Loggo
LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR OPERASI ALJABAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MEDIA VOICENOTE WHATSAPP PADA SISWA KELAS VIII.B SMP ..................
SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2020/2021
Diajukan sebagai
Persyaratan Kenaikan Pangkat dari Golongan …. ke ….
Unsur Pengembangan Profesi Guru
Oleh
…………………………….
NIP. ………………………….
SMP ..................
Alamat : Jl. ………………………………………………………
Kabupaten …………….. Provinsi ……………
2020
HALAMAN PENGESAHAN
1. a. Judul Penelitian : Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Operasi Aljabar melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning dengan Media Voice Note WhatsApp pada Siswa Kelas VIII.B SMP .................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2020/2021
b. Bidang Ilmu : Matematika
c. Kategori Penelitian : Teknik Pembelajaran
d. Jenis Penelitian : Penelitian Tindakan Kelas
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar : ……………………….
b. NIP : ……………………….
c. Pangkat / Golongan : Penata, III/c
d. Jabatan : Guru Mata Pelajaran
e. Instansi : SMP ..................
f. Tempat Penelitian : SMP ..................
3. Lama Penelitian : 3 bulan (Bulan September 2020 sampai dengan Bulan November 2020)
4. Sumber Biaya : Swadaya
Mengetahui .................., 16 November 2020
Kepala Sekolah Peneliti
……………………. ………………….
NIP. ………….. NIP. ………………….
Mengesahkan
Pengawas Sekolah
……………………….
NIP. ………………….
ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas betujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika materi operasi aljabar. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) meliputi empat komponen yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi yang dilaksanakan dua siklus. Subjek penelitian siswa kelas VIII.B SMP .................. berjumlah 23 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, tes dan dokumentasi. Validasi data mengunakan teknik triangulasi sumber, triangulasi metode. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan pada setiap siklusnya. Keaktifan siswa dari 6 siswa atau 26,09%, siklus I ada 14 siswa atau 60,87%, dan pada siklus II ada 21 siswa atau 91,30%, hasil belajar siswa dari rata-rata pada sebelum perbaikan hanya 56,52 menjadi 65,22 dan 75,22 pada siklus kedua, dengan tingkat ketuntasan belajar sebanyak 4 siswa atau 17,39%, siklus I ada 11 siswa atau 47,83%, dan pada siklus II ada 20 siswa atau 86,96%, walaupun masih ada 3 siswa (13,04%) yang belum tuntas namun karena semua kriteria keberhasilan proses pembelajaran telah tercapai pada siklus kedua maka dinyatakan bahwa proses perbaikan pembelajaran selesai dan berhasil pada siklus kedua. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan metode CTL dengan dengan Media Voice Note WhatsApp dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VIII.B SMP .................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2020/2021.
Kata Kunci: keaktifan, hasil belajar, CTL, voice note WhatsApp
KATA PENGANTAR
Puji syukur allhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) ini. Penulisan laporan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam Kenaikan Pangkat ke Golongan ……….. Dalam penyusunan ini, peneliti mengambil judul : “Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Operasi Aljabar melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning dengan Media Voicenote WhatsApp pada Siswa Kelas VIII.B SMP .................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2020/2021”
Dalam penyusunan Penelitian Tindakan Kelas ini, peneliti banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati peneliti menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang membantu. Peneliti berharap semoga Allah Swt. memberikan balasan yang berlipat ganda kepada mereka yang telah membantu.
Akhir kata peneliti mengharapkan kepada yang membaca agar bersedia memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan dan peningkatan mutu laporan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) ini serta mudah-mudahan bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya. Amin Yarobal Alamin.
.................., November 2020
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
ABSTRAK.......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 3
C. Rumusan Masalah ....................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori................................................................................. 6
B. Kerangka Pikir Penelitian............................................................ 18
C. Hipotesis Tindakan...................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian......................................................................... 20
B. Metode dan Rancangan Penelitian ............................................. 20
C. Subjek dan Objek Penelitian........................................................ 23
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 23
E. Validasi Data............................................................................... 24
F. Analisis Data................................................................................ 25
G. Prosedur Penelitian ..................................................................... 26
H. Indikator Keberhasilan ................................................................ 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data............................................................................. 31
B. Hasil Penelitian............................................................................ 47
C. Pembahasan................................................................................. 50
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................... 54
B. Saran ........................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
Tabel 2.1 Sintak Model Pembelajaran Kontekstual.................................... 17
Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Keaktifan Belajar Siswa................................ 26
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Kondisi Awal........................... 32
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Observasi Peningkatan Keaktifan Siswa pada Kondisi Awal 32
Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus Pertama ........................ 36
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Observasi Peningkatan Keaktifan Siswa pada Siklus Pertama 37
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus Kedua .......................... 44
Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Observasi Peningkatan Keaktifan Siswa pada Siklus Kedua 46
Tabel 4.6 Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II 48
Tabel 4.7 Peningkatan Nilai, dan Ketuntasan Belajar Siswa pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II 49
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas......................... 18
Gambar 3.1 Siklus dalam Penelitian Tindakan Sekolah (Arikunto, 2006:17) 21
Gambar 4.1 Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II 48
Gambar 4.2 Peningkatan Nilai, dan Ketuntasan Belajar Siswa pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II .................................................................................................. 50
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. Surat Ijin Penelitian
2. Jurnal Kegiatan Penelitian
3. a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II
4. a. Lembar Kerja Siswa dan Lembar Soal Tes Formatif Siklus I
b. Lembar Kerja Siswa dan Lembar Soal Tes Formatif Siklus II
c. Lembar Observasi Keaktifan Siswa
5. Analisis Data Hasil Penelitian
6. Contoh Hasil Pekerjaan Siswa
7. Daftar Hadir Siswa
8. a. Foto Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran Kondisi Awal
b. Foto Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran Siklus I (Pertemuan 1 dan 2)
c. Foto Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran Siklus II (Pertemuan 1 dan 2)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Keaktifan Belajar
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan (Poerwodarminto, 1992 : 17), sedang belajar merupakan proses perubahan pada diri individu kearah yang lebih baik yang bersifat tetap berkat adanya interaksi dan latihan. Jadi keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan.
Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26) keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Menurut Sanjaya (2007: 101-106) aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas 2005 : 31) belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Menurut Raka Joni (1992: 19-20) dan Martinis Yamin (2007: 80- 81) menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan faktor yang sangat penting dan sering menjadi pokok pembicaraan atau permasalahan antar pendidik, karena hasil belajar mencerminkan kemampuan siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Menurut Dimyati dan Mudijono (2009: 3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Menurut Hamalik (2008: 30), hasil belajar adalah terjadinya perubahan
tingkah laku ketika seseorang telah belajar, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar dapat ditunjukkan
dengan nilai yang diberikan oleh guru. Guru perlu mengenal hasil belajar dan
kemajuan belajar siswa yang telah diperoleh sebelumnya, misalnya dari sekolah
lain, sebelum memasuki sekolahnya sekarang (Hamalik 2008: 103). Hal-hal yang
perlu diketahui itu, ialah antara lain penguasaan pelajaran,
keterampilan-keterampilan belajar dan bekerja. Pengenalan dalam hal-hal
tersebut penting artinya bagi guru,
sebab dalam pengenalan ini guru dapat membantu atau mendiagnosis kesulitan
belajar siswa, dapat memperkirakan hasil dan kemajuan belajar selanjutnya (pada
kelas-kelas berikutnya), kendatipun hasil-hasil tersebut dapat saja berbeda dan
bervariasi sehubungan dengan keadaan motivasi, kematangan, dan penyesuaian
sosial.
Berdasarkan teori taksonomi Bloom dalam Sudjana (2009: 22), hasil
belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain
kognitif, afektif, dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
a) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi atau penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi atau penilaian.
b) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi atau karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c) Ranah
psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak
yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, di antara salah satunya yaitu ranah kognitif banyak dinilai karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Hasil belajar afektif dan psikomotor juga harus menjadi bagian dari penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan pengertian hasil belajar yang
telah dikemukakan oleh
beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku seseorang setelah mengalami proses belajar, hasil
belajar tidak hanya berupa aspek kognitif saja melainkan berupa aspek afektif
dan juga aspek psikomotor.
Hasil belajar digunakan oleh guru sebagai kriteria atau ukuran dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hasil belajar mata pelajaran matematika kompetensi dasar memecahkan masalah penghitungan termasuk yang berkaitan dengan uang pada penelitian ini yaitu hasil belajar berupa kemampuan kognitif siswa dapat diketahui melalui tes formatif. Sementara hasil belajar afektif dan psikomotor dapat diperoleh melalui pengamatan keaktifan belajar siswa selama pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan keaktifan siswa.
3. Pembelajaran Matematika
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia pembelajaran diartikan sebagai proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Kata ini berasal dari kata belajar yang berarti berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Menurut Dikmenum (Taniredja, 2010: 66) matematika dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika.
Mengajarkan matematika tidaklah mudah, oleh karena itu tidak dibedakan antara matematika dan matematika sekolah. Menurut Reyt.,et al. (1998:4) matematika adalah (1) studi pola dan hubungan (study of patterns and relationships) dengan demikian masing-masing topik itu akan saling berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2). Cara berpikir (way of thinking) yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam masalah sehari-hari, (3). Suatu seni (an art) yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal, dan (4) sebagai bahasa (a language) dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam term dan symbol yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan sains, keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri, serta (5) sebagai alat (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Sedangkan mengenai pengertian matematika
sekolah. Erman Suherman (1993:134) mengemukakan bahwa matematika sekolah
merupakan bagian matematika yang diberikan untuk dipelajari oleh siswa sekolah
(formal), yaitu SD, SLTP, dan SLTA. Menurut Soedjadi (1995:1) matematika
sekolah adalah bagian atau unsur dari matematika yang dipilih antara lain
dengan pertimbangan atau berorentasi pada pendidikan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah matematika yang telah dipilah-pilah
dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan
sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi para
siswa.
Karakteristik matematika sekolah
Agar dalam penyampaian materi matematika dapat mudah diterima dan dipahami oleh siswa, guru harus memahami tentang karakteristik matematika sekolah. Menurut Soedjadi (2000:13) matematika memiliki karakteristik : (1) memiliki objek kajian abstrak, (2). Bertumpu pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, 4). Memiliki simbol yang kosong dari arti, (5). Memperhatikan semesta pembicaraan, dan (6). Konsisten dalam sistemnya. Sedang menurut Depdikbud (1993:1) matematika memiliki ciri-ciri, yaitu (1). Memiliki objek yang abstrak, (2). Memiliki pola pikir deduktif dan konsisten, dan (3) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Berdasarkan hal tersebut di atas dalam pembelajaran matematika perlu disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa, dimulai dari yang konkrit menuju abstrak. Namun demikian meskipun obyek pembelajaran matematika adalah abstark, tetapi mengingat kemampuan berpikir siswa Sekolah menengah pertama (SMP) yang masih dalam tahap operasional konkrit, maka untuk memahami konsep dan prinsip masih diperlukan pengalaman melalui objek kongkrit (Soedjadi, 1995:1).
Pelaksanaan pembelajaran matematika juga dimulai dari yang sederhana ke kompleks. Menurut Karso (1993:124) matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.
Pembelajaran matematika hendaknya menganut kebenaran konsistensi yang didasarkan kepada kebenaran-kebnaran terdahulu yang telah diterima, atau setiap struktur dalam matematika tidak boleh terdapat kontradiksi. Matematika sebagai ilmu yang deduktif aksiomatis, dimana dalil-dalil atau prinsip-prinsip harus dibuktikan secara deduktif. Tetapi mengingat kemampuan berpikir siswa sekolah menengah pertama (SMP), penerapan pola deduktif tidak dilakukan secara ketat. Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soedjadi (1995:1) bahwa struktur sajian matematika tidak harus menggunakan pola pikir deduktif semata, tetapi dapat juga digunakan pola pikir induktif.
Di dalam GBPP mata pelajaran matematika sekolah menengah pertama (SMP) disebutkan bahwa tujuan yang hendak dicapai dari pembelajaran matematika sekolah adalah:
a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari
b. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika.
c. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).
d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. (Depdikbud, 1993:40)
Sedangkan tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP pada sekolah menengah pertama (SMP)/SMP adalah sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
d. Mengkomunkasikan gagasan dengan simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006 : 417).
4. Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
a. Pengertian
CTL adalah model pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran yang disampaikan dengan pemikiran siswa atau pengetahuan siswa yang sudah ada. Model CTL ini mampu membantu siswa mengembangkan pemikirannya secara luas, setelah guru mengaitkan pembelajaran dengan pemikiran dan pengetahuan siswa. Menurut Baharudin dan Wahyuni (2007: 137) pembelajaran CTL adalah konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. CTL adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna yang ada pada bahan ajar yang mereka pelajari dengan menghubungkan pelajaran dalam konteks kehidupan sehari-harinya dengan konteks kehidupan pribadi, sosial dan kultural.
Menurut Fatah Yasin (2008: 65) model pembelajaran CTL adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofis bahwa siswa mampu menangkap pelajaran apabila mereka mampu menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkaninformasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson Eleine B, 2010: 14). Model pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Blanchard dalam Julianto dkk, 2011: 75).
Sementara itu, Johnson Eline B (2010: 67) mendefinisikan CTL sebagai sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran CTL adalah model pembelajaran yang menghadirkan dunia nyata kedalam kelas, dan menghubungkan dengan pengetahuan yang siswa miliki sehingga pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas lebih menitikberatkan kepada aktivitas siswa untuk mengembangkan pengetahuannya. Dengan model pembelajaran CTL, siswa dituntut untuk aktif mecoba merumuskan hipotesis melalui pemikirannya serta membuat kesimpulan dari hipotesis.
b. Prinsip-Prinsip CTL
Pada dasarnya model pembelajaran CTL mempunyai beberapa komponen pokok. Jika komponen itu dilaksanakan maka dapat dijamin bahwa pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil seutuhnya. Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari pendekatan pembelajaran CTL di kelas. Trianto (2010: 111) mengemukakan sebagai berikut:a. Konstruktivisme (constructivism) b. Penemuan (inquiry) c. Bertanya (questioning) d. Komunitas belajar (learning community) e. Pemodelan (modeling) f. Refleksi (reflection) g. Penilaian yang sebenarnya (authentic assasement).
c. Desain Model Pembelajaran CTL
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran guru terlebih dahulu membuat desain atau gambaran pembelajaran yang akan disampaikan di kelas. Gambaran kegiatan berguna untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Menurut Rusman (2010: 199) dalam pembelajaran menggunakan model CTL dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara belajar sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pertanyaan-pertanyaan.
4) Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok diskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, dan bahkan yang sebenarnya.
6) Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7) Melakukan penilaian secara obyektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
d. Keunggulan Model Pembelajaran CTL
Model pembelajaran CTL memiliki keunggulan. Rusman (2011: 199) mengemukakan keunggulan pembelajaran CTL, sebagai berikut (a) mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang baru dimilikinya. (b) melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan. (c) mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan. (d) menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya. (e) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya. (f) membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. (g) melakukan penelitian secara objektif, yaitu penilaian kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
e. Kelemahan Model Pembelajaran CTL
Di samping memiliki keunggulan, pembelajaran dengan menggunakan CTL juga memiliki kelemahan antara lain, bagi guru kelas, guru harus memiliki kemampuan untuk memahami secara mendalam dan komprehensif tentang (a) konsep pembelajaran dengan menggunakan CTL itu sendiri, dimana guru harus menyiapkan pembelajaran sesuai dengan sintaks-sintaks CTL. (b) pontensi individual siswa di kelas, dimana guru harus bisa menciptakan masyarakat belajar di dalam menerapkan model pembelajaran CTL (c) beberapa pendekatan dalam pembelajaran yang berorientasi kepada aktivitas siswa, dimana guru harus lebih menampilkan aktivitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran CTL. (d) sarana, media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran yang menunjang aktivitas siswa dalam belajar, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam hal membuat media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran (Rusman, 2011: 199).
f. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kontekstual
Menurut Udin Syaefudin Sa’ud (2010: 173-174) tahapan pelaksanaan pembelajaran kontektual terdiri dari 4 tahap yaitu : tahap invitasi, tahap eksplorasi, tahap penjelasan dan solusi, dan tahap pengambilan tindakan.
1) Tahap Invitasi
Tahap di mana siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Dalam tahap ini, guru berusaha memancing siswa dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan yang terkait dengan materi yang akan diajarkan dengan pengalaman dan pendapat siswa.
2) Tahap Eksplorasi
Tahap di mana siswa diberi kesempatan menyelidiki dan menemukan konsep melalui kegiatan pengamatan, pengumpulan, pengorganisasian dan interpretasi data melalui kegiatan inkuiri dan diskusi yang dirancang guru.
3) Tahap Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa memberikan penjelasan tentang solusi berdasarkan hasil observasinya. Guru memberikan penguatan dan memperdalam penjelasan solusi dari siswa. Dengan demikian siswa dapat menyampaikan gagasan dan membuat rangkuman atau hipotesis sementara.
4) Tahap Pengambilan Tindakan
Dalam tahap ini siswa membuat kesimpulan dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, mengajukan pertanyaan lanjutan dan mengajukan saran baik secara individu maupun perorangan.
g. Sintak model pembelajaran Kontekstual
Berikut adalah sintak pembelajaran kontekstual yang digunakan pada model pembelajaran CTL yang harus dilaksanakan oleh guru pada pelajaran matematika.
Tabel 2.1Sintak Model Pembelajaran Kontekstual
Tahap 1 Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik |
Guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan konflik kognitif dan rasa ingin tahu siswa. |
Tahap 2 Mengembangkan sikap ingin tahu
|
Guru memberikan pertanyaan berdasarkankejadian/topik yang disajikan. |
Tahap 3 Menciptakan masyarakat belajar |
Guru membimbing siswa untuk belajar kelompok dan bekerjasama dengan teman sekelompoknya dalam bertukar pengalaman dan berbagai ide. |
Tahap 4 Menghadirkan model |
Guru menampilkan contoh pembelajaran agar siswa dapat berfikir, bekerja, dan belajar. |
Tahap 5 Melakukan refleksi |
Guru menyimpulkan contoh pembelajaran, menganalisi manfaat pembelajaran, dan penindak lanjutan kegiatan pembelajaran. |
Tahap 6 Melakukan penilaian yang sebenarnya |
Guru mengukur kemampuan dan pengetahuan keterampilan siswa melalui penilaian produk dan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual. |
5. Aplikasi Voice Note WhatsApp
Voice notes adalah salah satu fitur yang cukup membantu dalam kondisi tidak bisa mengetik pesan. Berbeda dengan voice call, voice notes sering digunakan untuk mengirimkan pesan singkat ketika tidak memungkinkan untuk mengetik. Aplikasi perpesanan instan WhatsApp (WA) memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan suara atau Voice Note secara mudah. Dengan fitur ini, pengguna tidak perlu mengetik pesan yang akan dikirim ke pengguna lain atau dalam percakapan grup. Fitur ini dapat digunakan untuk menyampaikan informasi bersifat penting atau sensitif.
Cara Mengirim Pesan Suara di WhatsApp. Pertama, buka percakapan atau chat dalam aplikasi WhatsApp. Ketuk dan tahan ikon mikrofon dan mulai berbicara untuk merekam pesan. Setelah selesai, Anda dapat melepas jari dari ikon mikrofon. Selanjutnya, WhatsApp akan mengirim pesan suara yang telah direkam secara otomatis. Ketika merekam pesan suara, Anda dapat menggeser ikon mikrofon ke kiri untuk mengurungkan pengiriman pesan suara.
Mengirim Pesan Suara Berdurasi Panjang di WhatsApp. Anda juga dapat mengirim pesan suara berdurasi panjang di WhatsApp. Untuk melakukannya, silakan buka percakapan di WhatsApp. Ketuk dan tahan ikon mikrofon, geser ikon mikrofon ke atas untuk mengunci perekaman suara, lalu tekan kirim untuk mengirimkan pesan suara yang telah direkam. Perlu diketahui, beberapa ponsel mungkin memiliki waktu jeda atau (delay) sebelum Anda dapat berbicara saat merekam pesan.
Cara Mengirim Pesan Suara di WhatsApp. Pertama, buka percakapan atau chat dalam aplikasi WhatsApp. Ketuk dan tahan ikon mikrofon dan mulai berbicara untuk merekam pesan. Setelah selesai, Anda dapat melepas jari dari ikon mikrofon. Selanjutnya, WhatsApp akan mengirim pesan suara yang telah direkam secara otomatis. Ketika merekam pesan suara, Anda dapat menggeser ikon mikrofon ke kiri untuk mengurungkan pengiriman pesan suara. Mengirim Pesan Suara Berdurasi Panjang di WhatsApp. Anda juga dapat mengirim pesan suara berdurasi panjang di WhatsApp. Untuk melakukannya, silakan buka percakapan di WhatsApp. Ketuk dan tahan ikon mikrofon, geser ikon mikrofon ke atas untuk mengunci perekaman suara, lalu tekan kirim untuk mengirimkan pesan suara yang telah direkam. Perlu diketahui, beberapa ponsel mungkin memiliki waktu jeda atau (delay) sebelum Anda dapat berbicara saat merekam pesan
A. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir adalah alur atau jalan yang dibuat untuk mengarahkan supaya penelitian tidak menyimpang dari pokok permasalahan, berikut adalah skema kerangka berpikir yang telah dibuat :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan Skema di atas dijelaskan bahwa kondisi awal dalam proses pembelajaran matematika di kelas VIII.B keaktifan dan hasil belajar siswa masih rendah. Oleh karena itu perlu adanya tindakan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VIII.B pada mata Pelajaran matematika, tindakan yang dilakukan peneliti menggunakan dua siklus, dimana pada tahap tindakan ini siklus I guru menerapkan model pembelajaran CTL dengan media Voicenote WhatsApp dalam proses pembelajaran matematika di kelas VIII.B . Setelah dilakukan tahap tindakan, maka diperoleh hasil akhir pada siklus 2 dengan menerapkan model pembelajaran CTL dengan media Voicenote WhatsApp , dengan hasil akhirnya adalah adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas VIII.B menggunakan model pembelajaran CTL dengan media Voicenote WhatsApp .
B. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritik dan kerangka pikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Diduga penerapan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan media Voicenote WhatsApp dapat meningkatkan proses pembelajaran, keaktifan dan hasil belajar matematika materi operasi aljabar siswa kelas VIII.B SMP .................. Semester 1 Tahun Pelajaran 2020/2021.