Thursday, 28 August 2014

LAPORAN PKP UT : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI KONSEP DAUR ULANG AIR PADA SISWA KELAS V



LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA
MATERI KONSEP DAUR ULANG AIR PADA SISWA KELAS V







Disusun dan Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Tugas Akhir Program
dalam  Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional
(PDGK 4501) Program S1 PGSD FKIP
Universitas Terbuka









Oleh

..........................................
NIM. .....................





UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS KEGURUAN  DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH ................................
...................................







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Rendahnya  kualitas  pendidikan  Ilmu  Pengetahuan  Alam  (IPA)  di Indonesia disebabkan pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode  ceramah  dan  tanya  jawab,  sehingga  kurang  memberikan kesempatan  kepada  siswa  untuk  berinteraksi  langsung  dengan  benda-benda  konkret.  Selain  itu,  guru  kurang  memperhatikan  kemampuan  awal siswa  sebelum  pembelajaran  sehingga  dapat  memungkinkan  munculnya kesulitan  belajar  pada  diri  siswa.  Mengajar  bukan  hanya  untuk menyampaikan  gagasan-gagasan  guru  pada  siswa,  melainkan  sebagai proses memfasilitasi aktivitas rekonstruksi pengetahuan siswa yang sudah ada.
Pembelajaran yang hanya menyampaikan gagasan-gagasan guru pada siswa  dapat  membuat  siswa  jenuh,  pemahamannya  rendah,  motivasi  dan semangat belajarnya kurang. Pada akhirnya hasil belajar siswa tidak sesuai dengan  kompetensi  yang  diharapkan,  yang  merupakan  akibat  dari kurangnya  kesempatan  bagi  siswa  untuk  mengembangkan  pengetahuan awalnya, melakukan eksplorasi dan membuat kesimpulan sendiri. Kurangnya  aktivitas  siswa  dalam  pembelajaran  dan  kurang memuaskannya  hasil  belajar  siswa  sebagaimana  dideskripsikan  di  atas mengimplikasikan  perlu  adanya  upaya  untuk  menerapkan  model pembelajaran  tertentu  dalam  rangka  meningkatkan  aktivitas  dan  hasil belajar  siswa.
Sehubungan  dengan  kenyataan  di  atas,  perlu  dilakukan  penelitian  untuk perbaikan  terhadap  pembelajaran  IPA. Perbaikan  dititikberatkan pada  pemilihan  model  pembelajaran,  agar  model  pembelajaran  yang dipilih  lebih  mengutamakan  pada  peningkatan  keaktifan dan  hasil  belajar siswa. 
Pada studi awal yang dilaksanakan, hasil dari tes formatif menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan materi yang diajarkan. Ini dapat ditunjukkan hanya empat siswa (18,18%) dari 22 siswa yang mengikuti tes formatif dapat mencapai tingkat penguasaan materi 80% ke atas, sehingga masih terdapat 18 siswa (81,82%) yang belum tuntas belajarnya, dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar secara klasikal sebesar 65,91 dan keaktifan belajar siswa hanya 27,27% atau 6 siswa.
Berdasarkan  hasil  studi  literatur  dipahami  bahwa  model pembelajaran  inkuiri  merupakan  salah  satu  model  pembelajaran kontekstual  yang  lebih  menitikberatkan  pada  proses  belajar  siswa  aktif dalam  membangun  pengetahuannya,  yang  dilandasi  oleh  struktur  kognitif yang  telah  dimilikinya.  Dalam  hal  ini  guru  lebih  berperan  sebagai fasilitator  dan  motivator  pembelajaran  serta  meluruskan  konsepsi.  Penggunakan  model pembelajaran inkuiri  dapat  meningkatkan  keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam penggunaan model pembelajaran ini  guru  bukanlah  sebagai  pemberi  jawaban  akhir  atas  pertanyaan  yang diajukan  oleh  siswa  melainkan  hanya  mengarahkan  siswa  untuk mengkonstruksikan  pengetahuannya  sehingga  diperoleh  pemahaman  melalui penemuannya.
1.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan hal tersebut, peneliti meminta bantuan kepala sekolah dan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Dari hasil diskusi terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran yaitu :
a.       Rendahnya keaktifan belajar siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air
b.      Rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air
2.      Analisis Masalah
Melalui refleksi diri, kaji literatur, dan diskusi dengan supervisor, kepala sekolah dan teman sejawat dapat diketahui bahwa faktor penyebab rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran, dan rendahnya keaktifan dan hasil belajar  siswa  adalah :
a.       Model pembelajaran yang diambil tidak tepat
b.      Penjelasan materi terlalu cepat, sehingga kurangnya model dialog yang keterampilan proses, efektif dan kreatif.
c.       Guru tidak mampu mengembangkan model dialog yang efektif, aktif dan kreatif.
d.      Guru tidak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan penemuan informasi
Melihat kondisi tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa dapat meningkat sesuai dengan harapan.Kenyataan  di atas  memotivasi  penulis  untuk  melakukan  penelitian yang  berjudul  Penerapan  Model  Pembelajaran  Inkuiri  untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa IPA Materi Konsep Daur Ulang Air Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... Tahun Pelajaran ................

B.     Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan masalahnya untuk menjadi fokus perbaikan pembelajaran adalah  :
1.      Apakah dengan penerapan model inkuiri dapat  meningkatkan keaktifan belajar siswa Kelas V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... Tahun Pelajaran ............... pada mata pelajaran IPA materi konsep daur ulang air ?
2.      Apakah dengan penerapan model inkuiri dapat  meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... mata pelajaran IPA materi konsep daur ulang air?


C.    Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, dan agar memiliki arah yang jelas, maka ditetapkan tujuan dari penelitian tindakan kelas sebagai berikut :
  1. Untuk meningkatkan keaktifan siswa kelas V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... dengan penerapan model inkuiri pada pembelajaran IPA materi  konsep daur ulang air.
  2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... dengan penerapan model inkuiri pada pembelajaran IPA materi  konsep daur ulang air.

D.    Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis  :
  1. Manfaat Teoritis
a.    Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah untk memperoleh gambaran mengenai penerapan model inkuiri pada pembelajaran IPA.
b.    Menambah khasanah pengembangan pengetahuan mengenai pembelajaran penerapan model inkuiri pada pembelajaran IPA.
c.    Sebagai bahan kajian penelitian lebih lanjut.
  1. Manfaat Praktis
a.       Bagi Siswa
1)      Meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep daur air
2)      Mengembangkan  kreativitas  dan  keterampilan  berpikir  siswa dalam  menemukan  dan  membangun  sendiri  konsep  yang dipelajarinya.
b.      Bagi Guru
1)      Memotivasi guru untuk memilih dan menggunakan alternatif pembelajaran  yang  tepat  dalam  menyampaikan  materi  IPA. Sehingga  dapat  memperbaiki  proses  pembelajaran  dan mengembangkan profesionalisme keguruannya.
2)      Mendorong  guru  agar  lebih  kreatif  dalam  mengelola  proses pembelajaran IPA. 
c.       Bagi Sekolah
1)      Memberikan  kontribusi  yang  positif  bagi  peningkatan  kualitas pembelajaran IPA di sekolah
2)      Menumbuhkan  suasana  akademis  yang  kondusif  bagi peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kajian Teori

1.      Pembelajaran  IPA di Sekolah Dasar
1)      Pembelajaran
Istilah  Pembelajaran  merupakan  terjemahan  kata ”instructional”.  Seringkali  orang  membedakan  kata  pembelajaran  ini dengan  ”pengajaran”,  akan  tetapi  tidak  jarang  pula  orang  memberikan pengertian yang sama untuk kedua kata tersebut. Pembelajaran dan kata pengajaran  dapat  dibedakan  pengertiannya,
Arief  S.  Sadiman  (Rudi Susilana, 2006:106) mengemukakan bahwa; 
Kata pengajaran hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas formal,  sedangkan  kata  pembelajaran  tidak  hanya  ada  dalam konteks  guru-murid  di  kelas  formal  akan  tetapi  juga  meliputi kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri oleh guru secara fisik. Di  dalam  kata  pembelajaran  ditekankan  pada  kegiatan  belajar siswa  melalui  usaha  yang  terencana  dalam  memanipulasi  sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar.

Dengan  definisi  seperti  ini,  kata  pengajaran  lingkupnya  lebih sempit  dibanding  kata  pembelajaran.  Di  pihak  lain  ada  yang berpandangan  bahwa  kata  pembelajaran  dan  kata  pengajaran  pada hakekatnya  sama,  yaitu  proses  interaksi  antara  guru  dan  siswa  dalam mencapai  tujuan  yang  telah  ditentukan.  Kedua  pandangan  tersebut dapat  digunakan,  yang  terpenting  adalah  interaksi  yang  terjadi  antara guru  dan  siswa  itu  harus  adil,  yakni  adanya  komunikasi  yang  timbal balik  diantara  keduanya,  baik  secara  langsung  maupun  tidak  langsungatau  melalui  media.  Siswa  jangan  selalu  dianggap  sebagai  subyek belajar  yang  tidak  tahu  apa-apa.  Ia  memiliki  latar belakang,  minat  dan kebutuhan,  serta  kemampuan  yang  berbeda. Peranan  guru  tidak  hanya terbatas  sebagai  pengajar  (penyampai  ilmu  pengetahuan),  tetapi  juga sebagai  pembimbing,  pengembang  dan  pengelola  kegiatan pembelajaran  yang  dapat  memfasilitasi  kegiatan  belajar  siswa  dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 
Sebagai  sebuah  sistem  pembelajaran  memiliki  sejumlah komponen sebagai berikut :
1)      Tujuan;  tujuan  pembelajaran  merupakan  suatu  target  yang  ingin dicapai  oleh  kegiatan  pembelajaran.  Tujuan  pembelajaran  ini merupakan  tujuan  antara  dalam  upaya  mencapai  tujuan-tujuan  lain yang  lebih  tinggi  tingkatannya,  yakni  tujuan  pendidikan  dan  tujuan pembangunan  nasional.  Dimulai  dari  tujuan  pembelajaran,  tujuan-tujuan  itu  bertingkat,  berakumulasi,  dan  bersinergi  untuk  menuju tujuan  yang  lebih  tinggi  tingkatannya,  yakni  membangun  manusia (siswa) yang sesuai dengan yang dicita-citakan.
2)      Bahan/materi  pelajaran;  pada  dasarnya  adalah  ”isi”  dari  kurikulum, yakni  berupa  mata  pelajaran  atau  bidang  studi  dengan  topik  atau subtopik  dan  rinciannya.  Secara  umum  isi  kurikulum  itu  dapat dipilah menjadi tiga unsur utama, yaitu; logika (pengetahuan tentang benar-salah;  berdasarkan  prosedur  keilmuan),  etika  (pengetahuan tentang  baik-buruk)  berupa  muatan  nilai  moral,  dan  estetika (pengetahuan tentang indah-jelak) berupa muatan nilai seni.
3)      Strategi  Pembelajaran;  merupakan  salah  satu  komponen  dalam sistem  pembelajaran,  yang  tidak  dapat  dipisahkan  dari  komponen lain  yang  dipengaruhi  oleh  faktor-faktor  antara  lain;  tujuan,  materi, siswa, fasilitas, waktu dan guru.
4)      Media  pembelajaran;  adalah  alat  dan  bahan  yang  dapat  digunakan untuk  kepentingan  pembelajaran  dalam  upaya  meningkatkan  hasil belajar.  Jenis  media  pembelajaran  meliputi :  media  visual,  media audio, media audio visual, media penyaji dan  media interaktif.
5)      Evaluasi  pembelajaran;  bersifat  komprehensif  yang  didalamnya meliputi  penilaian  dan  pengukuran.  Evaluasi  pada  hakekatnya merupakan  suatu  proses  membuat  keputusan  tentang  nilai  suatu objek  tidak  hanya  didasarkan  kepada  hasil  pengukuran,  dapat  pula didasarkan pada hasil pengamatan yang pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai.
Guru  memiliki  peran  yang  sangat  penting  dalam  menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru  harus  memikirkan  dan  membuat  perencanaan  secara  seksama dalam  meningkatkan  kesempatan  belajar  bagi  siswanya  dan memperbaiki  kualitas  mengajarnya.  Hal  ini  menuntut  perubahan-perubahan  dalam  pengorganisasian  kelas,  penggunaan  metode mengajar,  strategi  belajar  mengajar,  maupun  sikap  dan  karakteristik guru  dalam  mengelola  proses  belajar  mengajar.  Guru  berperan  sebagai pengelola  proses  belajar  mengajar,  bertindak  selaku  fasilitator  yang berusaha  menciptakan  kondisi  belajar  mengajar  yang  efektif  sehingga memungkinkan  proses  belajar  mengajar,  mengembangkan  bahan pelajaran  dengan  baik,  dan  meningkatkan  kemampuan  siswa  untuk menyimak  pelajaran  dan  menguasai  tujuan-tujuan  pendidikan  yang harus mereka capai. Untuk memenuhi hal tersebut di atas guru dituntut mampu  mengelola  proses  belajar  mengajar  yang  memberikan rangsangan  kepada  siswa  sehingga  ia  mau  belajar  karena  memang siswalah sebagai subjek utama dalam belajar. 
Kegiatan  pembelajaran  merupakan  bagian  yang  paling  penting dalam implementasi dalam kurikulum. Untuk mengetahu efektivitas dan efisiensi  pembelajaran,  dapat  diketahui  melalui  kegiatan  pembelajaran. Untuk  itu  dalam  melaksanakan  kegiatan  pembelajaran  tersebut, seyogyanya  seorang  pengajar  tahu  bagaimana  membuat  kegiatan pembelajaran  berjalan  dengan  baik  dan  dapat  mencapai  tujuan pembelajaran  yang  diharapkan.  Prinsip-prinsip  pembelajaran merupakan bagian penting  yang perlu diketahui oleh seorang pengajar, dengan  memahami  prinsip-prinsip  pembelajaran,  seorang  pengajar dapat  membuat  acuan  dalam  pembelajaran.  Sehingga  kegiatan pembelajaran  akan  berjalan  lebih  efektif  serta  dapat  mencapai  tujuan pembelajaran yang diharapkan. 
2)      Pendidikan IPA di SD
1)      Hakikat IPA 
Untuk  memahami  hakekat  IPA  haruslah  dilandasi  dengan  pengertian tentang IPA yang dikemukakan oleh para ahli:
a)      Swit (Sarmini, 2008:78) menyatakan bahwa “ Science is a body of knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan  Sains  (IPA)  adalah  kumpulan  dari  pengetahuan  (fakta,  konsep, prinsip  dan  lain-lain)  dan  bagaimana  proses  untuk  meningkatkan pengetahuan itu. 
b)      Fisher  (Sarmini,  2008:80)  menyatakan  bahwa  IPA  merupakan  suatu  batang tubuh  pengetahuan  yang  diperoleh  melalui  metode  yang  berdasarkan observasi. 
Dari  pendapat  kedua  ahli  di  atas  maka  jelaslah  bahwa  pada hakekatnya  IPA  adalah  ilmu  pengetahuan  tentang  fenomena  alam  berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.
2)      Tujuan Pendidikan IPA
Tujuan  pendidikan  IPA  di  SD  berdasarkan  kurikulum  2006  (KTSP)  adalah agar peserta didik harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
a)      Memproses  keyakinan  terhadap  kebesaran  Tuhan  YME  berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan dalam ciptaan-Nya.
b)      Mengembangkan  pengetahuan  dan  pemahaman  konsep  IPA  yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c)      Mengembangkan  rasa  ingin  tahu,  sikap  positif  dan  kesadaran  tentang  adanya  hubungan  yang  saling  mempengaruhi  antara  IPA,  lingkungan, teknologi, masyarakat.
d)     Mengembangkan  keterampilan  proses  untuk  menyelididki  alam  sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e)      Meningkatkan  kesadaran  untuk  berperan  serta  memelihara,  menjaga,  dan melestarikan lingkungan alam.
f)       fMeningkatkan  kesadaran  untuk  menghargai  alam  dan  segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g)      Memperoleh  proses  bekal  pengetahuan,  konsep  dan  keterampilan  IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP atau MTs. 
Tujuan  tersebut  mengisyaratkan  bahwa  pembelajaran  IPA  di  SD hendaknya menitikberatkan pada upaya penuangan materi atau konsep secara informatif.  Untuk  itu  pembelajaran  IPA  sebaiknya  melibatkan  siswa  dalam kegiatan  yang  memungkinkan  siswa  untuk  membangun  pengetahuannya sendiri.
 Tujuan mata pelajaran IPA/Sains, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a)      Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.
b)      Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c)      Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.
d)     Mengembangkan pemahaman dan kemampuan IPA untuk menunjang kompetensi produktif.  (Permen 22 tahun 2006)
3)      Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:
a)      Makhluk  hidup  dan  proses  kehidupan,  yaitu  manusia,  hewan,  tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
b)      Benda  atau  materi,  sifat-sifat  dan  kegunaannya,  meliputi:  benda  cair, padat, dan gas.
c)      Energi  dan  perubahannya,  meliputi:  magnet,  listrik,  cahaya,  dan  pesawat sederhana.
d)     Bumi  dan  alam  semesta,  meliputi:  tanah,  bumi,  tata  surya  dan  benda-benda langit lainnya.
4)      Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
a)   Pemahaman  kita  tentang  dunia  di  sekitar  kita  di  mulai  melalui pengalaman baik secara inderawi maupun non inderawi.
b)   Pengetahuan  yang  diperoleh  tidak  pernah  secara  langsung,  karena  itu perlu diungkapkan selama proses pembelajaran.
c)   Setiap  pengetahuan  mengandung  fakta,  data,  konsep,  lambang,  dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas sebagai guru Ilmu Pengetahuan Alam  (IPA)  adalah  mengajak  siswa  untuk  mengelompokkan pengetahuan  yang  sedang  dipelajari  itu  ke dalam  fakta,  data,  konsep, simbol dan hubungan dengan konsep yang lain.
d) Ilmu  Pengetahuan  Alam  (IPA)  terdiri  atas  produk  dan  proses.  Guru  berperan sebagai fasilitator siswa dalam proses belajar mengajar. 
2.      Belajar dan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain- lain.
Pasal I Undang- undang No. 20 tahun 2003 tantang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.
Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut : (a) belajar adalah perubahan tingkah laku, (b) perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan, dan (c) perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.
Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman (Snelbeker 1974 dalam Toeti 1992:10) Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkahlaku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran.
Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan (Arief Sukadi 1984:8) dan terkontrol.
3.      Pengertian Keaktifan Belajar
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 : 17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut.
Selama proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan, keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan kondusif dalam belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator dan pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar serta mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin.
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007: 101-106) aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif. Menurut Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
4.      Hasil Belajar
a.       Pengertian hasil belajar
Menurut  Gagne  dalam  Nana  Sudjana,  (2001:  34)  Hasil  Belajar  ‘adalah kapabilitas  pada  kemampuan  yang  diperoleh  dari  proses  belajar’.  Hasil Belajar dapat dikategorikan dalam lima macam yaitu:
1)      Informasi  Verbal,  yaitu  kemampuan  seseorang  untuk  menerangkan pikirannya dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.
2)      Keterampilan  Intelektual,  yaitu  kemampuan  yang  dimiliki  seseorang untuk  membedakan,  mengabstraksikan  suatu  obyek,  menghubungkan konsep  dan  dapat  menghasilkan  suatu  pengertian,  pemecahan  suatu masalah.
3)      Strategi  Kognitif,  yaitu  kemampuan  seseorang  untuk  mengatur  dan mengarahkan  aktivitas  mentahnya  sendiri  dalam  memecahkan  persoalan yang dihadapinya.
4)      Sikap, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang berupa kecenderungan dengan  menerima  dan  menolak  sesuatu  obyek  berdasarkan  pengertian atas obyek itu. 
5)      Ketrampilan  Motorik,  yaitu  kemampuan  seseorang  untuk  melakukan serangkaian  gerakan  jasmani  dan  anggota  badan  secara  terpadu  dan terkoordinasi.
Subino, (2000: 13)  menjelaskan bahwa “hasil belajar adalah meliputi pengetahuan,  keterampilan,  sikap  dan  nilai  yang  diperoleh  dari  proses belajar mengajar di sekolah”.
Bloom  (1956)  dalam  Rudi  Susilana  (2006:102)  mengemukakan  tiga ranah  hasil  belajar  yaitu  kognitif,  afektif  dan  psikomotor.  Untuk  aspek kognitif,  Bloom  menyebutkan  6  tingkatan  yaitu:  1)  pengetahuan;  2) pemahaman; 3) Aplikasi; 4) Analisa; 5) Sintesa; dan 6) evaluasi. Berdasarkan uraian  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  pada  dasarnya  proses  belajar  ditandai dengan  perubahan  tingkah  laku  secara  keseluruhan  baik  yang  menyangkut segi kognitif, afektif, maupun psikomotor. Proses perubahan dapat terjadi dari yang  paling  sederhana  sampai  pada  yang  paling  kompleks  yang  bersifat pemecahan  masalah,  dan  pentingnya  peranan  kepribadian  dalam  proses  serta hasil belajar. 
Hasil  belajar  meliputi  tiga  aspek  penilaian,  yaitu  aspek  kognitif, afektif  dan  psikomotor.  Hasil  belajar  pada  aspek  kognitif  yang  dimaksud adalah  kemampuan  menyatakan  kembali  konsep  atau  prinsip  yang  telah dipelajari  dan  kemampuan  intelektual  yang  diukur  dalam  prestasi  belajar. Pengumpulan data aspek kognitif ini dilakukan melalui tes tertulis setelah pembelajaran  (postes).  Hasil  belajar  pada  aspek  afektif  yang  dimaksud meliputi sikap dan nilai siswa dalam pembelajaran IPA, seperti kerjasama dalam  diskusi  dan  percobaan,  kejujuran  dalam  pengambilan  data,  dan mengkomunikasikan  hasil  pengamatan.
Adapun  Bloom  yang  banyak  mmendapat  pengaruh  dari  Carrol  dalam ”Model  of  School  Learning”-nya  berusaha  untuk  mengatakan  sejumlah  kecil variabel  yang besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Thesis Central Model. Bloom  menyatakan  bahwa  variasi  dalam  Cognitive  Entry  Behaviours  dan ”Afektif  Entry  Characteristics  dan  kualitas  pengajaran  menentukan  hasil belajar,  Bloom  yakin  bahwa  variabel  kualitas  pengajaran  yang  tercermin dalam penyajian bahan petunjuk latihan tes (tes formatif), proses balikan  dan perbaikan  penguatan  partisipasi  siswa  harus  sesuai  dengan  kebutuhan  siswa, (Bloom, 1976:11 dalam Rudi Susilana, 2006:102).
Secara umum, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri siswa  dan  faktor  eksternal  yaitu  faktor-faktor  yang  berada  diluar  diri  siswa. Yang tergolong faktor internal ialah:
a.   Faktor fisiologis atau jasmani individu baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh  dengan  melihat,  mendengar,  struktur  tubuh,  cacat  tubuh  dan sebagainya.     
b.   Faktor  psikologis  baik  yang  bersifat  bawaan  maupun  keturunan,  yang meliputi:
1)   Faktor intelektual terdiri atas:
a)      Faktor potensial, yaitu intelegensi dan bakat.
b)      Faktor aktual yaitu kecakapan nyata dan prestasi.
2)  Faktor  nonintelektual  yaitu  komponen-komponen  kepribadian  tertentu seperti  sikap,  minat,  kebiasaan,  motivasi,  kebutuhan,  konsep  diri, penyesuaian diri, emosional dan sebagainya. 
c.  Faktor  kematangan  baik  fisik  maupun  psikis,  yang  tergolong  faktor eksternal ialah:
1)  Faktor sosial yang terdiri atas:
a)      Faktor lingkungan keluarga
b)      Faktor lingkungan sekolah
c)      Faktor lingkungan masyarakat
d)     Faktor kelompok
2)  Faktor  budaya  seperti:  adat  istiadat,  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi, kesenian dan sebagainya.
3)  Faktor lingkungan  fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim dan sebagainya.
4)  Faktor spiritual atau lingkungan keagamaan.
Faktor-faktor  tersebut  saling  berinteraksi  secara  langsung  atau  tidak langsung  dalam  mempengaruhi  hasil  belajar  yang  dicapai  seseorang.  Karena adanya  faktor-faktor  tertentu  yang  mempengaruhi  prestasi  belajar  yaitu motivasi berprestasi, intelegensi dan kecemasan.
b.      Karakteristik Perilaku Belajar 
Menurut Abin Syamsuddin (2001: 158). Ciri perubahan yang merupakan perilaku belajar diantaranya: 
1)      Bahwa perubahan intensional, dalam arti pengalaman atau praktik atau  latihan  itu  dengan  sengaja  dan  disadari  dilakukannya  dan bukan secara kebetulan.
2)      Bahwa  perubahan  itu  positif,  dalam  arti  sesuai  seperti  yang diharapkan  (normative)  atau  criteria  keberhasilan  (criteria  of  success)  baik  dipandang  dari  segi  siswa  (tingkat  abilititas  dan bakat  khususnya,  tugas  perkembangan  dan  sebagainya)  maupun dari segi guru
3)      Bahwa perubahan itu efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu.
c.       Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar
Agar  kita  dapat  mencapai  keberhasilan  belajar  yang  maksimal,  kita harus  memahami  factor-faktor  yang  mempengaruhi  keberhasilan  belajar. Menurut  Thursan  Hakim,  (2004:  11)  “faktor  yang  mempengaruhi keberhasilan  belajar  dibagi  menjadi  dua  bagian  besar,  yaitu  faktor  internal dan faktor eksternal”. 
1)      Faktor Internal, terdiri dari:
a)      Faktor  Biologis  meliputi  segala  hal  yang  berhubungan  dengan keadaan  fisik  atau  jasmani  individu  yang  bersangkutan,  diantaranya kondisi fisik yang normal, kondisi kesehatan fisik.
b)      Faktor  Psikologis,  yaitu  meliputi  segala  hal  yang  berkaitan  dengan kondisi  mental  seseorang,  diantaranya  intelegensi,  kemauan,  bakat dan daya ingat.
2)      Faktor  Eksternal  terdiri  dari:  faktor  lingkungan  keluarga,  faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat, faktor waktu.
5.      Pengertian Ketuntasan Belajar
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah“mastery Learning”. Nasution, S (1982: 36) menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S (1982: 38) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
 Block, James H. (1971: 62) menyatakan bahwa mastery learningdapat memberikan semangat pada pembelajaran di sekolah dan dapat membantu mengembangkan minat dalam pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang berkesinambungan ini harus menjadi tujuan utama dalam pendidikan yang modern. Ciri-ciri pembelajaran tuntas antara lain: (1) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa (child center), (2) mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa (individual personal), (3) strategi pembelajaran berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress), (4) pembelajaran dipecah-pecah menjadi satuan-satuan (cremental units) (KTSP SDN Sumberkembar 02, 2007).
 Dalam pembelajaran tuntas seorang siswa yang dapat mempelajari unit pelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika siswa yang bersangkutan telah menguasai secara tuntas sesuai standar ketuntasan belajar minimal yang telah ditentukan oleh sekolah. Dalam pembelajaran tuntas terdapat dua layanan yang diberikan pada siswa, yaitu layanan program remedial dan layanan program pengayaan.Pertama, layanan program remedial dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang mengalami kesulitan, (b) memberikan tugas-tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler, (c) materi program remedial diberikan pada Kompetensi Dasar (KD) yang  belum dikuasai siswa, (d) pelaksanaan program remedial dilakukan setelah siswa mengikuti tes/ujian semester.
Kedua, layanan program pengayaan dilaksanakan dengan cara: (a) memberikan bacaan tambahan atau diskusi yang bertujuan untuk memperluas wawasan yang masih dalam lingkup seputar KD yang dipelajari, (b) pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf dan lainnya, (c) memberikan soal-aoal latihan tambahan yang bersifat pengayaan, (d) membantu guru dalam rangka membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan, (e) materi pengayaan diberikan sesuai dengan KD yang dipelajari, (f) program pengayaan dilaksanakan setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu atau tes/ujian semester. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tuntas menjadi dasar dari konsep ketuntasan belajar. Sehingga guru diharapkan menerapkan pembelajaran tuntas dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan pembelajaran tuntas, siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan belajar yang ideal.
6.      Metode Pembelajaran
Martinis Yamin, (2007:152) mengemukakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara  khusus, istilah  model  diartikan  sebagai  kerangka  konseptual yang  digunakan  sebagai  pedoman  dalam  melakukan  suatu  kegiatan. Sunarwan  (1991)  dalam  Sobry  Sutikno  (2004:  15)  mengartikan  model merupakan  gambaran  tentang  keadaan  nyata.  Model  pembelajaran  atau model  mengajar  sebagai  suatu  rencana  atau  pola  yang  digunakan  dalam mengatur  materi  pelajaran  dan  memberi  petunjuk  kepada  pengajar  di  kelas dalam  setting  pengajaran.  Model  pembelajaran  merupakan  kerangka konseptual  yang  melukiskan  prosedur  yang  sistematis  dalam mengorganisasikan  pengalaman  belajar  untuk  mencapai  tujuan  belajar tertentu  dan  berfungsi  sebagai  pedoman  bagi  para  perancang  pembelajaran dan  para  pengajar  dalam  merencanakan  dan  melaksanakan  aktivitas  belajar mengajar.
Menurut Joyce dan Well (Winata P. dan Rosita T. 1997:141)  model pembelajaran  adalah  kerangka  pikir  pembelajaran  yang  terpusat  pada  hasil belajar  tertentu.  Oleh  karena  itu  model  pembelajaran  mencerminkan kerangka konseptual yang ada dalam pikiran guru dan memandu guru untuk mengikuti langkah-langkah tertentu.
Joice  dan  Weil  (Sudrajat,  2004:89)  berpendapat  bahwa  model  pengajaran adalah  suatu  rencana  atau  pola  yang  dapat  digunakan  untuk  membentuk kurikulum  (suatu  rencana  pengajaran  jangka  panjang),  merancang  bahan pengajaran, dan membimbing pengajaran di kelas atau yang lain. Menurut Winarno Surakhmad (1984 : 16), metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, berlaku baik bagi guru maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran. Efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran ditentukan oleh ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran sesuai dengan materi yang harus disampaikan pada siswa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu metode, diantaranya adalah siswa, tujuan pembelajaran, situasi setempat, fasilitas yang terdapat dalam kelas, dan profesionalisme guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
7.      Model Pembelajaran Inkuiri
a.       Hakikat Pembelajaran Inkuiri
Tatang S. dan Kurniasih (2008:121), mengemukakan bahwa: Tema  utama  filsafat  inkuiri  yakni  berkenaan dengan  pengetahuan.  Adapun  filsafat  inkuiri  ini memberikan  implikasi  yang  berarti  terhadap  pendidikan, khususnya  dalam  bidang  pendidikan  sains  dan  matematika. Belakangan  banyak  ahli  pendidikan  mempertimbangkan  gagasan-gagasan  inkuiri  dalam  rangka  membangun  konsep  dan melaksanakan pembelajaran.
Pembelajaran  inkuiri  menurut  Suparno  (1996:  49)  adalah  sebagai berikut :
1)      Pengetahuan  dibangun  sendiri  oleh  siswa  baik  secara  personal maupun sosial.
2)      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari  guru ke murid, melainkan hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.
3)      Siswa  aktif  mengkonstruksi  secara  terus  menerus,  sehingga  selalu terjadi  perubahan  menuju  ke  konsep  yang  lebih  rinci,lengkap,serta sesuai dengan konsep ilmiah.
4)      Guru  berperan  sebagai  mediator  dan  fasilitator,sehingga  proses konstruksi siswa berjalan dengan lancar.
Mark  Baldawin  dalam  Wina  Sanjaya  (2007:  254),  menjelaskan bahwa ‘konstrukstivisme adalah strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran’. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Sedangkan  menurut  Jean  Piaget  inkuiri  adalah  proses membangun atau  menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan  pengalaman.  Pengetahuan  itu  terbentuk  bukan  dari  objek semata,  tetapi  juga  dari  kemampuan  individu  sebagai  subyek  yang menangkap  setiap  objek  yang  diamatinya.  Pengetahuan  itu  memang  berasal dari  luar,  akan  tetapi  dikonstruksikan  oleh  dan  dari  dalam  diri  seseorang.
Oleh  sebab  itu  pengetahuan  terbentuk  oleh  dua  faktor  penting,  yaitu  objek yang  menjadi  bahan  pengamatan  dan  kemampuan  subjek  untuk mengintrerpretasikan  objek  tersebut.  Kedua  faktor  itu  sama  pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksikannya.   
Hakikat  pengetahuan  inkuiri  adalah  meliputi:  a)  pengetahuan bukanlah  merupakan  gambaran  dunia  kenyataan  belaka,  akan  tetapi  selalu merupakan  konstruksi  kenyataan  melalui  kegiatan  subjek,  b)  subjek membentuk  skema  kognitif,  kategori,  konsep  dan  struktur  yang  perlu  untuk pengetahuan,  c)  pengetahuan  dibentuk  dalam  struktur  konsepsi  seseorang. Struktur  konsepsi  membentuk  pengetahuan  bila  konsepsi  itu  berlaku  dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Dari  pengertian-pengertian  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  yang dimaksud  dengan  inkuiri  adalah  merupakan  proses  untuk memotivasi  siswa  dalam  mengawali  proses  pembelajaran,  proses pengamatan dan pengalaman.
Dalam  inkuiri  istilah  pendidikan  lebih  diartikan  sebagai mengajar.  Bagi  penganut  inkuiri,  mengajar  bukanlah  kegiatan memindahkan  pengetahuan  dari  guru  kepada  murid,  melainkan  suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Setiap  pelajar  mempunyai  caranya  sendiri  untuk  mengerti,  karena  itu mereka  perlu  menemukan  cara  belajar  yang  tepat  untuk  dirinya  masing-masing.  Dalam  konteks  ini  maka  tidak  ada  satu  metode  mengajar  yang tepat,  satu  metode  saja  tidak  akan  banyak  membantu  pelajar  belajar, sehingga  pengajar  sangat  mungkin  untuk  mempertimbangkan  dan menggunakan berbagai metode yang membantu pelajar belajar. 
Hasil    penelitian  ditemukan  bahwa  pemenuhan  terhadap kemampuan  penguasaan  teori  berdampak  positif    untuk  jangka  pendek, tetapi tidak memberikan sumbangan yang cukup baik dalam waktu  jangka panjang.  Pengetahuan  teoritik  yang  bersifat  hafalan  mudah  lepas  dari ingatan  seseorang  apabila  tidak  ditunjang  dengan  pengalaman  nyata. Implikasi  bagi  guru  dalam  mengembangkan  tahap  inkuiri  ini terutama  dituntut  kemampuan  untuk  membimbing  siswa  mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya. 
Sedangkan Rudi Susilana (2006:149) mengemukakan bahwa: Inkuiri  merupakan  landasan  berpikir  (filosofi) dalam  pendekatan  CTL,  yaitu  bahwa  pengetahuan  dibangun  oleh manusia  sedikit  demi  sedikit  yang  hasilnya  diperluas  melalui konteks  yang  terbatas.  Pengetahuan  bukanlah  seperangkat  fakta-fakta,  konsep  atau  kaidah  yang  siap  untuk  diambil  dan  diingat.
Manusia  harus  membangun  pengetahuan  itu  memberi  makna melalui pengalaman yang nyata. Batasan  inkuiri  di  atas  memberikan  penekanan  bahwa konsep  bukanlah  tidak  penting  sebagai  bagian  integral  dari  pengalaman belajar  yang  harus  dimiliki  oleh  siswa,  akan  tetapi  bagaimana  dari  setiap konsep  atau  pengetahuan  yang  dimiliki  siswa  itu  dapat memberikan pedoman yang nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata. 
Dengan  menggunakan  model  pembelajaran  inkuiri pembelajaran  akan  dirasakan  memiliki  makna  apabila  secara  langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari. Oleh karena  itu  setiap  guru  harus  memiliki  bekal  wawasan  yang  cukup  luas, sehingga  dengan  wawasannya  itu  ia  selalu  dengan  mudah  memberikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar dan media pembelajaran yang dapat merangsang  siswa  untuk  aktif  mencari  dan  melakukan  dan  menemukan sendiri  kaitan  antara  konsep  yang  dipelajari  dengan  pengalamannya. Dengan cara itu pengalaman belajar siswa akan memfasilitasi kemampuan siswa  untuk  melakukan  transformasi  terhadap  pemecahan  masalah  lain yang  memiliki  sifat  keterkaitan,  meskipun  terjadi  pada  ruang  dan  waktu yang berbeda. 
b.      Implikasi Inkuiri Terhadap Proses Pembelajaran
Menurut prinsip inkuiri, seorang pengajar atau guru berperan sebagai  mediator  dan  fasilitator  yang  membantu  agar  proses  belajar  murid berjalan  dengan  baik.  Tekanan  ada  pada  siswa  yang  belajar  dan  bukan  pada disiplin  atau  guru  yang  mengajar.  Fungsi  mediator  dan  fasilitator  dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
1)      Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu, jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru. 
2)      Menyediakan  atau  memberikan  kegiatan-kegiatan  yang  merangsang keingintahuan  siswa  dan  membantu  mereka  untuk  mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka (Watts & pope,  1989  dalam  Paul  Suparno,  1996:66).  Menyediakan  sarana  yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman  yang  paling  mendukung  proses  belajar  siswa.  Guru  harus menyemangati  siswa.  Guru  perlu  menyediakan  pengalaman  konflik (Tobin, Tippins, & Gallard, 1994 dalam Paul Suparno, 1996:66).
3)      Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau  tidak.  Guru  menunjukkan  dan  mempertanyakan  apakah  pengetahuan siswa  itu  berlaku  untuk  menghadapi  persoalan  baru  yang  berkaitan.  Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan. 
Agar  peran  dan  tugas  tersebut  berjalan  dengan  optimal,  diperlukan beberapa  kegiatan  yang  perlu  dikerjakan  dan  juga  beberapa  pemikiran  yang perlu disadari oleh pengajar:
1)      Guru  perlu  banyak  berinteraksi  dengan  siswa  untuk  lebih  mengerti  apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.
2)      Tujuan dan apa  yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat.
3)      Guru  perlu  mengerti  pengalaman  belajar  mana  yang  lebih  sesuai  dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah pengajar.
4)      Diperlukan  keterlibatan  dengan  siswa  yang  sedang  berjuang  dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.
5)      Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai  pemikiran  siswa,  karena  kadang  siswa  berpikir  berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru.
c.       Penerapan Model Inkuiri Pada Pembelajaran IPA di SD
Ada  beberapa  hal  yang  dapat  dilakukan  oleh  seorang  guru  untuk menerapkan  model  pembelajaran  inkuiri  di  kelasnya.  Julyan  dan Duckworth  (1996)  dalam  Paul  Suparno  (1997:    68)  mengatakan  bahwa seorang guru inkuiri akan melakukan hal-hal sebagai berikut :
1)      Guru  mendengarkan  secara  sungguh-sungguh  interprestasi  siswa terhadap  data  yang  ditemukan  sambil  menaruh  perhatian  khusus  kepada keraguan dan kesulitan.
2)      Guru memperhatikan perbedaan pendapat didalam kelas dan memberikan penghargaan kepada setiap pendapat.
3)      Guru harus bersikap dan mengetahui kalau siswa “tidak mengerti”adalah merupakan langkah penting untuk memulai menekuninya.
Adapun  prinsip  pembelajaran  yang  menggunakan  model pembelajaran  inkuiri  menurut  Suparno  (1996:  49)  adalah  sebagai berikut :
1)      Pengetahuan  dibangun  sendiri  oleh  siswa  baik  secara  personal  maupun sosial.
2)      Pengetahuan  tidak  dapat  dipindahkan  dari  guru  ke  murid,  melainkan hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.
3)      Siswa  aktif  mengkonstruksi  secara  terus  menerus,sehingga  selalu  terjadi perubahan menuju ke konsep yang lebih rinci,lengkap,serta sesuai dengan konsep ilmiah.
4)      Guru  berperan  sebagai  mediator  dan  fasilitator,  sehingga  proses konstruksi siswa berjalan dengan lancar.
Implikasi dalam model pembelajaran inkuiri meliputi empat tahapan: 1) Apersepsi; 2) Eksplorasi; 3) Diskusi dan penjelasan konsep; serta 4)  Pengembangan  dan  aplikasi.  Berikut  penjelasan  tahap-tahap  model pembelajaran inkuiri.
1)      Appersepsi:  Pada  tahap  ini  dengan  melalui  observasi,  pertanyaan dan  identifikasi  situasi  siswa  didorong  agar  mengemukakan  pengetahuan awalnya  tentang  konsep  yang  akan  dibahas  dengan  tujuan  mengajak  siswa untuk memasuki kegiatan pembelajaran.  
2)      Eksplorasi  :  Pada  tahap  ini  siswa  diberi  kesempatan  untuk menyelidiki  dan  menemukan  konsep  melalui  pengumpulan, pengorganisasian  dan  penginterprestasian  data  dalam  suatu  kegiatan  yang telah  dirancang  guru.  Kemudian  secara  berkelompok  didiskusikan  dengan kelompok  lain.  Secara  keseluruhan,  tahap  ini  akan  memenuhi  rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam sekelilingnya. 
3)      Diskusi  dan  Penjelasan  Konsep:  Pada  tahap  ini  saat  siswa memberikan  penjelasan  dan  solusi  yang  didasarkan  pada  hasil  observasinya ditambah dengan penguatan guru, maka siswa membangun pemahaman baru tentang  konsep  yang  sedang  dipelajari,dengan  tujuan  memberikan kesempatan  kepada  siswa  untuk  menemukan  konsep  itu  dengan  dirinya sendiri.
4)      Pengembangan  dan  Aplikasi.Pada  tahap  ini  guru  berusaha menciptakan  iklim  pembelajaran  yang  memungkinkan  siswa  dapat mengaplikasikan  pemahaman  konseptualnya,  baik  melalui  kegiatan  atau pemunculan dan pemecahan-pemecahan masalah yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungan (Karli, H. dan Margaretha, 2004: 4-6).
  Berdasarkan  pandangan  tersebut  diatas,  maka  dapat  disimpulkan proses belajar menurut pandangan inkuiri dimulai dari memperoleh hal baru, kemudian dengan memperoleh hal baru siswa mengingat konsepsi awalnya.  Siswa  aktif  secara  mental  membangun  pengetahuannya,  yang dilandasi  oleh  struktur  kognitif  yang  telah  dimilikinya.  Pendidik  lebih berperan  sebagai  fasilitator  dan  mediator  pembelajaran.  Penekanan  tentang belajar  mengajar  lebih  berfokus  pada  suksesnya  siswa  mengorganisasi pengalaman mereka, bukan ketepatan siswa dalam melakukan replikasi atas apa yang dilakukan pendidik.
d.      Aplikasi  Model  Pembelajaran  Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Konsep Daur Air
1)      Model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA
Pembelajaran  dengan  menerapkan  model  pembelajaran inkuiri  menuntut  siswa  aktif  secara  mental  membangun pengetahuannya  sendiri  berdasarkan  struktur  kognitif  yang  telah dimilikinya  dan  guru  lebih  berperan  sebagai  fasilitator,  motivator dalam  pembelajaran.  Proses  pembelajaran  lebih  terfokus  pada suksesnya  siswa  mengorganisasi  pengalaman  mereka,  bukan ketepatan siswa melakukan reflikasi atas apa yang dilakukan guru.
Model  pembelajaran  inkuiri  sebenarnya  bukan suatu  ide  baru,  apa  yang  dialami  dalam  kehidupan  selama  ini merupakan kumpulan pengalaman. Hal ini menyebabkan seseorang memiliki pengetahuan dan menjadi lebih dinamik. Dalam kegiatan pembelajaran  yang  mengacu  pada  pendekatan  inkuiri, seorang guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a)      Mengakui  adanya  konsepsi  awal  yang  dimiliki  siswa  melalui pengalaman sebelumnya.
b)      Menekankan pada kemampuan minds-on and hands-on
c)      Mengakui  bahwa  dalam  proses  pembelajaran  terjadi  perubahan konseptual
d)     Mengakui bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif
e)      Mengakui adanya interaksi sosial
Model  pembelajaran  inkuiri  dalam  pembelajaran memberi  siswa  kesempatan  untuk  berinteraksi  langsung  dengan benda-benda  konkret  atau  model,  siswa  tidak  hanya  jadi  obyek dalam kegiatan pembelajaran tetapi mereka menjadi subyek. Dalam model  pembelajaran  inkuiri  siswa  perlu  dibiasakan  untuk memecahkan  masalah,  menemukan  sesuatu  yang  berguna  bagi dirinya,  dan  bergelut  dengan  ide-ide  yaitu  siswa  harus menginstruksikan  pengetahuan  di benak  mereka  sendiri,  dan hasilnya  akan  memandu  siswa  dalam  membangun  sikap  kritis, kreatif,  jujur  dan  komunikatif. 
Pembelajaran  dilakukan  dengan menggunakan  model  pembelajaran  inkuiri  di  sekolah dasar karena memiliki kelebihan-kelebihan antara lain:
1)      Pembelajaran dimulai dari konsep yang dimiliki peserta didik, bukan konsep yang di miliki oleh guru sehingga kegiatan peserta didik  berangkat  dari  pengalaman  yang  relevan  dengan  tingkat perkembangan.
2)      Memberikan  kesempatan  siswa  menemukan  dan  menerapkan idenya sendiri dengan tujuan supaya seluruh kegiatan akan lebih bermakna bagi siswa
3)      Menyajikan  kegiatan  pembelajaran  yang  sesuai  dengan permasalahan  yang  sering  ditemui  dalam  lingkungan  peserta didik
4)      Siswa  dapat  mengungkapkan  konsep  yang  sesuai  dengan pengalamannya
5)      Siswa dilatih untuk berpikir inovatif
6)      Siswa  menjadi  lebih  aktif,  mencari  masalah,  menemukan  dan bahkan menyimpulkan.
Adapun  kelemahan-kelemahan  dari  model  pembelajaran inkuiri adalah:
1)      Langkah yang sulit dalam menerapkan model inkuiri di kelas  tinggi  sebab  anak  terbiasa  dengan  pembelajaran konvensional sebelumnya.
2)      Lebih  banyak  waktu  yang  diperlukan  dalam  pengembangan konsep  sebab  fokus  lebih    kepada  kegiatan-kegiatan  dalam menemukan konsep.
3)      Banyak  membutuhkan  alat  bantu  dan  benda  manifulatif  untuk pembelajaran, mengingat kemampuan setiap anak yang berbeda yang  dirasakan  belum  memahami  konsep  tersebut  ketika diajarkan dengan alat peraga.
2)      Konsep Daur Air
Daur  air  sering  juga  disebut  daur  hidrologi,  yang merupakan  rangkaian  proses  berpindahnya  air  permukaan  bumi dari  suatu  tempat  ke  tempat  lainnya  hingga  kembali  ke  tempat asalnya.  Sinar  matahari  akan  menguapkan  air  yang  ada  dipermukaan  bumi.  Air  tersebut  akan  menjadi  uap  air  dan  naik  ke angkasa menjadi awan, disebut juga penguapan. Di angkasa, awan yang  mengandung  uap  air  mengalami  pembekuan  sehingga membentuk  butiran-butiran  air.  Hal  itu  terjadi,  karena  semakin tinggi  tempat  di  permukaan  bumi,  maka  semakin  rendah  suhu udaranya.  Mengingat  butiran  air  lebih  berat  daripada  udara, butiran air tersebut akan jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan. Air  yang  jatuh,  sebagian  akan  diserap  oleh  tanah,  sebagian menggenang  di  permukaan  bumi  berupa  danau  atau  kolam. Sebagian  lagi,  mengalir  ke  sungai  hingga  laut. 

B.     Hasil Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan penbanding dan kajian literatur dalam proses perbaikan pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri, peneliti mengambil beberapa hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh pihak-pihak lain diantaranya :
1.      Eliyah, Yayah. (2010). Universitas Pendidikan Bandung Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Konsep Daur Air. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi rendahnya kualitas pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran yang terjadi di sekolah cenderung masih menggunakan metode ceramah dan Tanya jawab. Peneliti mengidentifikasi kelemahan-kelemahan pembelajaran yang dilaksanakan dengan terungkapnya beberapa fenomena sebagai berikut; a) siswa pasif dalam pembelajaran, b) rendahnya penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, hasil ulangan harian siswa masih dibawah KKM (nilai rata-rata kelas 50 sedangkan KKM yang ditentukan guru adalah 70). Sehubungan dengan itu muncul permasalahan ”bagaimanakah penerapan model belajar inkuiri dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA Konsep daur air di kelas V SDN Sukamulya Parongpong?” penelitian terhadap masalah ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi peningkatan aktivitas dan hasil belajar IPA Konsep daur air di SD. Metode yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan tiga siklus tindakan. Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas V SDN Sukamulya Parongpong. Data diperoleh melalaui lembar observasi, wawancara, dan evaluasi (tes). Data hasil observasi dianalisis dalam bentuk deskripsi yaitu dengan menggambarkan data yang ada agar memperoleh bentuk nyata sehingga akan lebih mudah dimengerti, sedangkan hasil evaluasi dianalisis dengan menghitung nilai rata-rata dan dibandingkan dengan KKM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas dan hasil belajar siswa yang mengalami kemajuan dari setiap siklusnya. Setelah diberikan tindakan nilai rata-rata akhir siswa mencapai angka 74,7 sedangkan KKM yang ditentukan guru adalah 70. Berdasarkan PTK yang telah dilakukan dari siklus pertama, kedua dan ketiga, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model belajar inkuiri pada pembelajaran IPA konsep daur air di kelas V SDN Sukamulya dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar.
2.      Syamsi Duha, Muhamad. 2011. Peningkatan Hasil Belajar IPS Kelas IV Melalui Model Inkuiri di SDN Ringinanom 01 Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar. Skripsi, Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah FIP Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Suwarti, S.Pd, M.Pd, (II) Dra. Widayati, MH. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pembelajaran IPS kelas IV di SDN Ringinanom 01 masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini terbukti dengan hasil belajar siswa pada tes akhir pembelajaran, dari 21 siswa hanya 7 siswa atau 33,33% siswa sudah mencapai nilai diatas KKM dan 14 siswa atau 66.66% siswa masih dibawah KKM. Di mana kriteria ketuntasan minimal untuk mata pelajaran IPS adalah 60. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan suatu perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model Inkuiri. Tujuan dari penelitian adalah mendeskripsikan penerapan model Inkuiri pada pembelajaran IPS dan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN Ringinanom 01 setelah menggunakan model Inkuiri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan dua siklus. Setiap siklus dengan dua kali pertemuan yang masingmasing terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas IV SDN Ringinanom 01 Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar. Data diperoleh dari hasil tes dan lembar observasi (aktivitas siswa dan guru di dalam kegiatan pembelajaran). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka diperoleh peningkatan hasil belajar siswa di kelas IV dari pra tindakan adalah 33,33% mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 57,14%, sehingga terjadi peningkatan sebesar 23,81%. Sedangkan siklus II mencapai 76,19%, hal ini menunjukkan peningkatan hasil belajar sebesar 19,05%. Sedangkan hasil observasi aktivitas guru pada siklus I adalah 70% dan hasil aktivitas guru pada siklus II adalah 87,5 %. Data hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I adalah 57,40 % , sedangkan aktivitas siswa pada siklus II adalah 80,42%. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penerapan model Inkuiri dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Ringinanom 01 Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar.
3.      Arunah, Aneng. (2010). Universitas Pendidikan Bandung. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Sias Pada Pembelajaran IPA Pokok Bahasan Daur Air. Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas V SD SIAS Cihanjuang-Cibaligo Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat). Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Interaktif Abdussalam (SIAS) kecamatan Parongpong Bandung Barat yang berjumlah 14 orang siswa. Pada pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini, peneliti berinteraksi langsung dengan subyek penelitian melalui kegiatan pembelajaran yang menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pokok bahasan daur air. Permasalahan yang terjadi pada sekolah tersebut adalah pada umumnya pelajaran IPA hampir selalu disajikan secara verbal melalui kegiatan ceramah dan textbook oriented dengan keterlibatan siswa yang sangat minim, sehingga kurang menarik minat siswa dan membosankan, bahkan siswa sering terlihat mengobrol daripada memperhatikan guru ketika memberikan penjelasan. Pembelajaran lebih cenderung bersifat teacher oriented daripada student oriented. Salah satu upaya yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas pembelajaran IPA adalah pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri, yang dimaksud dengan Inkuiri adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan memberikan suatu permasalahan kepada siswa agar dapat dipecahkan berdasarkan pengalaman sehingga dapat menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa dan meningkatan hasil belajar siswa pada saat pembelajaran. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang terdiri dari tiga siklus. masing-masing siklus terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan perenungan (reflection). Hasil-hasil penelitian, diperoleh berdasarkan (1) rata-rata hasil evaluasi siswa pada tiap siklus. Siklus I sebesar 6,57 hasil belajar siswa masih berada pada kategori cukup. Siklus II dan siklus III terjadi peningkatan yaitu 8 dan meningkat menjadi 8,78, pada siklus II dan siklus III rata-rata hasil evaluasi berkategori baik, (2) Hasil pengamatan kinerja siswa pada tiap siklus, (3) hasil observasi guru, dan (4) catatan temuan-temuan yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pada hasil-hasil dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri dalam kegiatan pembelajaran, dapat meningkatkan aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung dan dapat meningkatkan keaktifan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.

C.    Kerangka Berpikir

Rendahnya  kualitas  pendidikan  Ilmu  Pengetahuan  Alam  (IPA)  di Indonesia disebabkan pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode  ceramah  dan  tanya  jawab,  sehingga  kurang  memberikan kesempatan  kepada  siswa  untuk  berinteraksi  langsung  dengan  benda-benda  konkrit.  Selain  itu,  guru  kurang  memperhatikan  kemampuan  awal siswa  sebelum  pembelajaran  sehingga  dapat  memungkinkan  munculnya kesulitan  belajar  pada  diri  siswa.
Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran  adalah rendahnya keaktifan belajar siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air serta rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air. Sehubungan  dengan  kenyataan  di  atas,  perlu  dilakukan  penelitian  untuk perbaikan  terhadap  pembelajaran  IPA. Perbaikan  dititikberatkan pada  pemilihan  model  pembelajaran,  agar  model  pembelajaran  yang dipilih  lebih  mengutamakan  pada  peningkatan  keaktifan dan  hasil  belajar siswa.
Model pembelajaran  inkuiri  merupakan  salah  satu  model  pembelajaran kontekstual  yang  lebih  menitikberatkan  pada  proses  belajar  siswa  aktif dalam  membangun  pengetahuannya,  yang  dilandasi  oleh  struktur  kognitif yang  telah  dimilikinya.  Dalam  hal  ini  guru  lebih  berperan  sebagai fasilitator  dan  motivator  pembelajaran  serta  meluruskan  konsepsi.  Penggunakan  model pembelajaran  inkuiri  dapat  meningkatkan  keaktifan dan hasil belajar siswa. Dalam penggunaan model pembelajaran ini  guru  bukanlah  sebagai  pemberi  jawaban  akhir  atas  pertanyaan  yang diajukan  oleh  siswa  melainkan  hanya  mengarahkan  siswa  untuk mengkonstruksikan  pengetahuannya  sehingga  diperoleh  pemahaman  melalui penemuannya.  Melihat kondisi tersebut di atas, maka peneliti berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa dapat meningkat sesuai dengan harapan
Dari uraian permasalahan yang muncul dalam pembelajaran serta upaya untuk mengatasinya, maka secara rinci kerangka pikir pelaksanaan kegiatan perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan sebagaimana gambar di bawah ini :

 




Gambar 2.1. Kerangka Berpikir  Penelitian Tindakan Kelas

D.    Hipotesis Tindakan

Dengan mempertimbangkan dan merujuk pada beberapa pendapat ahli, disusunlah hipotesis tindakan sebagai berikut :



1.      Penerapan penerapan pembelajaran model inkuiri dapat meningkatkan keaktifan siswa V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... Tahun Pelajaran ............... dalam pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air.

2.      Penerapan penerapan pembelajaran model inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri ............... Kecamatan ............... Kabupaten ............... Tahun Pelajaran ............... dalam pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air.




BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN



A.    Setting Penelitian

1.   Tempat Penelitian
Dalam penilitian ini penulis mengambil lokasi di Sekolah Dasar  Negeri ............... UPT Disdikpora Kecamatan ............... Kabupaten ................ Penulis mengambil lokasi atau tempat ini dengan pertimbangan bekerja pada sekolah tersebut, sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subyek penelitian yang sangat sesuai dengan profesi penulis sebagai staff pengajar di sekolah tersebut.
2.   Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu pada bulan Maret 2012 sebanyak 3 siklus, sedangkan per siklusnya dapat dirinci sebagai berikut :
Siklus Pertama                  :     09 Maret 2012 dan 10 Maret 2012
Siklus Kedua                     :     12 Maret 2012 dan 13 Maret 2012
Siklus Ketiga                     :     15 Maret 2012 dan 16 Maret 2012


B.     Subyek Penelitian

Subyek pelaksanaan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar  Negeri ...............  UPT Disdikpora Kecamatan ............... Kabupaten ............... Tahun Pelajaran ................


C.    Data dan Sumber Data

1.      Data
Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri atas:
a.       Proses belajar mengajar
b.      Data Hasil Belajar / tes formatif
c.       Data keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
2.      Sumber Data
Sumber Data dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar  Negeri ............... UPT Disdikpora Kecamatan ............... Kabupaten ............... dengan jumlah siswa sebanyak 22 orang terdiri dari siswa laki-laki sebanyak  7  orang dan perempuan 15 orang.

D.    Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini penulis memilih tiga teknik pengumpulan data. Ketiga teknik tersebut adalah tes, observasi, dan dokumentasi.

1.   Lembar observasi

Lembar  observasi  mencatat  berbagai  masalah  yang  menyangkut kelemahan  dan  kekurangan  dalam  pelaksanaan  tindakan.  Teknik  ini merupakan  cara  mengumpulkan  data  melalui  pengamatan  terhadap suatu keadaan, situasi, peristiwa, kegiatan atau perilaku guru dan siswa dalam pembelajaran. 

2.  Tes tertulis

Tes  tertulis  digunakan  untuk  memperoleh  data  mengenai  hasil  belajar secara  individu  dalam  penguasaan  konsep  yang  telah  disampaikan melalaui  pendekatan  inkuiri.  Tes  ini  berupa  pre  tes  dan  post tes.  Tujuan  diberikan  pre  tes  dan  post  tes  ini,  agar  dapat  diketahui berapa  presentase  peningkatan  hasil  belajar  siswa  setelah  dilakukan pembelajaran  dengan  menggunakan  model  pembelajaran inkuiri

3.  Wawancara 

Wawancara  dilakukan  antara  peneliti  dengan  observer  setelah  KBM berakhir,  rambu-rambu  wawancara  dititikberatkan  untuk  melengkapi data  hasil observasi  selain  itu  juga  untuk  mendapatkan  tanggapan observer mengenai pembelajaran.

E.     Validitas Data

Suatu instrumen dinyatakan telah memiliki validitas (kesahihan atau ketepatan) yang baik “jika instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang seharusnya hendak diukur” (Nunnally, 1978:86). Validitas instrumen lebih tepat diartikan sebagai derajat kedekatan hasil pengukuran dengan keadaan yang sebenarnya (kebenaran), bukan masalah sama sekali benar atau seluruhnya salah. Dalam hal ini, seseorang tidak melakukan validitas instrumen semata-mata, melainkan melaksanakan validitas penggunaan dimana instrumen ada di dalamnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Gronlund dan Linn (1990) dalam Herawati Susilo, validitas mengacu pada ketepatan interpretasi yang dibuat dari data yang dihasilkan oleh suatu instrumen dalam hubungannya dengan suatu tujuan tertentu. Contohnya, sebuah tes yang dipakai untuk keperluan seleksi mahasiswa baru mungkin valid untuk tujuan tersebut, namun kurang atau tidak valid untuk tujuan tersebut.
Jadi validitas suatu instrumen selalu bergantung pada situasi dan tujuan penggunaan instrumen tersebut. Suatu tes yang valid untuk satu situasi mungkin tidak valid untuk situasi yang lain. Tujuan penggunaan tes merupakan faktor utama penentu validitas, perbedaan tujuan tes memerlukan validitas yang berbeda pula

F.     Teknik Analisa Data

Setelah  data-data  terkumpul  maka  langkah  selanjutnya  adalah menganalisis  data  tersebut.  Pada  umumnya  analisis  data  terbagi  pada  dua kegiatan  yaitu,  mendeskripsikan  data  dan  menganalis  uji  statistika.  Yang disebut  mendeskripsikan  data  adalah  menggambarkan  data  yang  ada  agar memperoleh  bentuk  nyata  sehingga  akan  lebih  mudah  dimengerti.  Data yang  di  analisis  secara  deskriftif  dapat  memberikan  kemudahan  bagi peneliti  dalam  mempresetasikan  data  yaitu  lebih  ringkas  dan  sederhana. Hasil  dari  analisis  data  berupa  lembar  observasi  dituliskan  dalam  bentuk deskripsi  sedangkan  hasil  evaluasi  dan  LKS  ditulis  dalam  bentuk  tabel. Dengan  demikian  nilai  yang  diperoleh  tiap  kelompok  maupun  tiap  siswa dapat terlihat dengan jelas.
Pada  dasarnya  analisis  data  dilakukan  selama  penelitian berlangsung. Berkaitan dengan konsep tersebut data yang telah didapatkan dari  setiap  tindakan dianalisis  secara  deskriftif  kualitatif.  Teknik  ini digunakan  untuk  menganalisis  data  yang  terjadi  selama  tindakan pembelajaran,  kemudian  dideskripsikan  kebermaknaan  dari  hasil penelitian, yaitu aktivitas siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA.  Mengenai  data  tentang  hasil  belajar  yang  diperoleh  kemudiandihitung  secara  kuantitatif    yaitu  dengan  menghitung  rata-rata  perolehan nilai.
1.  Data mengenai hasil observasi
Hasil  observasi  terhadap  kegiatan  guru  dan  siswa  dianalisidengan  menggunakan  teknik  deskriftif  kualitatif  digambarkan  dengankata-kata atau kalimat. Berupa paparan dan penjelasan dengan kalimat yang  menggambarkan  mengenai  hasil  observasi  di  kelas  terhadapkegiatan guru dan siswa pada setiap siklus.
2.  Data mengenai hasil belajar
Analisis  data  hasil  belajar  dilakukan  secara  kuantitatif.  Datadata  tersebut  di  analisis  mulai  dari  siklus  I  sampai  siklus  III.  Adapunteknik  analisisnya  meliputi  rata-rata  dan  persentase
Pengelolaan data pada penelitian ini dilakukan setelah terkumpulnya data. Data yang diperoleh di lapangan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan perubahan sikap dan hasil belajar pada mata pelajaran sistem pengapian konvensional. Selain itu pula akan ditentukan nilai minimum dan maksimum yang diperoleh siswa pada setiap siklus. Siswa yang menguasai materi pelajaran 80% ke atas memperoleh skor 80  ke atas dari hasil belajarnya maka siswa tersebut dianggap kompeten. Sedangkan perolehan hasil belajar di bawah 80 dianggap belum kompeten, serta peningkatan keaktifan dan ketuntasan belajar siswa minimal 85% dari jumlah siswa secara keseluruhan yang mengikuti proses perbaikan pembelajaran.

G.    Kriteria Keberhasilan

Indikator keberhasilan proses perbaikan pembelajaran dalam penelitian ini dapat ditetapkan sebagai berikut :
  1. Siswa dinyatakan tuntas jika telah mencapai tingkat penguasaan materi 80% ke atas atau mendapat nilai 80.
  2. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila peningkatan  keaktifan belajar  siswa  mencapai 85% atau lebih
  3. Proses perbaikan pembelajaran  dinyatakan berhasil jika 85% dari jumlah siswa tuntas dalam belajar.

H.    Prosedur Penelitian

Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan kelas seperti dinyatakan sebelumnya, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Namun perlu diketahui bahwa tahapan pelaksanaan dan pengamatan sesungguhnya dilakukan secara bersamaan. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut :
  1. Siklus I
a.       Tahap Perencanaan 
Pada  tahap  perencanaan  guru,  menyusun  rencana  pembelajaran  IPA, perencanaan  dibuat  dalam  bentuk  rencana  pelaksanaan  pembelajaran (RPP) dilengkapi dengan lembar observasi, lembar angket siswa, dan lembar evaluasi.  Peneliti  menerapkan  rancangan  pembelajaran  yang  telah  menggunakan pendekatan inkuiri.
2.   Tahap Pelaksanaan
1)   Setelah mendapat gambaran keadaan kelas, perhatian dan aktivitas siswa, motivasi belajar, sarana belajar, maka dilakukanlah tindakan kelas  pertama,  yaitu  mendesain  kegiatan  belajar  untuk  satu kompetensi dasar.
2)  Peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran,  yang dibantu teman sejawat  untuk  memantau/  mengobservasi  pelaksanaan pembelajaran. Sasaran pemantauan adalah kegiatan siswa, kegiatan guru, dan efektifitas penggunaan pendekatan inkuiri.
3)  Melakukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan dan hambatan dari pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.
4)  Melakukan  perbaikan  desain  pembelajaran,  berdasarkan  evaluasi hasil pemantauan.
5)   Peneliti  bersama  teman  sejawat  menganalisis  dan  merefleksi pelaksanaan  dan  hasil  kegiatan  pembelajaran  siklus  I,  yang dilanjutkan pada siklus II
c.  Observasi
Dengan dibantu rekan sejawat, dilakukan observasi proses pembelajaran IPA  dengan  konsep  daur ulang air  yang  dilakukan  guru  (peneliti)  yang  di observasi  adalah  kegiatan  guru,  kegiatan  siswa  dengan  menerapkan  pendekatan inkuiri.
d.  Refleksi
Guru  (obsever),  dan  guru  (peneliti)  mendiskusikan  hasil  proses pembelajaran yang  dilaksanakan.  Dari  data  tersebut  diperoleh  gambaran  tentang pembelajaran  IPA  yang  dilakukan,  serta  keterampilan  IPA  apa  saja  yang  akan dilatihkan.  Dengan  begitu  peneliti  dapat  menentukan  langkah  berikutnya  yaitu memperbaiki proses penbelajaran dan menyusun tindakan untuk siklus II
  1. Siklus II
a.       Tahap Perencanaan 
Dari  siklus  pertama  telah  diperoleh  gambaran  tentang  proses pembelajaran,  baik  dari  kegiatan  guru  maupun  kegiatan  siswa.  Pada  siklus  II diharapkan  pembelajaran  dengan  menggunakan  pendekatan  inkuiri  mengalami peningkatan.  Dengan  kondisi itu  peneliti  berusaha  memperbaiki  kembali pembelajaran  pada  siklus  II.  Siklus  II  dilaksanakan  menerapkan  pendekatan inkuiri  konsep daur ulang air  dan  indikator  :  (a)  mengidentifikasi kegiatan yang berkaitan dengan daur ulang air;  (b)  mendemonstrasikan  peristiwa daur ulang air.  Proses  pembelajaran  pada  siklus  II  dilaksanakan  sesuai  dengan  RPP  dilengkapi  dengan lembar evaluasi siswa, lembar angket siswa, dan lember observasi pembelajaran.  Selain  itu  dilengkapi  dengan  alat  penunjang  yang  lebih  lengkap  dalam  menggunakan pendekatan inkuiri dengan topik yang disampaikan.
b.      Tahap Pelaksanaan
1)   Setelah mernperoleh gambaran pada desain pembelajaran kegiatan pertama  (Siklus  I)  peneliti  mendesain  kembali  kegiatan pembelajaran  dengan  menambahkan  atau  memfokuskan  aspek-aspek yang belum optimal pada tindakan (siklus I).
2) Melakukan  pemantauan  (observasi)  terhadap  pelaksanaan pembelajaran  yang  sedang  dilakukan.  Sasaran  pemantauan  adalah kegiatan  siswa  dalam  mercspon  pelajaran,  sikap  guru  dalam mengelola  pembelajaran  dan  efektivitas  pembelajaran  dengan pendekatan inkuiri yang diterapkan.
3)   Melakukan  evaluasi  hasil  kegiatan  yang  sudah  dilakukan,  untuk mengetahui  efektivitas  keberhasilan  dari  penggunaan  strategi-strategi baru pembelajaran yang sudah dilaksaakan.
4)  Melakukan  perbaikan  desain  pembelajaran,  berdasarkan  hasil pengamatan.
5)  Peneliti  bersama  teman  sejawat  menganalisis  dan  merefleksi pelaksanaan  dan  hasil  kegiatan  pembelajaran  siklus  II,  Hasil analisis  dan  refleksi  terhadap  tindakan  II  ini  menjadi  bahan  acuan kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan.
c.       Observasi
Dengan  dibantu  rekan  sejawat,  dilakukan  observasi  proses  pembelajaran IPA. Dilihat dari kegiatan pembelajaran yang difokuskan pada peningkatan hasil belajar  siswa,  kreatif  dan  kinerja  guru  selama  proses  belajar  mengajar berlangsung.
d.      Refleksi
Pada  tahap  refleksi,  peneliti  kembali  melakukan  perbaikan-perbaikan berdasarkan  temuan  dari  kegiatan  belajar  yang  telah  berlangsung  pada  siklus  II. Setelah  itu  dengan  bimbingan  guru  siswa  membuat  kesimpulan  menentukan keberhasilan proses pembelajaran serta menentukan proses perbaikan pembelajaran pada siklus III.
  1. Siklus III
a.       Tahap Perencanaan
Setelah  diperoleh  keadaan  awal  tentang  prose  pembelajaran  dengan menggunakan  metode  inkuiri,  guru  kembali  menyusun  rencana tindakan  dengan  menerapkan  model  pembelajaran  inkuiri.  Guru merancang  pembelajaran  dengan  menggunakan  langkah-langkah  yang sesuai dengan model pembelajaran tersebut, utnuk lebih meningkatkan hasil  belajar  siswa  dan  memastikan  keberhasilan  penggunaan  metode tersebut.
b.      Tahap Tindakan
Pada  tahap  tindakan  siklus  III  dilaksanakan  dengan  kembali menerapkan  model  pembelajaran  inkuiri,  siswa  dikelompokkan  oleh guru secara heterogenitas dalam proses pembelajaran IPA.
c.       Tahap Observasi
Guru dan observer memperhatikan pembelajaran pada beberapa aspek yaitu  intelektual  siswa  yang  menyangkut  kemampuan  berfikir  dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap objektif, jujur, dan terbuka.
d.      Tahap Refleksi
Pada  tahap  refleksi,  peneliti  kembali  melakukan  perbaikan-perbaikan  berdasarkan  temuan  dari  kegiatan  belajar  yang  telah  berlangsung  pada  siklus  II. Data  yang  diperoleh  lalu  dianalisis  untuk  kemudian  selanjutnya  direflesikan  sebagai  alat  evaluasi  untuk  memperbaiki  siklus  berikutnya. Dan  juga untuk  menentukan  kesimpulan  atau  hasil  dari  proses perbaikan pembelajaran pada siklus III. 


 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

 


A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan hasi-hasil yang diperoleh, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1.      Penerapan model pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air terbukti mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan keaktifan siswa menunjukkan perolehan pada studi awal hanya 6 siswa atau 27,27%, naik menjadi 10 siswa atau 45,45% pada siklus pertama, dan 72,73% atau 16 siswa pada siklus kedua, serta  100% pada siklus ketiga.
2.      Penerapan model pembelajaran inkuiri  pada pembelajaran IPA materi konsep daur ulang air terbukti dapat meningkatkan hasil dan ketuntasan belajar. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan hasil belajar siswa dari rata-rata pada studi awal hanya  65,91 naik menjadi 71,36 pada siklus pertama, dan  79,09 pada siklus kedua, serta  85,91  pada siklus ketiga, dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak  4 siswa (18,18%) pada studi awal,  36,36% atau 8 siswa pada siklus pertama,  15 siswa atau 68,18% pada siklus kedua dan pada siklus terakhir menjadi 95,45%, atau dari 22 siswa yang mengikuti pelaksanaan perbaikan pembelajaran 21 siswa dinyatakan tuntas belajarnya dan satu siswa belum tuntas belajarnya.

B.     Saran

1.      Saran untuk penelitian lanjut
Dalam penelitian perbaikan tindakan kelas ini ada variabel ekstra yang tidak terkontrol sesuai dengan perencanaaan dan berpengaruh pada validilitas dan realibilitas hasil yaitu faktor pengulangan pembelajaran dengan materi yang sama. Keberhasilan ini cenderung karena pengulangan sehingga sebaiknya perlu ada pengurangan.
Penerapan metode inkuiri yang berorientasi untuk membiasakan siswa bekerja melalui langkah-langkah yang tepat dan urut sehingga akan mampu mengamati, menganalisa dan menyimpulkan serta mengkomunikasikan lewat tulis maupun lesan dengan baik. Kemandirian siswa juga terlihat cukup menyakinkan sehingga kemampuan dalam memahami materi lebih dimengerti. Penerapan model pembelajaran inkuiri telah menunjukkan implikasi yang nyata dalam pembelajaran. Ada baiknya apabila pendekatan pembelajaran seperti ini bisa diterapkan pada materi-materi  pembelajaran yang lain.
2.      Saran untuk penerapan hasil penelitian
Untuk meningkatkan mutu profesionalisme guru, berdasarkan pengalaman peneliti selama melaksanakan perbaikan pembelajaran Penelitian Tindakan Kelas, guru perlu melakukan kerja sama dengan teman sejawat. Kerja sama tersebut bisa lewat KKG atau kelompok kerja guru, untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman selama menjalankan tugas.

 

  Untuk mendapatkan file secara lengkap silahkan klik disini