lebih rinci,lengkap,serta sesuai dengan konsep
ilmiah.
4)
Guru berperan
sebagai mediator dan
fasilitator,sehingga proses
konstruksi siswa berjalan dengan lancar.
Mark
Baldawin dalam Wina
Sanjaya (2007: 254),
menjelaskan bahwa ‘konstrukstivisme adalah strategi yang melibatkan
siswa secara penuh dalam proses pembelajaran’. Siswa didorong untuk
beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan
dipelajarinya. Sedangkan menurut Jean
Piaget inkuiri adalah
proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Pengetahuan itu terbentuk
bukan dari objek semata,
tetapi juga dari
kemampuan individu sebagai
subyek yang menangkap setiap
objek yang diamatinya.
Pengetahuan itu memang
berasal dari luar, akan
tetapi dikonstruksikan oleh
dan dari dalam
diri seseorang.
Oleh
sebab itu pengetahuan
terbentuk oleh dua
faktor penting, yaitu objek
yang menjadi bahan
pengamatan dan kemampuan
subjek untuk
mengintrerpretasikan objek tersebut.
Kedua faktor itu
sama pentingnya. Dengan demikian
pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung
individu yang melihat dan mengkonstruksikannya.
Hakikat pengetahuan
inkuiri adalah meliputi:
a) pengetahuan bukanlah merupakan
gambaran dunia kenyataan
belaka, akan tetapi
selalu merupakan konstruksi kenyataan
melalui kegiatan subjek,
b) subjek membentuk skema
kognitif, kategori, konsep
dan struktur yang
perlu untuk pengetahuan, c)
pengetahuan dibentuk dalam
struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi
membentuk pengetahuan bila
konsepsi itu berlaku
dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Dari
pengertian-pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan inkuiri
adalah merupakan proses
untuk memotivasi siswa dalam
mengawali proses pembelajaran,
proses pengamatan dan pengalaman.
Dalam
inkuiri istilah pendidikan
lebih diartikan sebagai mengajar. Bagi
penganut inkuiri, mengajar
bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan dari
guru kepada murid,
melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Setiap pelajar
mempunyai caranya sendiri
untuk mengerti, karena
itu mereka perlu menemukan
cara belajar yang
tepat untuk dirinya
masing-masing. Dalam konteks
ini maka tidak
ada satu metode
mengajar yang tepat, satu metode
saja tidak akan
banyak membantu pelajar
belajar, sehingga pengajar sangat
mungkin untuk mempertimbangkan dan menggunakan berbagai metode yang membantu
pelajar belajar.
Hasil penelitian
ditemukan bahwa pemenuhan
terhadap kemampuan
penguasaan teori berdampak
positif untuk jangka
pendek, tetapi tidak memberikan sumbangan yang cukup baik dalam
waktu jangka panjang. Pengetahuan
teoritik yang bersifat
hafalan mudah lepas
dari ingatan seseorang apabila
tidak ditunjang dengan
pengalaman nyata. Implikasi bagi
guru dalam mengembangkan
tahap inkuiri ini terutama
dituntut kemampuan untuk
membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang
dipelajarinya.
Sedangkan Rudi Susilana (2006:149)
mengemukakan bahwa: Inkuiri
merupakan landasan berpikir
(filosofi) dalam pendekatan CTL,
yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep
atau kaidah yang
siap untuk diambil
dan diingat.
Manusia harus
membangun pengetahuan itu
memberi makna melalui pengalaman
yang nyata. Batasan inkuiri di
atas memberikan penekanan
bahwa konsep bukanlah tidak
penting sebagai bagian
integral dari pengalaman belajar yang
harus dimiliki oleh
siswa, akan tetapi
bagaimana dari setiap konsep
atau pengetahuan yang
dimiliki siswa itu
dapat memberikan pedoman yang nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan
dalam kondisi nyata.
Dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri pembelajaran akan
dirasakan memiliki makna
apabila secara langsung maupun tidak langsung berhubungan
dengan pengalaman sehari-hari. Oleh karena
itu setiap guru harus memiliki
bekal wawasan yang
cukup luas, sehingga dengan
wawasannya itu ia
selalu dengan mudah
memberikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar dan media pembelajaran
yang dapat merangsang siswa untuk
aktif mencari dan
melakukan dan menemukan sendiri kaitan
antara konsep yang
dipelajari dengan pengalamannya. Dengan cara itu pengalaman
belajar siswa akan memfasilitasi kemampuan siswa untuk
melakukan transformasi terhadap
pemecahan masalah lain yang
memiliki sifat keterkaitan,
meskipun terjadi pada
ruang dan waktu yang berbeda.
b.
Implikasi Inkuiri Terhadap
Proses Pembelajaran
Menurut prinsip inkuiri, seorang
pengajar atau guru berperan sebagai
mediator dan fasilitator
yang membantu agar
proses belajar murid berjalan
dengan baik. Tekanan
ada pada siswa
yang belajar dan
bukan pada disiplin atau
guru yang mengajar.
Fungsi mediator dan
fasilitator dapat dijabarkan
dalam beberapa tugas sebagai berikut:
1)
Menyediakan pengalaman belajar
yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan
penelitian. Karena itu, jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama
seorang guru.
2)
Menyediakan atau
memberikan kegiatan-kegiatan yang
merangsang keingintahuan siswa dan
membantu mereka untuk
mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah
mereka (Watts & pope, 1989 dalam
Paul Suparno, 1996:66).
Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara
produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang
paling mendukung proses
belajar siswa. Guru
harus menyemangati siswa. Guru
perlu menyediakan pengalaman
konflik (Tobin, Tippins, & Gallard, 1994 dalam Paul Suparno,
1996:66).
3)
Memonitor, mengevaluasi dan
menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau
tidak. Guru menunjukkan
dan mempertanyakan apakah
pengetahuan siswa itu berlaku
untuk menghadapi persoalan
baru yang berkaitan.
Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan.
Agar
peran dan tugas
tersebut berjalan dengan
optimal, diperlukan beberapa kegiatan
yang perlu dikerjakan
dan juga beberapa
pemikiran yang perlu disadari
oleh pengajar:
1)
Guru perlu
banyak berinteraksi dengan
siswa untuk lebih
mengerti apa yang sudah mereka ketahui
dan pikirkan.
2)
Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya
dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat.
3)
Guru perlu
mengerti pengalaman belajar
mana yang lebih
sesuai dengan kebutuhan siswa.
Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah
pengajar.
4)
Diperlukan keterlibatan
dengan siswa yang
sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka
dapat belajar.
5)
Guru perlu mempunyai pemikiran
yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran
siswa, karena kadang
siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima
guru.
c.
Penerapan Model Inkuiri Pada
Pembelajaran IPA di SD
Ada
beberapa hal yang
dapat dilakukan oleh
seorang guru untuk menerapkan model
pembelajaran inkuiri di
kelasnya. Julyan dan Duckworth
(1996) dalam Paul
Suparno (1997: 68)
mengatakan bahwa seorang guru inkuiri
akan melakukan hal-hal sebagai berikut :
1)
Guru mendengarkan
secara sungguh-sungguh interprestasi
siswa terhadap data yang
ditemukan sambil menaruh
perhatian khusus kepada keraguan dan kesulitan.
2)
Guru memperhatikan perbedaan
pendapat didalam kelas dan memberikan penghargaan kepada setiap pendapat.
3)
Guru harus bersikap dan
mengetahui kalau siswa “tidak mengerti”adalah merupakan langkah penting untuk
memulai menekuninya.
Adapun prinsip
pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran inkuiri menurut
Suparno (1996: 49)
adalah sebagai berikut :
1)
Pengetahuan dibangun
sendiri oleh siswa
baik secara personal
maupun sosial.
2)
Pengetahuan tidak
dapat dipindahkan dari
guru ke murid,
melainkan hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.
3)
Siswa aktif
mengkonstruksi secara terus
menerus,sehingga selalu terjadi perubahan menuju ke konsep yang lebih
rinci,lengkap,serta sesuai dengan konsep ilmiah.
4)
Guru berperan
sebagai mediator dan
fasilitator, sehingga proses konstruksi siswa berjalan dengan
lancar.
Implikasi dalam model pembelajaran inkuiri
meliputi empat tahapan: 1) Apersepsi; 2) Eksplorasi; 3) Diskusi dan penjelasan
konsep; serta 4) Pengembangan dan
aplikasi. Berikut penjelasan
tahap-tahap model pembelajaran inkuiri.
1)
Appersepsi: Pada
tahap ini dengan
melalui observasi, pertanyaan dan identifikasi
situasi siswa didorong
agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang
konsep yang akan
dibahas dengan tujuan
mengajak siswa untuk memasuki
kegiatan pembelajaran.
2)
Eksplorasi :
Pada tahap ini
siswa diberi kesempatan
untuk menyelidiki dan menemukan
konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan
penginterprestasian data dalam
suatu kegiatan yang telah
dirancang guru. Kemudian
secara berkelompok didiskusikan
dengan kelompok lain. Secara
keseluruhan, tahap ini
akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena
alam sekelilingnya.
3)
Diskusi dan
Penjelasan Konsep: Pada
tahap ini saat
siswa memberikan penjelasan dan
solusi yang didasarkan
pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru,
maka siswa membangun pemahaman baru tentang
konsep yang sedang
dipelajari,dengan tujuan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan
konsep itu dengan
dirinya sendiri.
4)
Pengembangan dan
Aplikasi.Pada tahap ini
guru berusaha menciptakan iklim
pembelajaran yang memungkinkan
siswa dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya, baik melalui
kegiatan atau pemunculan dan
pemecahan-pemecahan masalah yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungan (Karli,
H. dan Margaretha, 2004: 4-6).
Berdasarkan pandangan tersebut
diatas, maka dapat
disimpulkan proses belajar menurut pandangan inkuiri dimulai dari
memperoleh hal baru, kemudian dengan memperoleh hal baru siswa mengingat
konsepsi awalnya. Siswa aktif
secara mental membangun
pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur
kognitif yang telah
dimilikinya. Pendidik lebih berperan sebagai
fasilitator dan mediator
pembelajaran. Penekanan tentang belajar mengajar
lebih berfokus pada
suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka, bukan
ketepatan siswa dalam melakukan replikasi atas apa yang dilakukan pendidik.
d.
Aplikasi Model
Pembelajaran Inkuiri dalam
Pembelajaran IPA Konsep Daur Air
1)
Model pembelajaran inkuiri
dalam pembelajaran IPA
Pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran inkuiri menuntut
siswa aktif secara
mental membangun
pengetahuannya sendiri berdasarkan
struktur kognitif yang
telah dimilikinya dan guru
lebih berperan sebagai
fasilitator, motivator dalam pembelajaran.
Proses pembelajaran lebih
terfokus pada suksesnya siswa
mengorganisasi pengalaman mereka,
bukan ketepatan siswa melakukan reflikasi atas apa yang dilakukan guru.
Model
pembelajaran inkuiri sebenarnya
bukan suatu ide baru,
apa yang dialami dalam
kehidupan selama ini merupakan kumpulan pengalaman. Hal ini
menyebabkan seseorang memiliki pengetahuan dan menjadi lebih dinamik. Dalam
kegiatan pembelajaran yang mengacu
pada pendekatan inkuiri, seorang guru harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a)
Mengakui adanya
konsepsi awal yang
dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.
b)
Menekankan pada kemampuan minds-on and hands-on
c)
Mengakui bahwa
dalam proses pembelajaran
terjadi perubahan konseptual
d)
Mengakui bahwa pengetahuan
tidak diperoleh secara pasif
e)
Mengakui adanya interaksi
sosial
Model
pembelajaran inkuiri dalam
pembelajaran memberi siswa kesempatan
untuk berinteraksi langsung
dengan benda-benda konkret atau
model, siswa tidak
hanya jadi obyek dalam kegiatan pembelajaran tetapi
mereka menjadi subyek. Dalam model
pembelajaran inkuiri siswa
perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide
yaitu siswa harus menginstruksikan pengetahuan
di benak mereka sendiri,
dan hasilnya akan memandu
siswa dalam membangun
sikap kritis, kreatif, jujur
dan komunikatif.
Pembelajaran dilakukan
dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri di sekolah dasar karena memiliki
kelebihan-kelebihan antara lain:
1)
Pembelajaran dimulai dari
konsep yang dimiliki peserta didik, bukan konsep yang di miliki oleh guru
sehingga kegiatan peserta didik
berangkat dari pengalaman
yang relevan dengan
tingkat perkembangan.
2)
Memberikan kesempatan
siswa menemukan dan
menerapkan idenya sendiri dengan tujuan supaya seluruh kegiatan akan
lebih bermakna bagi siswa
3)
Menyajikan kegiatan
pembelajaran yang sesuai
dengan permasalahan yang sering
ditemui dalam lingkungan
peserta didik
4)
Siswa dapat
mengungkapkan konsep yang
sesuai dengan pengalamannya
5)
Siswa dilatih untuk berpikir
inovatif
6)
Siswa menjadi
lebih aktif, mencari
masalah, menemukan dan bahkan menyimpulkan.
Adapun kelemahan-kelemahan dari
model pembelajaran inkuiri
adalah:
1)
Langkah yang sulit dalam
menerapkan model inkuiri di kelas
tinggi sebab anak
terbiasa dengan pembelajaran konvensional sebelumnya.
2)
Lebih banyak
waktu yang diperlukan
dalam pengembangan konsep sebab
fokus lebih kepada kegiatan-kegiatan dalam menemukan konsep.
3)
Banyak membutuhkan
alat bantu dan
benda manifulatif untuk pembelajaran, mengingat kemampuan
setiap anak yang berbeda yang
dirasakan belum memahami
konsep tersebut ketika diajarkan dengan alat peraga.
2)
Konsep Daur Air
Daur
air sering juga
disebut daur hidrologi,
yang merupakan rangkaian proses
berpindahnya air permukaan
bumi dari suatu tempat
ke tempat lainnya
hingga kembali ke
tempat asalnya. Sinar matahari
akan menguapkan air
yang ada dipermukaan
bumi. Air tersebut
akan menjadi uap
air dan naik
ke angkasa menjadi awan, disebut juga penguapan. Di angkasa, awan
yang mengandung uap
air mengalami pembekuan
sehingga membentuk
butiran-butiran air. Hal
itu terjadi, karena
semakin tinggi tempat di
permukaan bumi, maka
semakin rendah suhu udaranya. Mengingat
butiran air lebih
berat daripada udara, butiran air tersebut akan jatuh ke
permukaan bumi sebagai hujan. Air
yang jatuh, sebagian
akan diserap oleh
tanah, sebagian menggenang di
permukaan bumi berupa
danau atau kolam. Sebagian lagi,
mengalir ke sungai
hingga laut.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan penbanding dan kajian
literatur dalam proses perbaikan pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri,
peneliti mengambil beberapa hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh
pihak-pihak lain diantaranya :
1.
Eliyah, Yayah. (2010).
Universitas Pendidikan Bandung Penerapan
Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA
Konsep Daur Air. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi rendahnya
kualitas pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran yang terjadi di
sekolah cenderung masih menggunakan metode ceramah dan Tanya jawab. Peneliti
mengidentifikasi kelemahan-kelemahan pembelajaran yang dilaksanakan dengan
terungkapnya beberapa fenomena sebagai berikut; a) siswa pasif dalam
pembelajaran, b) rendahnya penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, hasil
ulangan harian siswa masih dibawah KKM (nilai rata-rata kelas 50 sedangkan KKM
yang ditentukan guru adalah 70). Sehubungan dengan itu muncul permasalahan
”bagaimanakah penerapan model belajar inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar IPA Konsep daur air di kelas V SDN Sukamulya Parongpong?”
penelitian terhadap masalah ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi
peningkatan aktivitas dan hasil belajar IPA Konsep daur air di SD. Metode yang
digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan tiga siklus tindakan. Penelitian
dilakukan terhadap siswa kelas V SDN Sukamulya Parongpong. Data diperoleh
melalaui lembar observasi, wawancara, dan evaluasi (tes). Data hasil observasi
dianalisis dalam bentuk deskripsi yaitu dengan menggambarkan data yang ada agar
memperoleh bentuk nyata sehingga akan lebih mudah dimengerti, sedangkan hasil
evaluasi dianalisis dengan menghitung nilai rata-rata dan dibandingkan dengan
KKM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar mengalami
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas dan hasil belajar siswa yang
mengalami kemajuan dari setiap siklusnya. Setelah diberikan tindakan nilai
rata-rata akhir siswa mencapai angka 74,7 sedangkan KKM yang ditentukan guru
adalah 70. Berdasarkan PTK yang telah dilakukan dari siklus pertama, kedua dan
ketiga, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model belajar inkuiri pada
pembelajaran IPA konsep daur air di kelas V SDN Sukamulya dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar.
2.
Syamsi Duha, Muhamad. 2011. Peningkatan Hasil Belajar IPS Kelas IV
Melalui Model Inkuiri di SDN Ringinanom 01 Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar.
Skripsi, Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah FIP Universitas
Negeri Malang. Pembimbing: (I) Suwarti, S.Pd, M.Pd, (II) Dra. Widayati, MH.
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pembelajaran IPS kelas IV di SDN
Ringinanom 01 masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini
terbukti dengan hasil belajar siswa pada tes akhir pembelajaran, dari 21 siswa
hanya 7 siswa atau 33,33% siswa sudah mencapai nilai diatas KKM dan 14 siswa
atau 66.66% siswa masih dibawah KKM. Di mana kriteria ketuntasan minimal untuk
mata pelajaran IPS adalah 60. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan
suatu perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model Inkuiri. Tujuan dari
penelitian adalah mendeskripsikan penerapan model Inkuiri pada pembelajaran IPS
dan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN
Ringinanom 01 setelah menggunakan model Inkuiri. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian yang
dipergunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan dua siklus. Setiap
siklus dengan dua kali pertemuan yang masingmasing terdiri dari empat tahap
yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Sasaran penelitian ini
adalah siswa Kelas IV SDN Ringinanom 01 Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar.
Data diperoleh dari hasil tes dan lembar observasi (aktivitas siswa dan guru di
dalam kegiatan pembelajaran). Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan, maka diperoleh peningkatan hasil belajar siswa di kelas IV dari
pra tindakan adalah 33,33% mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 57,14%,
sehingga terjadi peningkatan sebesar 23,81%. Sedangkan siklus II mencapai
76,19%, hal ini menunjukkan peningkatan hasil belajar sebesar 19,05%. Sedangkan
hasil observasi aktivitas guru pada siklus I adalah 70% dan hasil aktivitas
guru pada siklus II adalah 87,5 %. Data hasil observasi aktivitas siswa pada
siklus I adalah 57,40 % , sedangkan aktivitas siswa pada siklus II adalah
80,42%. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penerapan model Inkuiri dapat
meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Ringinanom
01 Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar.
3.
Arunah, Aneng. (2010). Universitas
Pendidikan Bandung. Penerapan Model
Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Sias
Pada Pembelajaran IPA Pokok Bahasan Daur Air. Penelitian Tindakan Kelas
Terhadap Siswa Kelas V SD SIAS Cihanjuang-Cibaligo Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat). Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas V
Sekolah Interaktif Abdussalam (SIAS) kecamatan Parongpong Bandung Barat yang
berjumlah 14 orang siswa. Pada pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini,
peneliti berinteraksi langsung dengan subyek penelitian melalui kegiatan
pembelajaran yang menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri pada mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam pokok bahasan daur air. Permasalahan yang terjadi pada
sekolah tersebut adalah pada umumnya pelajaran IPA hampir selalu disajikan
secara verbal melalui kegiatan ceramah dan textbook oriented dengan
keterlibatan siswa yang sangat minim, sehingga kurang menarik minat siswa dan
membosankan, bahkan siswa sering terlihat mengobrol daripada memperhatikan guru
ketika memberikan penjelasan. Pembelajaran lebih cenderung bersifat teacher oriented daripada student oriented. Salah satu upaya yang
diharapkan dapat memperbaiki kualitas pembelajaran IPA adalah pembelajaran
dengan menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri, yang dimaksud dengan Inkuiri
adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan memberikan suatu permasalahan
kepada siswa agar dapat dipecahkan berdasarkan pengalaman sehingga dapat
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas siswa dan meningkatan hasil belajar siswa pada saat
pembelajaran. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang terdiri
dari tiga siklus. masing-masing siklus terdiri dari empat langkah yaitu
perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan perenungan (reflection). Hasil-hasil penelitian,
diperoleh berdasarkan (1) rata-rata hasil evaluasi siswa pada tiap siklus.
Siklus I sebesar 6,57 hasil belajar siswa masih berada pada kategori cukup.
Siklus II dan siklus III terjadi peningkatan yaitu 8 dan meningkat menjadi
8,78, pada siklus II dan siklus III rata-rata hasil evaluasi berkategori baik,
(2) Hasil pengamatan kinerja siswa pada tiap siklus, (3) hasil observasi guru,
dan (4) catatan temuan-temuan yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan
pada hasil-hasil dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model
pembelajaran inkuiri dalam kegiatan pembelajaran, dapat meningkatkan aktivitas
siswa pada saat pembelajaran berlangsung dan dapat meningkatkan keaktifan hasil
belajar siswa sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.
C. Kerangka Berpikir
Rendahnya kualitas
pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) di Indonesia disebabkan pembelajaran di kelas
masih dominan menggunakan metode
ceramah dan tanya
jawab, sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi langsung
dengan benda-benda konkrit.
Selain itu, guru
kurang memperhatikan kemampuan
awal siswa sebelum pembelajaran
sehingga dapat memungkinkan
munculnya kesulitan belajar pada
diri siswa.
Permasalahan
yang terjadi dalam pembelajaran adalah rendahnya
keaktifan belajar siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air
serta rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur
ulang air. Sehubungan dengan kenyataan
di atas, perlu
dilakukan penelitian untuk perbaikan terhadap
pembelajaran IPA. Perbaikan dititikberatkan pada pemilihan
model pembelajaran, agar
model pembelajaran yang dipilih
lebih mengutamakan pada
peningkatan keaktifan dan hasil
belajar siswa.
Model pembelajaran inkuiri
merupakan salah satu
model pembelajaran kontekstual yang
lebih menitikberatkan pada
proses belajar siswa
aktif dalam membangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur
kognitif yang telah dimilikinya.
Dalam hal ini
guru lebih berperan
sebagai fasilitator dan motivator
pembelajaran serta meluruskan
konsepsi. Penggunakan model pembelajaran inkuiri
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam
penggunaan model pembelajaran ini
guru bukanlah sebagai
pemberi jawaban akhir
atas pertanyaan yang diajukan
oleh siswa melainkan
hanya mengarahkan siswa
untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sehingga
diperoleh pemahaman melalui penemuannya. Melihat kondisi tersebut di atas, maka
peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa
dapat meningkat sesuai dengan harapan
Dari uraian
permasalahan yang muncul dalam pembelajaran serta upaya untuk mengatasinya,
maka secara rinci kerangka pikir pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran
yang akan dilaksanakan sebagaimana gambar di bawah ini :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
D. Hipotesis Tindakan
Dengan
mempertimbangkan dan merujuk pada beberapa pendapat ahli, disusunlah hipotesis
tindakan sebagai berikut :
1. Penerapan penerapan pembelajaran model inkuiri dapat meningkatkan keaktifan siswa V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... Tahun Pelajaran ............... dalam pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air.
2. Penerapan penerapan pembelajaran model inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... Tahun Pelajaran ............... dalam pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat
Penelitian
Dalam penilitian ini penulis mengambil
lokasi di Sekolah Dasar Negeri ...............
UPT Disdikpora Kecamatan ............... Kabupaten ................ Penulis
mengambil lokasi atau tempat ini dengan pertimbangan bekerja pada sekolah
tersebut, sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan
subyek penelitian yang sangat sesuai dengan profesi penulis sebagai staff
pengajar di sekolah tersebut.
2. Waktu
Penelitian
Penelitian
dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada bulan Maret 2012 sebanyak 3 siklus,
sedangkan per siklusnya dapat dirinci sebagai berikut :
Siklus Pertama :
09 Maret 2012 dan 10 Maret 2012
Siklus Kedua :
12 Maret 2012 dan 13 Maret 2012
Siklus Ketiga :
15 Maret 2012 dan 16 Maret 2012
B. Subyek Penelitian
Subyek
pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ini adalah
siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri ............... UPT Disdikpora Kecamatan ............... Kabupaten ............... Tahun
Pelajaran ................
C. Data dan Sumber Data
1.
Data
Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif
dan kuantitatif yang terdiri atas:
a.
Proses belajar mengajar
b.
Data Hasil Belajar / tes
formatif
c. Data keterkaitan antara perencanaan dengan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
2.
Sumber Data
Sumber Data dalam penelitian ini
adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri ............... UPT Disdikpora
Kecamatan ............... Kabupaten ............... dengan jumlah siswa sebanyak 22 orang terdiri dari
siswa laki-laki sebanyak 7 orang dan perempuan 15 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini penulis memilih tiga teknik pengumpulan data. Ketiga
teknik tersebut adalah tes, observasi, dan dokumentasi.
1. Lembar observasi
Lembar observasi mencatat berbagai masalah yang menyangkut kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan tindakan. Teknik ini merupakan cara mengumpulkan data melalui pengamatan terhadap suatu keadaan, situasi, peristiwa, kegiatan atau perilaku guru dan siswa dalam pembelajaran.
2. Tes tertulis
Tes tertulis digunakan untuk memperoleh data mengenai hasil belajar secara individu dalam penguasaan konsep yang telah disampaikan melalaui pendekatan inkuiri. Tes ini berupa pre tes dan post tes. Tujuan diberikan pre tes dan post tes ini, agar dapat diketahui berapa presentase peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri
3. Wawancara
Wawancara dilakukan antara peneliti dengan observer setelah KBM berakhir, rambu-rambu wawancara dititikberatkan untuk melengkapi data hasil observasi selain itu juga untuk mendapatkan tanggapan observer mengenai pembelajaran.
E. Validitas Data
Suatu
instrumen dinyatakan telah memiliki validitas (kesahihan atau ketepatan) yang
baik “jika instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang seharusnya hendak
diukur” (Nunnally, 1978:86). Validitas instrumen lebih tepat diartikan sebagai
derajat kedekatan hasil pengukuran dengan keadaan yang sebenarnya (kebenaran),
bukan masalah sama sekali benar atau seluruhnya salah. Dalam hal ini, seseorang tidak melakukan validitas
instrumen semata-mata, melainkan melaksanakan validitas penggunaan dimana
instrumen ada di dalamnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Gronlund dan Linn (1990)
dalam Herawati Susilo, validitas mengacu pada ketepatan interpretasi yang
dibuat dari data yang dihasilkan oleh suatu instrumen dalam hubungannya dengan suatu
tujuan tertentu. Contohnya, sebuah tes yang dipakai untuk keperluan seleksi mahasiswa
baru mungkin valid untuk tujuan tersebut, namun kurang atau tidak valid untuk
tujuan tersebut.
Jadi
validitas suatu instrumen selalu bergantung pada situasi dan tujuan penggunaan instrumen
tersebut. Suatu tes yang
valid untuk satu situasi mungkin tidak valid untuk situasi yang lain. Tujuan penggunaan tes merupakan faktor
utama penentu validitas, perbedaan tujuan tes memerlukan validitas yang berbeda
pula
F. Teknik Analisa Data
Setelah data-data
terkumpul maka langkah
selanjutnya adalah menganalisis data
tersebut. Pada umumnya
analisis data terbagi
pada dua kegiatan yaitu,
mendeskripsikan data dan
menganalis uji statistika.
Yang disebut mendeskripsikan data
adalah menggambarkan data
yang ada agar memperoleh bentuk
nyata sehingga akan
lebih mudah dimengerti.
Data yang di analisis
secara deskriftif dapat
memberikan kemudahan bagi peneliti
dalam mempresetasikan data
yaitu lebih ringkas
dan sederhana. Hasil dari
analisis data berupa
lembar observasi dituliskan
dalam bentuk deskripsi sedangkan
hasil evaluasi dan
LKS ditulis dalam
bentuk tabel. Dengan demikian
nilai yang diperoleh
tiap kelompok maupun
tiap siswa dapat terlihat dengan
jelas.
Pada dasarnya
analisis data dilakukan
selama penelitian berlangsung. Berkaitan
dengan konsep tersebut data yang telah didapatkan dari setiap
tindakan dianalisis secara deskriftif
kualitatif. Teknik ini digunakan
untuk menganalisis data
yang terjadi selama
tindakan pembelajaran,
kemudian dideskripsikan kebermaknaan
dari hasil penelitian, yaitu
aktivitas siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri pada pembelajaran
IPA. Mengenai data
tentang hasil belajar
yang diperoleh kemudiandihitung secara
kuantitatif yaitu dengan
menghitung rata-rata perolehan nilai.
1. Data
mengenai hasil observasi
Hasil observasi
terhadap kegiatan guru
dan siswa dianalisidengan menggunakan
teknik deskriftif kualitatif
digambarkan dengankata-kata atau
kalimat. Berupa paparan dan penjelasan dengan kalimat yang menggambarkan
mengenai hasil observasi
di kelas terhadapkegiatan guru dan siswa pada setiap
siklus.
2. Data
mengenai hasil belajar
Analisis data
hasil belajar dilakukan
secara kuantitatif. Datadata
tersebut di analisis
mulai dari siklus
I sampai siklus
III. Adapunteknik analisisnya
meliputi rata-rata dan
persentase
Pengelolaan
data pada penelitian ini dilakukan setelah terkumpulnya data. Data yang
diperoleh di lapangan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif
kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan perubahan
sikap dan hasil belajar pada mata pelajaran sistem pengapian konvensional.
Selain itu pula akan ditentukan nilai minimum dan maksimum yang diperoleh siswa
pada setiap siklus. Siswa yang menguasai materi pelajaran 80% ke atas
memperoleh skor 80 ke atas dari hasil
belajarnya maka siswa tersebut dianggap kompeten. Sedangkan perolehan hasil
belajar di bawah 80 dianggap belum kompeten, serta peningkatan keaktifan dan
ketuntasan belajar siswa minimal 85% dari jumlah siswa secara keseluruhan yang
mengikuti proses perbaikan pembelajaran.
G. Kriteria Keberhasilan
Indikator
keberhasilan proses perbaikan pembelajaran dalam penelitian ini dapat
ditetapkan sebagai berikut :
- Siswa dinyatakan tuntas jika telah mencapai tingkat penguasaan materi 80% ke atas atau mendapat nilai 80.
- Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila peningkatan keaktifan belajar siswa mencapai 85% atau lebih
- Proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah siswa tuntas dalam belajar.
H. Prosedur Penelitian
Ada
beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan kelas seperti
dinyatakan sebelumnya, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang
lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan,
dan (4) refleksi. Namun perlu diketahui bahwa tahapan pelaksanaan dan
pengamatan sesungguhnya dilakukan secara bersamaan. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing
tahap adalah sebagai berikut :
- Siklus I
a.
Tahap Perencanaan
Pada
tahap perencanaan guru,
menyusun rencana pembelajaran
IPA, perencanaan dibuat dalam
bentuk rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dilengkapi dengan lembar observasi, lembar angket
siswa, dan lembar evaluasi.
Peneliti menerapkan rancangan
pembelajaran yang telah
menggunakan pendekatan inkuiri.
2. Tahap
Pelaksanaan
1) Setelah mendapat gambaran keadaan kelas,
perhatian dan aktivitas siswa, motivasi belajar, sarana belajar, maka
dilakukanlah tindakan kelas
pertama, yaitu mendesain
kegiatan belajar untuk
satu kompetensi dasar.
2) Peneliti
melaksanakan kegiatan pembelajaran, yang
dibantu teman sejawat untuk memantau/
mengobservasi pelaksanaan
pembelajaran. Sasaran pemantauan adalah kegiatan siswa, kegiatan guru, dan
efektifitas penggunaan pendekatan inkuiri.
3) Melakukan
evaluasi untuk mengetahui keberhasilan dan hambatan dari pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri.
4) Melakukan perbaikan
desain pembelajaran, berdasarkan
evaluasi hasil pemantauan.
5) Peneliti
bersama teman sejawat
menganalisis dan merefleksi pelaksanaan dan
hasil kegiatan pembelajaran
siklus I, yang dilanjutkan pada siklus II
c.
Observasi
Dengan dibantu rekan sejawat,
dilakukan observasi proses pembelajaran IPA
dengan konsep daur ulang air yang
dilakukan guru (peneliti)
yang di observasi adalah
kegiatan guru, kegiatan
siswa dengan menerapkan
pendekatan inkuiri.
d.
Refleksi
Guru
(obsever), dan guru
(peneliti) mendiskusikan hasil
proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Dari data
tersebut diperoleh gambaran
tentang pembelajaran IPA yang
dilakukan, serta keterampilan
IPA apa saja
yang akan dilatihkan. Dengan
begitu peneliti dapat
menentukan langkah berikutnya
yaitu memperbaiki proses penbelajaran dan menyusun tindakan untuk siklus
II
- Siklus II
a.
Tahap Perencanaan
Dari
siklus pertama telah
diperoleh gambaran tentang
proses pembelajaran, baik dari
kegiatan guru maupun
kegiatan siswa. Pada
siklus II diharapkan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan
inkuiri mengalami
peningkatan. Dengan kondisi itu
peneliti berusaha memperbaiki
kembali pembelajaran pada siklus
II. Siklus II
dilaksanakan menerapkan pendekatan inkuiri konsep daur ulang air dan
indikator : (a)
mengidentifikasi kegiatan yang berkaitan dengan daur ulang air; (b)
mendemonstrasikan peristiwa daur
ulang air. Proses pembelajaran
pada siklus II
dilaksanakan sesuai dengan
RPP dilengkapi dengan lembar evaluasi siswa, lembar angket
siswa, dan lember observasi pembelajaran.
Selain itu dilengkapi
dengan alat penunjang
yang lebih lengkap
dalam menggunakan pendekatan
inkuiri dengan topik yang disampaikan.
b.
Tahap Pelaksanaan
1) Setelah mernperoleh gambaran pada desain
pembelajaran kegiatan pertama
(Siklus I) peneliti
mendesain kembali kegiatan pembelajaran dengan
menambahkan atau memfokuskan
aspek-aspek yang belum optimal pada tindakan (siklus I).
2) Melakukan pemantauan
(observasi) terhadap pelaksanaan pembelajaran yang
sedang dilakukan. Sasaran
pemantauan adalah kegiatan siswa
dalam mercspon pelajaran,
sikap guru dalam mengelola pembelajaran
dan efektivitas pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri yang diterapkan.
3) Melakukan
evaluasi hasil kegiatan
yang sudah dilakukan,
untuk mengetahui efektivitas keberhasilan
dari penggunaan strategi-strategi baru pembelajaran yang
sudah dilaksaakan.
4) Melakukan
perbaikan desain pembelajaran,
berdasarkan hasil pengamatan.
5) Peneliti
bersama teman sejawat
menganalisis dan merefleksi pelaksanaan dan
hasil kegiatan pembelajaran
siklus II, Hasil analisis dan
refleksi terhadap tindakan
II ini menjadi
bahan acuan kesimpulan dari penelitian
yang sudah dilakukan.
c.
Observasi
Dengan dibantu
rekan sejawat, dilakukan
observasi proses pembelajaran IPA. Dilihat dari kegiatan
pembelajaran yang difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa,
kreatif dan kinerja
guru selama proses
belajar mengajar berlangsung.
d.
Refleksi
Pada
tahap refleksi, peneliti
kembali melakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan temuan
dari kegiatan belajar
yang telah berlangsung
pada siklus II. Setelah
itu dengan bimbingan
guru siswa membuat
kesimpulan menentukan
keberhasilan proses pembelajaran serta menentukan proses perbaikan pembelajaran
pada siklus III.
- Siklus III
a.
Tahap Perencanaan
Setelah diperoleh
keadaan awal tentang
prose pembelajaran dengan menggunakan metode
inkuiri, guru kembali
menyusun rencana tindakan dengan
menerapkan model pembelajaran
inkuiri. Guru merancang pembelajaran
dengan menggunakan langkah-langkah yang sesuai dengan model pembelajaran
tersebut, utnuk lebih meningkatkan hasil
belajar siswa dan
memastikan keberhasilan penggunaan
metode tersebut.
b.
Tahap Tindakan
Pada
tahap tindakan siklus
III dilaksanakan dengan
kembali menerapkan model pembelajaran
inkuiri, siswa dikelompokkan
oleh guru secara heterogenitas dalam proses pembelajaran IPA.
c.
Tahap Observasi
Guru dan observer memperhatikan
pembelajaran pada beberapa aspek yaitu
intelektual siswa yang
menyangkut kemampuan berfikir
dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap objektif, jujur, dan
terbuka.
d.
Tahap Refleksi
Pada
tahap refleksi, peneliti
kembali melakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan
temuan dari kegiatan
belajar yang telah
berlangsung pada siklus
II. Data yang diperoleh
lalu dianalisis untuk
kemudian selanjutnya direflesikan
sebagai alat evaluasi
untuk memperbaiki siklus
berikutnya. Dan juga untuk menentukan
kesimpulan atau hasil
dari proses perbaikan
pembelajaran pada siklus III.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan hasi-hasil yang diperoleh, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran inkuiri pada
pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air terbukti mampu meningkatkan
keaktifan belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan keaktifan siswa
menunjukkan perolehan pada studi awal hanya 6 siswa atau 27,27%, naik menjadi
10 siswa atau 45,45% pada siklus pertama, dan 72,73% atau 16 siswa pada siklus
kedua, serta 100% pada siklus ketiga.
2. Penerapan model pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang
air terbukti dapat meningkatkan hasil dan ketuntasan belajar. Hal ini
dibuktikan dengan kenaikan
hasil belajar siswa dari rata-rata pada studi awal hanya 65,91 naik menjadi 71,36 pada siklus pertama,
dan 79,09 pada siklus kedua, serta 85,91 pada siklus ketiga, dengan tingkat ketuntasan
belajar sebanyak 4 siswa (18,18%) pada
studi awal, 36,36% atau 8 siswa pada
siklus pertama, 15 siswa atau 68,18%
pada siklus kedua dan pada siklus terakhir menjadi 95,45%, atau dari 22 siswa
yang mengikuti pelaksanaan perbaikan pembelajaran 21 siswa dinyatakan tuntas
belajarnya dan satu siswa belum tuntas belajarnya.
B. Saran
1. Saran untuk penelitian lanjut
Dalam penelitian
perbaikan tindakan kelas ini ada variabel ekstra yang tidak terkontrol sesuai
dengan perencanaaan dan berpengaruh pada validilitas dan realibilitas hasil
yaitu faktor pengulangan pembelajaran dengan materi yang sama. Keberhasilan ini cenderung karena
pengulangan sehingga sebaiknya perlu ada pengurangan.
Penerapan
metode inkuiri yang berorientasi untuk membiasakan siswa bekerja melalui langkah-langkah yang tepat dan urut sehingga akan mampu
mengamati, menganalisa dan menyimpulkan serta mengkomunikasikan lewat tulis
maupun lesan dengan baik. Kemandirian siswa juga terlihat cukup menyakinkan
sehingga kemampuan dalam memahami materi lebih dimengerti. Penerapan model
pembelajaran inkuiri telah menunjukkan implikasi yang nyata dalam pembelajaran.
Ada baiknya apabila pendekatan pembelajaran seperti ini bisa diterapkan pada
materi-materi pembelajaran yang lain.
2. Saran untuk penerapan hasil penelitian
Untuk
meningkatkan mutu profesionalisme guru, berdasarkan pengalaman peneliti selama
melaksanakan perbaikan pembelajaran Penelitian Tindakan Kelas, guru perlu
melakukan kerja sama dengan teman sejawat. Kerja sama tersebut bisa lewat KKG
atau kelompok kerja guru, untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman selama
menjalankan tugas.